POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-30) Pemboikotan Kaum Quraisy Terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib, Hijrah Ke Negeri Habsyi Yang Kedua Kali

Posted by

Ahad, 8 Juni 1997/3 Shafar 1418                                  Brosur No. : 886/926/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-30)

Pemboikotan Kaum Quraisy Terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
1.  Para Ketua Kaum Quraisy Mengadakan Rapat.
Setelah tipu muslihat kaum musyrikin Quraisy dengan berbagai macam cara terhadap Nabi SAW selama beberapa tahun tidak mendatangkan hasil yang diharapkan, maka pemuka-pemuka, ketua-ketua, pembesar-pembesar musyrikin Quraisy lalu mengadakan rapat tertutup untuk merundingkan sikap yang bagaimana lagi dan perbuatan yang seperti apa lagi yang akan mereka pergunakan untuk melenyapkan gerakan yang dipimpin oleh Muhammad dan seruannya yang makin lama makin berkembang dan berkobar-kobar itu.
Rapat dilangsungkan bertempat di Darun-Nadwah sebagaimana biasa, dan dihadiri oleh segenap pemuka, ketua, dan pembesar bangsa Quraisy. Dalam rapat ini, setelah diperbincangkan seluas-luasnya, maka akhirnya dengan suara bulat diputuskan oleh mereka, bahwasanya jiwa Muhammad harus dimusnahkan dari pergaulan kaum Quraisy, artinya diri Muhammad harus dibunuh.
2.  Abu Thalib mengajak Bani Hasyim dan Bani Muththalib untuk Melindungi Nabi SAW.
Setelah keputusan yang membahayakan itu terdengar oleh Abu Thalib, maka segera beliau memanggil kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib, mereka itu yang silsilahnya masih dekat dengan silsilah Nabi SAW, berdatuk kepada Hasyim dan Muththalib. Setelah mereka berkumpul di rumah Abu Thalib, maka diajaknyalah mereka untuk bermusyawarah, baik mereka yang sudah mengikut Nabi SAW maupun yang belum.
Di dalam musyawarah ini Abu Thalib menyerukan, bahwa untuk menjaga nama baik kaum kerabat, dan memelihara kehormatan famili dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib, mereka masing-masing harus menjaga keselamatan diri Muhammad di dalam kampungnya, supaya jangan sampai Nabi SAW dibunuh oleh mereka yang sengaja akan membunuhnya. Sebab apabila sampai terjadi diri Muhammad mati dibunuh mereka, maka sudah pasti akan terjadi pertumpahan darah antara keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan keluarga Quraisy umumnya.
Ajakan Abu Thalib yang baik ini disetujui dan disepakati oleh kaum Bani Hasyim dan Bani Muththalib, kecuali Abu Lahab. Sebab sekalipun Abu Lahab masih termasuk keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tetapi karena amat bencinya kepada diri Nabi SAW maka ia tidak mau menyetujui ajakan Abu Thalib tersebut.
Selanjutnya setelah seruan Abu Thalib disetujui bulat-bulat oleh kaum keluarganya, maka mereka lalu berhimpun ke dalam syi'ib (kampung) Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Kemudian di dalam kampung ini, Nabi SAW dijaga benar-benar oleh segenap kaum keluarganya, baik yang sudah Islam maupun yang masih kafir, terutama Abu Thalib, seorang tua yang budiman ini, karena sangat cintanya kepada diri beliau SAW. Maka apabila datang waktu malam, beliau dijaga benar-benar oleh Abu Thalib, dan jika Abu Thalib tidur, maka beliau dijaga oleh yang lain. Demikianlah berganti-ganti.
Menurut riwayat, peristiwa ini mulai terjadi pada Muharram tahun ke 7 dari kenabian Nabi SAW.
3. Kaum Quraisy Mengadakan Pemboikotan
Semula para ketua dan pemuka kaum musyrikin Quraisy tidak menyangka, bahwa kaum Bani Hasyim dan Bani Muththalib akan mengadakan pembelaan begitu besar atas diri Nabi SAW, terutama mereka yang belum mengikut seruan beliau, yaitu dengan menjaga diri beliau benar-benar. Oleh sebab itu, setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui hal ini, maka mereka tidak dapat menjalankan keputusan mereka yang telah disepakati. Oleh karena itu secara diam-diam mereka mengadakan musyawarah lagi untuk merundingkan cara yang bagaimana lagi yang hendak dipergunakan untuk membunuh Nabi SAW.
Akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan "pemboikotan" terhadap kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib dan terhadap semua pengikut Nabi Muhammad SAW (kaum Muslimin). Adapun bunyi undang-undang pemboikotan yang diadakan oleh mereka itu singkatnya demikian :
1.  Bahwasanya Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya tidak diperkenankan kawin dengan orang-orang Quraisy yang lain, baik laki-laki maupun perempuan.
2.  Bahwasanya kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan berjual-beli mengenai barang apasaja dengan Muhammad dan keluarganya serta kaum pengikutnya.
3.  Bahwasanya kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan mengadakan persahabatan atau pergaulan dengan Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya.
4.  Bahwasanya kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan mengasihi dan menyayangi Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya.
5.  Bahwasanya semua undang-undang yang telah ditetapkan ini, sesudah ditulis dan digantungkan di dalam Ka'bah, rumah suci, sebagai undang-undang suci atas kaum Quraisy semuanya dan kaum keluarga Muhammad serta kaum pengikutnya.
6.  Bahwasanya undang-undang ini berlaku selama kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib belum menyerahkan diri Muhammad kepada kaum Quraisy untuk dibunuh. Dan bilamana Muhammad sudah diserahkan lalu dibunuh, maka undang-undang ini akan hapus dengan sendirinya.
Demikian bunyi undang-undang "pemboikotan" yang ditetapkan oleh kaum Musyrikin Quraisy terhadap diri Nabi Muhammad SAW dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya. Adapun orang yang menulis undang-undang itu, menurut suatu riwayat yang masyhur ialah seorang yang bernama Manshur bin 'Ikrimah.
Hijrah Ke Negeri Habsyi Yang Kedua Kali
1. Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Habsyi yang kedua kali.
Disebabkan oleh adanya undang-undang pemboikotan itu, maka Nabi SAW memerintahkan kepada kaum Muslimin supaya berhijrah lagi ke negeri Habsyi. Beliau bertindak demikian itu, karena beliau sangat sayang kepada mereka dan tidak sampai hati melihat mereka turut mengalami kesempitan hidup dan kesengsaraan yang menimpa diri mereka masing-masing. Oleh karena itu, sebagian besar dari kaum Muslimin lalu menjalankan perintah beliau yaitu berhijrah ke negeri Habsyi yang kedua kalinya. Adapun mereka yang pergi berhijrah itu ada 101 orang, yaitu 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan, sedang yang menjadi kepala rombongan mereka sebagai penanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai diri mereka ialah shahabat Ja'far bin Abu Thalib.
Dan diriwayatkan bahwa ketika itu kaum muslimin yang ada di negeri Yaman mendengar berita bahwa Nabi SAW dan para pengikutnya berhijrah ke negeri Habsyi. Oleh karena itu mereka berangkat pula ikut berhijrah ke negeri Habsyi. Mereka itu banyaknya 50 orang dan dikepalai oleh shahabat Abu Musa Al-Asy'ari. Setelah mereka sampai di negeri Habsyi, lalu mencari Nabi SAW. Tetapi oleh karena beliau memang tidak turut berhijrah, maka mereka hanya dapat bertemu dengan Ja'far dan shahabat-shahabat yang lain.
Kemudian Ja'far selaku kepala rombongan meminta kepada mereka supaya tinggal dulu di negeri Habsyi untuk sementara waktu, dan dengan sepakat mereka menuruti kehendak Ja'far. Akhirnya mereka berdiam di negeri Habsyi bersama dengan aman sejahtera.
2. Kaum Quraisy Mengutus Utusan ke Negeri Habsyi
Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui bahwa sebagian besar pengikut-pengikut Nabi SAW, telah berhijrah ke negeri Habsyi, maka merekapun mengadakan pertemuan kilat, untuk merundingkan bagaimana cara membunuh Nabi SAW, dan bagaimana pula cara mengejar kaum muslimin di negeri Habsyi. Dalam pertemuan itu mereka memutuskan untuk mengutus dua orang untuk menyusul ke negeri Habsyi, supaya mereka menghadap kepada raja Habsyi, untuk memohon kepadanya supaya lekas mengusir kaum Muslimin dari daerah kekuasaannya. Adapun orang yang ditunjuk menjadi utusan ialah 'Amr bin 'Ash dan 'Umaarah bin Walid, yang kedua-duanya ini dari keturunan Quraisy juga.
Oleh sebab itu kedua orang utusan ini berangkat ke negeri Habsyi dengan membawa berbagai hadiah berupa perhiasan dan bermacam-macam pakaian yang mahal-mahal harganya untuk dihadiahkan kepada raja Habsyi, dan kepada para pembesar negeri itu, dengan harapan agar permohonan mereka nanti segera dikabulkan, dan kaum Muslimin segera di usir dari negeri Habsyi.
3. Hasutan Kepada Raja Habsyi
Setelah kedua utusan itu sampai di negeri Habsyi, maka mereka segera menghadap raja seraya bersujud di hadapan baginda. Setelah mereka dipersilahkan duduk, lalu mereka persembahkanlah segala persembahan-persembahan berharga yang mereka bawa dari pembesar-pembesar dan kepala-kepala Quraisy Makkah. Maka baginda menerima persembahan itu dengan segala senang hati. Kemudian kedua utusan itu mulailah menyatakan maksud dan tujuan kedatangan mereka, sebagai utusan dari pembesar-pembesar Makkah, untuk menghadap baginda.
Mula-mula 'Amr bin 'Ash berkata kepada raja : "Ya tuanku raja, kedatangan hamba di hadapan tuanku ini adalah diutus oleh para pembesar dan kepala Quraisy di Makkah, untuk memberitahukan kepada tuanku bahwa sebagian dari orang-orang hamba telah lari dan menyembunyikan diri di negeri yang ada di bawah kekuasaan tuanku".
Raja bertanya : "Apakah sebabnya mereka sampai berani melarikan diri dari tanah tumpah darahnya ?".
'Amr menjawab : "Kesalahan mereka itu ialah mereka tidak mau bergaul dengan saudara-saudara dan famili-famili mereka, mereka memecah belah persatuan dan tidak menghormati bangsa dan nenek moyang mereka karena telah mengikut agama baru, agama yang tidak diketahui oleh orang-orang tua mereka, dan tidak diketahui oleh tuanku raja juga. Oleh sebab itu hamba diutus oleh para pembesar dan para kepala Quraisy, supaya hamba datang menghadap kepada tuanku yang mulia dan mengajukan permohonan dengan segala hormat kepada tuanku, sudilah kiranya tuanku perintahkan untuk menangkap mereka itu, lalu mengirimkan mereka kembali dengan perantaraan hamba kepada para pembesar dan para kepala mereka; atau tuanku usir mereka dari wilayah negeri tuanku, agar mereka itu tidak terus-menerus bertempat tinggal di wilayah negeri tuanku yang aman dan sejahtera ini. Ya tuanku raja, jika mereka tidak diperlakukan demikian, tentu mereka sangat berbahaya bagi agama tuanku yang telah lama tuanku peluk dan oleh sekalian orang yang ada dibawah kekuasaan tuanku. Dan akhirnya mereka itupun berbahaya juga bagi keamanan kerajaan tuanku yang amat sejahtera ini".
4. Raja Habsyi Memanggil Kaum Muslimin
Kemudian raja Habsyi memerintahkan kepada pembesar-pembesarnya supaya mendatangkan kaum muslimin, mereka supaya diajak menghadap raja. Pada saat itu salah seorang pembesar yang mendengar perintah itu berkata kepada raja : "Wahai baginda, sebaiknyalah mereka diserahkan saja kepada tuan-tuan utusan Quraisy ini, karena mereka itulah yang lebih mengetahui tentang keadaan mereka masing-masing".
Raja menjawab : "Tidak ! Sebaiknya aku harus tahu dan mengerti lebih dulu tentang keadaan mereka dan duduk perkaranya".
'Amr bin Ash (utusan Quraisy) menyahut : "Ya tuanku raja, silahkan tuanku periksa, bahwa sesungguhnya mereka itu telah keluar dari agama nenek moyang mereka. Mereka sudah mengikut agama baru, agama yang didatangkan oleh seorang yang menganggap dirinya menjadi Pesuruh Tuhan, padahal sesungguhnya ia adalah seorang pendusta belaka. Adapun orang-orang yang mengikut kepadanya kebanyakan orang-orang yang bodoh-bodoh, yang papa, sengsara; tidak seorangpun dari pembesar-pembesar atau pemuka-pemuka Quraisy yang mengikutnya. Oleh sebab itu hamba mohon dengan hormat kepada tuanku, sudilah kiranya tuanku nanti menyerahkan mereka kepada hamba, kemudian hamba berdua inilah yang akan membawa mereka kembali pulang kepada pembesar-pembesar dan kepala-kepala mereka. Ya Tuanku raja, serahkan sajalah mereka itu kepada hamba berdua, karena hamba berdua inilah yang lebih tahu tentang kejahatan mereka masing-masing".
Pada waktu itu seorang pendeta raja yang sedang menghadap di hadapan raja menyahut : "Ya tuanku raja, hamba sangat setuju dengan permohonan tuan-tuan utusan Quraisy itu, hamba mohon dengan segala hormat kepada tuanku raja, sudilah kiranya tuanku nanti menyerahkan saja kepada tuan-tuan utusan ini, karena para pembesar dan para kepala mereka itulah yang lebih mengetahui kejahatan, kesalahan dan keburukan mereka masing-masing. Hamba yakin, bahwa mereka itu adalah orang-orang jahat. Karena kalau mereka itu bukan oang-orang jahat, tentu tidak akan melarikan diri ke daerah lain".
Baginda raja menjawab : "Tidak ! Demi Allah, tidak ada sesuatu bangsa yang bernaung di bawah pemerintahan kami, melainkan mereka itu harus kami selidiki benar-benar, apakah mereka itu bersalah atau tidak. Oleh sebab itu, orang-orang yang kini sedang dicari oleh kedua utusan itu, tidak akan kami serahkan begitu saja, atau kami usir begitu saja dari wilayah negeri kami, melainkan mereka itu akan kami panggil menghadap kami, dan kami tanyai benar-benar apa sebab-sebabnya dan bagaimana duduk perkaranya, yang menyebabkan mereka melarikan diri kemari. Kalaupun mereka nanti terbukti bersalah nyata-nyata melanggar kebenaran, tentu mereka kami serahkan dengan segera kepada kedua orang utusan ini; dan kalau tidak demikian halnya, biarlah mereka itu tetap berlindung dan bernaung di bawah pemerintahan kami dengan aman sejahtera".
'Amr bin Ash berkata : "Ya tuanku raja. cobalah tuanku saksikan nanti apabila mereka telah menghadap tuanku, mereka itu tidak tahu menghormat dengan menyembah kepada tuanku, sebagaimana adat istiadat yang telah berlaku pada bangsa Arab dan rakyat tuanku jika menghadap seorang raja".
Baginda Raja menjawab : "Ya, sekalipun demikian, namun kami harus mengetahui lebih dahulu duduk perkaranya".
5. Serombongan Kaum Muslimin Dihadapkan Kepada Raja Habsyi.
Setelah kaum muslimin dengan diiringkan para prajurit didatangkan ke istana raja. Kemudian raja Habsyi memanggil beberapa utusan dan pendeta-pendeta agama Nashrani, dan mereka diharuskan membawa kitab suci mereka (Injil). Raja Habsyi ini adalah seorang raja yang memeluk agama Nashrani, dan termasuk orang yang mengerti dan mengetahui kitab suci agamanya dengan baik.
Setelah pendeta-pendeta yang dipanggil itu datang menghadap raja, kaum musliminpun dipersilahkan masuk ke dalam istana. Sebelumnya shahabat Ja'far telah memberitahukan kepada kawan-kawannya kaum muslimiin bahwa pada hari itu, dialah yang akan menjadi juru bicara, atau sebagai wakil kaum muslimin, dan dia berkata bahwa akan dikatakannya kepada raja apa-apa yang telah diajarkan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW.
Setelah kaum muslimin berada di hadapan raja, mereka tidak bersujud (menyembah) kepada raja, melainkan berdiri dengan tegapnya, sambil mengucapkan salam penghormatan secara Islam.
Oleh sebab itu kedua utusan Quraisy itu berkata kepada raja : "Ya tuanku raja, cobalah saksikan tingkah laku mereka masing-masing, mereka tidak mempunyai kesopanan sedikitpun dan tak tahu tata cara penghormatan kepada seorang raja tuanku ini".
Raja Habsyi tetap diam dan tak mengacuhkan ucapan-ucapan mereka, sambil mengawasi kaum muslimin yang ada dihadapan baginda dan memperhatikan gerak-gerik mereka masing-masing.

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: Februari 27, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak