Ahad,
31 Agustus 2003/03 Rajab 1424 Brosur No. :
1192/1232/IF
Thaharah
(ke-6)
1.
Membaca basmalah ketika hendak memulai wudlu.
عَنْ
اَنَسٍ قَالَ: طَلَبَ بَعْضُ اَصْحَابِ النَّبِيّ ص وَضُوءًا فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص: هَلْ مَعَ اَحَدٍ مِنْكُمْ مَاءٌ؟ فَوَضَعَ يَدَهُ فِي اْلمَاءِ وَ
يَقُولُ تَوَضَّئُوْا بِسْمِ اللهِ فَرَأَيْتُ اْلمَاءَ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
اَصَابِعِهِ حَتَّى تَوَضَّئُوْا مِنْ عِنْدِ آخِرِهِمْ. قَالَ ثَابِتٌ: قُلْتُ
ِلاَنَسٍ: كَمْ تُرَاهُمْ؟ قَالَ: نَحْوًا مِنْ سَبْعِيْنَ. النسائى 1: 61
صحيح
Dari
Anas, ia berkata : Sebagian shahabat Nabi SAW mencari air untuk wudlu, maka
Rasulullah SAW bersabda, “Apakah diantara kalian membawa air ?”. Lalu beliau
memasukkan tangannya ke dalam air itu dan bersabda, “Berwudlulah dengan nama
Allah”. Maka aku lihat air itu keluar dari sela-sela jari beliau sehingga mereka
semua berwudlu hingga orang terakhir dari mereka. Tsabit (perawi yang mendapat
hadits dari Anas) bertanya, “Berapa orang kah jumlah mereka ?”. Ia menjawab,
“Kira-kira tujuh puluh orang”.
[HR. Nasaai 1 : 61, shahih].
عَنْ
اَبِيْ هُرَيْرَةَ رض. قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ
وُضُوْءَ لَهُ وَ لاَ وُضُوْءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ. ابن
ماجه 1: 140
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tak ada shalat bagi orang yang tidak
berwudlu, dan tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah
atasnya”. [HR.
Ibnu Majah 1 : 140].
2. Mengawali dengan membasuh tangan hingga
pergelangan tiga kali, menggosok sela-sela jari dan memutar
cincin.
عَنْ
اَوْسِ بْنِ اَوْسٍ الثَّقَفِيّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص تَوَضَّأَ
فَاسْتَوْكَفَّ ثَلاَثًا أَيْ غَسَلَ كَفَّيْهِ. احمد و النسائى، فى نيل الاوطار 1:
162
Dari
Aus bin Aus Ats-Tsaqafiy, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW berwudlu, maka
beliau memulai dengan membasuh telapak tangannya tiga kali, yaitu mencuci dua
telapak tangan beliau”.
[HR. Ahmad dan Nasai, dalam Nailul Authar 1 : 162]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا اسْتَيْقَظَ اَحَدُكُمْ مِنْ
نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَاِنَّهُ لاَ يَدْرِى
اَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ. الجماعة الا ان البخارى لم يذكر العدد، فى نيل الاوطار 1:
162
Dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara
kalian bangun tidur, janganlah langsung membenamkan tangannya (ke dalam bejana)
sehingga membasuhnya tiga kali (di luar bejana) karena ia tidak tahu bagaimana
tangannya itu semalam”.
[HR. Jama’ah, tetapi Bukhari tidak menyebutkan bilangan (tiga kali), dalam
Nailul Authar 1 : 162]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا تَوَضَّأْتَ فَخَلّلْ
اَصَابِعَ يَدَيْكَ وَ رِجْلَيْكَ. احمد و ابن ماجه و الترمذى، فى نيل الاوطار 1:
181
Dari
Ibnu ‘Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Apabila kamu berwudlu, maka gosoklah
sela-sela jari-jari kedua tangan dan kakimu”.
[HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi, dalam Nailul Authar 1 :
181]
عَنْ
اَبِى رَافِعٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَانَ اِذَا تَوَضَّأَ حَرَّكَ خَاتَمَهُ.
ابن ماجه و الدارقطنى، فى نيل الاوطار 1: 181
Dari
Abu Rafi’ bahwasanya Rasulullah SAW apabila berwudlu, beliau memutar-mutar
cincinnya.
[HR. Ibnu Majah dan Daruquthni, dlaif, dalam Nailul Authar 1 :
181]
3.
Beristinsyaq dan bermadlmadlah
Beristinsyaq
adalah menghirup air ke hidung lalu menghembuskan-nya keluar, adapun
bermadlmadlah adalah berkumur.
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ النَّبِيّ ص قَالَ: اِذَا تَوَضَّأَ اَحَدُكُمْ
فَلْيَجْعَلْ فِى اَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لِيَسْتَنْثِرْ. احمد و البخارى و مسلم، فى
نيل الاوطار 1: 170
Dari
Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara
kalian berwudlu hendaklah ia memasukkan air ke hidungnya kemudian ia
hembuskan”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar 1 :
170]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: اَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص بِاْلمَضْمَضَةِ وَ
اْلاِسْتِنْشَاقِ. الدارقطنى، فى نيل الاوطار 1: 170
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW menyuruh bermadlmadlah dan
beristinsyaq”.
[HR. Daruquthni, dalam Nailul Authar 1 : 170]
عَنْ
اَبِى حَيَّةَ رض قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا رض تَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ حَتَّى
اَنْقَاهُمَا ثُمَّ مَضْمَضَ ثَلاَثًا وَ اسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ وَجْهَهُ
ثَلاَثًا وَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا وَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً ثُمَّ غَسَلَ
قَدَمَيْهِ اِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ: اَحْبَبْتُ اَنْ اُرِيَكُمْ كَيْفَ
كَانَ طُهُوْرُ رَسُوْلِ اللهِ ص. الترمذى 1: 34
Dari
Abu Hayyah RA, ia berkata, “Saya melihat Ali berwudlu. Maka dia membasuh kedua
telapak tangannya hingga bersih, kemudian bermadhmadhah tiga kali, beristinsyaq
tiga kali, membasuh muka tiga kali, dan hasta tiga kali. Kemudian menyapu kepala
sekali. Kemudian membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki. Sesudah itu dia
berkata : Saya ingin memperlihatkan kepadamu bagaimana cara wudlu Rasulullah
SAW. [HR.
Tirmidzi 1: 34]
4.
Mendahulukan membasuh anggota sebelah kanan
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِى
تَنَعُّلِهِ وَ تَرَجُّلِهِ وَ طَهُوْرِهِ وَ فِى شَأْنِهِ كُلّهِ. احمد و البخارى
و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 201
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW suka mendahulukan sebelah kanannya di
waktu memakai sepatu, bersisir, bersuci dan di segala urusannya”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar 1 :
201]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اِذَا لَبِسْتُمْ وَ اِذَا
تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَأُوْا بِاَيَامِنِكُمْ. احمد و ابو داود، فى نيل الاوطار 1:
201
Dari
Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Apabila kamu memakai pakaian dan
apabila kamu berwudlu, mulailah dengan sebelah kananmu”.
[HR. Ahmad dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar 1 : 201]
Cara
menyapu kepala dan telinga
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ
فَاَقْبَلَ بِهِمَا وَ اَدْبَرَ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا
اِلَى قَفَاهُ، ثُمَّ رَدَّهُمَا اِلَى اْلمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ. الجماعة،
فى نيل الاوطار 1: 183
Dari
‘Abdullah bin Zaid RA, bahwasanya Rasulullah SAW mengusap kepala beliau dengan
kedua tangannya, beliau tarik kedua tangan itu ke depan dan ke belakang. Beliau
memulai dari bagian depan kepala, lalu mengusap dengan kedua tangannya itu
sampai ke tengkuknya, kemudian mengembalikan kedua tangan itu ke tempat
memulainya tadi.
[HR. Jama’ah, dalam Nailul Authar 1 : 183]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ اُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا
وَ بَاطِنِهِمَا. الترمذى و صححه. و للنسائى مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ اُذُنَيْهِ
بَاطِنِهِمَا بِاْلمُسَبّحَتَيْنِ وَ ظَاهِرِهِمَا بِاِبْهَامَيْهِ. فى نيل الاوطار
1: 191
Dari
Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Nabi SAW mengusap kepala beliau dan kedua telinga beliau
bagian luar dan dalamnya.
[HR. Tirmidzi, dan ia menshahihkannya]. Dan bagi Nasai : Beliau mengusap
kepala dan dua telinga bagian dalamnya dengan dua jari telunjuk dan bagian
luarnya dengan ibu jari. [Dalam Nailul Authar 1 : 191]
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: َاْلاُذُنَانِ مِنَ
الرَّأْسِ. ابن ماجه 1: 152
Dari
‘Abdullah bin Zaid RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Dua telinga itu
termasuk kepala”.
[HR. Ibnu Majah 1 : 152]
5.
Melebihkan sedikit anggota yang dibasuh
Kita
diperintahkan supaya melebihkan sedikit pada anggota-anggota yang wajib dibasuh,
yaitu pada muka, tangan dan kaki.
عَنْ
نُعَيْمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلمُجْمِرِ قَالَ: رَأَيْتُ اَبَا هُرَيْرَةَ
يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ فَاَسْبَغَ اْلوُضُوْءَ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ
اْليُمْنَى حَتَّى اَشْرَعَ فِى اْلعَضُدِ، ثُمَّ يَدَهُ اْليُسْرَى حَتَّى
اَشْرَعَ فِى اْلعَضُدِ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اْليُمْنَى
حَتَّى اَشْرَعَ فِى السَّاقِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى حَتَّى اَشْرَعَ
فِى السَّاقِ، ثُمَّ قَالَ: هكَذَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَتَوَضَّأُ. وَ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَنْتُمُ اْلغُرُّ اْلمُحَجَّلُوْنَ يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ مِنْ اِسْبَاغِ اْلوُضُوْءِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ فَلْيُطِلْ
غُرَّتَهُ وَ تَحْجِيْلَهُ. مسلم 1: 216
Dari
Nu’aim bin ‘Abdullah Al-Mujmir, ia berkata : Aku melihat Abu Hurairah berwudlu,
maka dia membasuh mukanya dan menyempurnakan wudlu. Kemudian dia membasuh
tangannya yang kanan sampai ke lengannya, lalu membasuh tangannya yang kiri
sampai ke lengannya juga. Kemudian dia mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya
yang kanan sampai ke betis dan membasuh kaki yang kiri sampai betis pula.
Kemudian ia berkata, “Demikianlah saya melihat Rasulullah SAW berwudlu”. Dan
(Abu Hurairah) berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kamu sekalian adalah
orang-orang yang bersinar putih cemerlang dahi, tangan dan kakinya pada hari
qiyamat karena menyempurnakan wudlu. Maka barangsiapa diantara kalian yang
mampu, hendaklah ia lebihkan sinar putih pada dahi, tangan dan kakinya itu
(dengan melebihkan membasuh muka, tangan dan kaki)”.
[HR. Muslim 1 : 216]
6.
Bacaan sesudah wudlu
عَنْ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَا مِنْكُمْ مِنْ
اَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْلُ: اَشْهَدُ اَنْ لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. اِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ ابْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ
يَدْخُلُ مِنْ اَيّهَا شَاءَ. احمد و مسلم و ابو داود، فى نيل الاوطار 1:
204
Dari Umar bin Khaththab RA ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Tidaklah seseorang diantara kalian yang berwudlu dengan
menyempurnakan wudlunya, lalu membaca, “Asyhadu allaa ilaaha illalloohu
wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa
rosuuluh.
(Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu hamba-Nya dan
Rasul-Nya) melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan, ia
boleh masuk dari pintu manasaja yang ia kehendaki”. [HR. Ahmad, Muslim dan
Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 204].
Ringkasan
:
Cara
wudlu dengan sunnat-sunnatnya :
1.
Membaca
Basmalah (Bismilaahir rohmaanir rohiim).
2.
Membasuh
dua tangan sampai pergelangan.
3.
Berkumur-kumur
dan menaikkan air ke hidung, lalu menghembus-kannya.
4.
Membasuh
muka sampai rata.
5.
Membasuh
kedua tangan sampai siku-siku.
6.
Menyapu/mengusap
kepala sampai rata dan langsung telinga.
7.
Membasuh/mencuci
kaki.
8.
Membaca
syahadat.
Catatan
:
Semua
yang tersebut diatas boleh dikerjakan sekali-sekali, dua kali-dua kali, atau
tiga kali-tiga kali, kecuali nomor 1, 6 dan 8, hanya sekali saja.
Bersambung........
Hal-hal
yang membathalkan wudlu
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ: اِنّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ تُقْبَلُ
صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ وَ لاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُوْلٍ. مسلم 1: 204
Dari
Ibnu ‘Umar RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
diterima shalat yang dilakukan tanpa bersuci, dan tidak diterima sedeqah yang
dilakukan dengan harta yang diperoleh dari jalan khianat”.
[HR. Muslim 1 : 204]
Keterangan
:
Hadits
ini menyatakan, bahwa tidak sah (tidak diterima) shalat seseorang yang tidak
suci, dan demikian pula tidak akan diterima amal sedeqah yang menggunakan harta
yang haram.
Seseorang
dikatakan ”tidak suci” sehingga terhalang untuk melakukan shalat, ialah bila ia
berhadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Untuk
bersuci dari hadats besar, agama mensyariatkan mandi janabat, sedang bagi hadats
kecil, maka cukup dengan wudlu, Allah SWT berfirman :
... وَ اِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا...
المائدة:6
Dan
jika kamu junub (sedang kamu hendak shalat) maka mandilah.
[QS. Al-Maidah : 6]
Dan
Hadits Rasulullah SAW :
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ
اَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ اَهْلِ
حَضَرَمَوْتَ: مَا اْلحَدَثُ يَا اَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: فُسَاءٌ اَوْ ضُرَاطٌ.
احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 220
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan menerima
shalat seseorang diantara kamu apabila berhadats, sehingga ia berwudlu”. Lalu
ada seorang dari Hadlaramaut bertanya, “Apa yang dikatakan hadats itu, ya Abu
Hurairah ?”. Abu Hurairah menjawab, “”(Hadats itu ialah) kentut yang tidak
bersuara ataupun kentut yang bersuara”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar 1:
220]
Abu
Hurairah menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “hadats” itu adalah mengeluarkan
angin, baik bersuara maupun tidak, ini bermaksud menerangkannya dengan singkat
tetapi mencakup keseluruhan.
Tegasnya,
dia tidak bermaksud mengatakan bahwa hadats itu hanya mengeluarkan angin
(kentut) saja, tetapi dengan menerangkan bahwa mengeluarkan angin yang bersuara
atau tidak bersuara itu pun sudah termasuk hadats, apalagi yang lebih berat dari
itu.
Allah
SWT berfirman :
... اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مّنْكُمْ مّنَ اْلغَآئِطِ اَوْ لمَسْتُمُ
النّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا .... المائدة:6
...
atau seseorang diantara kamu datang dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan (bersetubuh) lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah
...
[QS. Al-Maaidah : 6]
“Datang
dari tempat buang air” itu yang dimaksud ialah mengeluarkan sesuatu dari dua
jalan kotoran, dimana biasanya seseorang mengeluarkannya di tempat buang air.
Dan ini termasuk hadats kecil.
“Menyentuh
perempuan” yang dimaksud ialah bersetubuh, dan ini menunjukkan hadats
besar.
Kedua-duanya,
baik berhadats kecil maupun berhadats besar bila tidak mendapatkan air untuk
wudlu/mandi janabat, maka sebagai gantinya agama menuntunkan untuk
bertayammum.
Kesimpulan
:
Seseorang
yang hendak shalat, wajib suci dari hadats, baik hadats besar maupun hadats
kecil. Atau dengan kata lain, bathal wudlu seseorang bila ia mengalami hadats
kecil maupun hadats besar.
Adapun
yang termasuk hadats besar :
a.
bersetubuh, baik mengeluarkan mani maupun tidak.
b.
mengeluarkan mani sebab mimpi dan lain-lain.
c.
mengeluarkan darah haidl.
d.
mengeluarkan darah nifas.
Yang
termasuk hadats kecil :
a.
mengeluarkan kotoran (berak).
b.
mengeluarkan kencing.
c.
mengeluarkan madzi (air sex).
d.
mengeluarkan angin (kentut), baik bersuara maupun tidak.
Keraguan
berhadats tidak membathalkan wudlu
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَأْتِى اَحَدَكُمُ الشَّيطَانُ
فِى صَلاَتِهِ فَيَنْفُخُ فِى مَقْعَدَتِهِ فَيُخَيَّلُ اِلَيْهِ اَنَّهُ اَحْدَثُ
وَ لَمْ يُحْدِثْ. فَاِذَا وَجَدَ ذلِكَ فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا
اَوْ يَجِدَ رِيْحًا. البزار
Dari
Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Syithan itu datang kepada
seseorang yang sedang shalat, lalu ia hembus di pantat orang itu, maka orang
itupun merasa berhadats, padahal sebenarnya tidak berhadats. Karena itu apabila
seseorang berperasaan demikian, janganlah ia berpaling dari shalatnya, sehingga
ia mendengar suara kentutunya atau mencium baunya”.
[HR. Al-Bazzar]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: اِذَا وَجَدَ اَحَدُكُمْ فِى
بَطْنِهِ شَيْئًا فَاَشْكَلَ عَلَيْهِ اَ خَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ اَوْ لاَ فَلاَ
يَخْرُجْ مِنَ اْلمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا اَوْ يَجِدَ رِيْحًا. مسلم و
الترمذى
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Aabila salah seorang diantara
kamu merasakan ada sesuatu di perutnya, apakah telah keluar kentut dari padanya
atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (untuk berwudlu) sehingga ia
mendengar suara (kentut) atau mencium baunya”.
[HR. Muslim dan Tirmidzi]
عَنْ
اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: اَنَّ الشَّيْطَانَ
يَأْتِى اَحَدَكُمْ وَ هُوَ فِى الصَّلاَةِ فَيَأْخُذُ شَعْرَةً مِنْ دُبُرِهِ
فَيَمُدُّهَا فَيَرَى اَنَّهُ قَدْ اَحْدَثَ فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ
صَوْتًا اَوْ رِيْحًا. ابو داود
Dari
Abu Sa’id Al-Khudriy RA, ia berkata, “Syaithan datang kepada seseorang diantara
kamu yang sedang shalat, lalu memegang sehelai rambut dari dubur orang yang
sedang shalat itu dan menariknya. Karena itu terasalah oleh orang itu, bahwa ia
telah berhadats. Maka janganlah ia berpaling dari shalatnya, sehingga mendengar
suarau kentutu atau mencium baunya”.
[HR. Abu Dawud]
Bersentuhan
pria - wanita tidak membathalkan wudlu
Sementara
ulama ada yang berpendapat bahwa bila seorang laki-laki bersentuhan kulit dengan
wanita yang bukan mahramnya, maka bathallah wudlunya.
Mereka
beralasan dengan bunyi ayat 43 surat An-Nisaa’ dan Al-Maidah ayat 6 sebagai
berikut :
... وَ اِنْ كُنْتُمْ مَرْضى اَوْ عَلى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ
مّنْكُمْ مّنَ اْلغَآئِطِ اَوْ لمَسْتُمُ النّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً
فَتَيَمَّمُوْا... المائدة:6
...
dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah.
[QS. An-Nisaa’ : 43, dan Al-Maaidah 6]
Mereka
mengecualikan wanita-wanita yang termasuk mahram (wanita-wanita yang diharamkan
untuk dikawini) dari keumuman lafadh لَمَسْتُمُ
النّسَاءَ (kalian menyentuh wanita) dalam ayat
diatas.
Jadi
menurut mereka bila sentuhan itu terjadi antara seorang laki-laki dengan seorang
wanita yang termasuk mahram laki-laki tersebut, yang demikian itu tidaklah
membathalkan wudlu keduanya. Sedangkan yang termasuk mahram sebagaimana yang
tertera dalam ayat 22 dan 23 surat An-Nisaa’.
وَ
لاَ تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ ابَآؤُكُمْ مّنَ النّسَآءِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ،
اِنَّه كَانَ فَاحِشَةً وَّ مَقْتًا، وَ سَآءَ سَبِيْلاً. حُرّمَتْ عَلَيْكُمْ
اُمَّهَاتُكُمْ وَ بَنَاتُكُمْ وَ اَخَوَاتُكُمْ وَ عَمَّاتُكُمْ وَ خَالَتُكُمْ وَ
بَنتُ اْلاَخِ وَ بَنتُ اْلاُخْتِ وَ اُمَّهَاتُكُمُ الّتِى اَرْضَعْنَكُمْ وَ
اَخَوَاتُكُمْ مّنَ الرَّضَاعَةِ وَ اُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَ رَبَآئِبُكُمُ
الّتِى فِيْ حُجُوْرِكُمْ مّنَ النّسَآئِكُمْ الّتِى دَخَلْتُمْ بِهِنَّ، فَاِنْ
لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ. وَ حَلآئِلُ
اَبْنَآئِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلاَبِكُمْ. وَ اَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ
اْلاُخْتَيْنِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ، اِنَّ اللهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا.
النساء:22-23
Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudar abapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-aak
istrimu yang dalam pemepiharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
[QS.An-Nisaa’ : 22-23]
Bantahan
dan penjelasan
a.
Penetapan diatas bertentangan dengan riwayat-riwayat yang sah dari Nabi SAW
sebagai penjelas utama syariat Allah sebagaimana di bawah
ini.
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: اَنَّ النَّبِيَّ ص يُقَبِّلُ بَعْضَ اَزْوَاجِهِ ثُمَّ
يُصَلِّى وَ لاَ يَتَوَضَّأَ. احمد
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Sesungguhnya Nabi SAW pernah mencium salah seorang dari
istrinya, kemudian terus shalat dengan tidak berwudlu lagi”.
[HR. Ahmad]
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: اِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَيُصَلِّى وَ اِنِّى
لَمُعْتَرِضَةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ اِعْتِرَاضَ اْلجَنَازَةِ حَتَّى اِذَا اَرَادَ
اَنْ يُوْتِرَ مَسَّنِى بِرِجْلِهِ. النسائى
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata, “Pada suatu waktu Rasulullah SAW sedang shalat, sedang
aku tidur di hadapannya seperti jenazah, sehingga apabila Rasulullah SAW hendak
mengerjakan witir, beliau menyentuhku dengan kakinya”.
[HSR. Nasai]
b. Bila dengan dasar ayat diatas menyentuh wanita
itu membathalkan wudlu, maka harus ditetapkan pula menyentuh itu, kakak
perempuan, bibi dan lain-lain itupun membathalkan wudlu. Karena lafadh
النّسَاءَ (wanita) dalam ayat 43 surat An-Nisaa’ dan ayat 6 surat
Al-Maaidah itu umum, yakni siapasaja asal dia wanita, baik yang termasuk mahram
seperti ibu,kakak perempuan, bibi dan lain-lain, maupun yang bukan mahram,
tercakup dalam keumuman lafadh tersebut. Dan tidak ada nash yang shahih dan
tegas dari agama, yang mengecualikan wanita-wanita yang mahram dari lafadh umum
لَمَسْتُمُ
النّسَاءَ (kalian menyentuh wanita) pada ayat dimuka. Sedang jika
ayat 22 dan 23 surat An-Nisaa’ itu dipakai dasar pengecualian wanita-wanita itu,
maka hal itu tidak tepat, karena satu sama lain tidak ada munasabah (sangkut
paut)nya sama sekali dan bidang hukum. Sebab ayat 43 surat AN-Nisaa’ dan ayat 6
surat Al-Maaidah itu adalah masalah shalat, tayammum, berhadats dan lain-lain
yang termasuk bab Thaharah dan Shalat, sedang yang diterangkan dalam ayat 22 dan
23 surat An-Nisaa’ itu adalah masalah wanita-wanita yang diharamkan untuk
dikawini, yang biasa disebut mahram, jadi termasuk bab Nikah. Maka kedua masalah
dalam ayat-ayat diatas masing-masing berdiri sendiri pembahasannya, dan tidak
dapat dicampur-adukkan satu dengan yang lain.
c. Jika diperhatikan dengan seksama, maka akan
tampak jelas bahwa yang dimaksud oleh لَمَسْتُمُ
النّسَاءَ (kalian menyentuh
wanita) itu adalah “kalian bersetubuh dengan wanita (istri-istrimu)”.
Karena ayat-ayat itu menjelaskan kebolehan bertayammum sebagai pengganti wudlu
dan mandi besar bagi orang yang hendak shalat karena sebab-sebab tertentu. Dan
sebagaimana telah diterangkan, bahwa wudlu untuk shalat adalah bagi orang yang
terkena hadats kecil sedang mandi besar adalah untuk yang yang terkena hadats
besar. Berhadats kecil dalam ayat itu diisyaratkan oleh Allah dengan kalimat
جَآءَ
اَحَدٌ مّنْكُمْ مّنَ اْلغَائِطِ (seseorang diantara
kamu datang dari tempat buang air), maka لَمَسْتُمُ
النّسَآءَ (kalian menyentuh perempuan) adalah isyarat Allah bagi
hadats besar, yang salah satu sebabnya adalah bersetubuh.
Jadi
tidak dapat dimaknakan sekedar menyentuh, tetapi yang dimaksud adalah
menyetubuhi wanita.
Bersambung.......
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak