POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-110) Sambutan Hiraklius terhadap surat Nabi Muhammad SAW

Posted by

Ahad, 22 September 2002/15 Rajab 1423                    Brosur No. : 1147/1187/SI

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-110)

Sambutan Hiraklius terhadap surat Nabi Muhammad SAW
Ketika Dihyah Al-Kalbiy menyampaikan surat dakwah Nabi SAW kepada Hiraklius (Kaisar Romawi), Raja Hiraklius pada waktu itu baru saja mendapat kemenangan atas kerajaan Persia. Sebelum terjadi peperangan antara dua kerajaan besar itu, Hiraklius telah bernadzar, jika dia menang atas negeri Persia tersebut, ia akan berjalan kaki dari istananya di Himsha ke Darus-Salam (Baitul Maqdis) di Palestina.
Ketika Dihyah Al-Kalbiy tiba di Himsha, raja Hiraklius telah berangkat ke Baitul Maqdis, namun akhirnya Dihyah berhasil menghadap Hiraklius dengan membawa surat dakwah dari Nabi SAW. Dalam ruangan persidangan yang besar dan dihadiri oleh segenap pembesar negara yang ada di bawah perintah Hiraklius dan para kepala agama Nashrani, Dihyah menyerahkan surat itu kepada Hiraklius, dan oleh Hirakllius surat itu diterima dan dibukanya, lalu ia memerintahkan juru bahasa untuk membacakannya. Segenap yang hadlir dalam persidangan itu ikut pula mendengarkan isi surat Nabi SAW tersebut. Raja mendengarkan dengan tenang dan penuh khidmat, tetapi sebagian besar hadlirin mendengarkannya dengan cara yang kurang sopan, bahkan ada pula diantara mereka itu yang mencerca terhadap surat dakwah itu.
Hiraklius mendengarkan surat dakwah itu dengan penuh perhatian, dan kelihatan sangat tertarik hatinya. Oleh sebab itu maka ada seorang pembesar agama Nashrani yang ada di hadapannya mengatakan, “Ya tuan raja, janganlah tuanku memperhatikan sedikitpun kepada isi surat itu”.
Terhadap perkataan ini sang raja menjawab, “Aku akan memeriksa lebih lanjut siapa si pengirim surat itu”.
Kemudian Hiraklius menanya kepada segenap yang hadlir, kalau ada diantara mereka yang pernah mengenal pengirim surat itu. Dan ternyata diantara mereka tidak ada seorang pun yang kenal dengan si pengirim surat itu (Nabi SAW). Oleh sebab itu, maka seketika itu Hiraklius memerintahkan supaya mencari orang yang kira-kira sudah sangat kenal dengan orang yang mengirim surat itu, karena ia akan menanyakan lebih lanjut tentang keadaannya yang sebenarnya.
Menurut riwayat, pada waktu itu suatu rombongan unta yang membawa barang-barang dagangan kaum Quraisy yang dikepalai oleh Abu Sufyan sedang berada di negeri Syam. Hiraklius mendengar bahwa kaum Quraisy sedang berdagang di negeri Syam, maka ia lalu menyuruh tentaranya supaya memanggil rombongan kaum Quraisy yang sedang berdagang tadi, dan diminta supaya segera datang menghadapnya. Kemudian Abu Sufyan beserta kawan-kawannya segera datang menghadap raja. Ketika itu Hiraklius duduk dikelilingi para pembesar Romawi. Raja juga memanggil juru bahasanya. Beliau bermaksud menanyakan keadaan pribadi Nabi SAW lewat juru bahasa tersebut. Heraklius bertanya kepada rombongan Abu Sufyan, “Mana diantara kamu semua yang lebih dekat nasabnya dengan orang laki-laki yang mengaku dirinya sebagai Nabi ?”.
Abu Sufyan menjawab, “Bagi orang-orang yang ada di sini yang lebih dekat nasabnya dengan dia, adalah saya sendiri”.
Hiraklius lalu memerintahkan, “Mendekatlah, dan kawan-kawanmu ikut juga maju !”.
Abu Sufyan lalu mendekat, dan kaum Quraisy yang lain lalu duduk di belakang Abu Sufyan. Kemudian Hiraklius memerintahkan kepada jurubahasanya supaya menanyakan hal-ihwal Nabi SAW, yang mana jika Abu Sufyan berkata dusta, maka mereka disuruh supaya mendustakannya.
Walaupun Abu Sufyan masih kafir dan memusuhi Nabi SAW, namun di hadapan Hiraklius ia tidak berani berdusta, karena takut diketahui olehnya. Maka ia menjawab pertanyaan Hiraklius dengan jujur dan apa adanya. Adapun percakapan Hiraklius dengan Abu Sufyan itu secara ringkas sebagai berikut :
“Bagaimana nasabnya orang lelaki yang mengaku jadi Nabi itu di kalangan kamu ?”, tanya Hiraklius lewat jurubahasanya.
Jawab Abu Sufyan, “Dia adalah seorang yang bernasab (bangsawan) pada kami”.
“Apakah sebelumnya ada seseorang yang mengaku menjadi Nabi seperti itu ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak ada”.
“Apakah nenek moyangnya ada yang menjadi raja ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak ada”.
“Yang menjadi pengikutnya orang-orang yang mulia ataukah orang-orang yang lemah ?”. Jawab Abu Sufyan, “Kebanyakan mereka itu orang-orang yang lemah ?”.
“Apakah pengikutnya semakin bertambah ataukah berkurang ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak, bahkan bertambah-tambah”.
“Apakah ada orang yang sudah memeluk agamanya lalu keluar lagi karena benci kepada agamanya ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak ada”.
“Apakah kamu semua pernah menyangka dusta sebelum ia berkata sebagai yang ia katakan sekarang (mengaku sebagai Nabi) ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak”.
“Apakah dia pernah berkhianat ?”. Jawab Abu Sufyan, “Tidak, dan kami sekarang ini sedang dalam perjanjian damai dengan dia. Kami belum tahu, bagaimana yang diperbuatnya nanti”.
“Apakah kalian pernah memeranginya ?”. Jawab Abu Sufyan, “Ya”.
“Bagaimana keadaan kamu waktu berperang dengan dia ?”. Jawab Abu Sufyan, “Peperangan antara kami dengannya adalah silih-berganti, kadang-kadang dia kalah dan kadang-kadang kami yang kalah”.
“Apa yang ia serukan kepada kalian ?”. Jawab Abu Sufyan, “Sembah lah Allah Yang Maha Esa, dan jangan mempersekutukan kepada-Nya dengan sesuatu apapun juga. Tinggalkan apa yang dikatakan oleh orang-orang tua kalian dahulu. Dan dia memerintahkan kepada kami supaya mengerjakan shalat, berlaku jujur, memelihara diri dari perbuatan keji, menyambung persaudaraan”.
Demikianlah tanya-jawab antara Hiraklius dengan Abu Sufyan, kepala Quraisy yang masih musyrik itu. Selanjutnya Hiraklius menyuruh jurubahasanya supaya mengatakan kepada Abu Sufyan demikian, “Kami telah bertanya kepadamu dari hal nasab orang yang mengaku Nabi itu, lalu kamu jawab, bahwa dia orang yang bernasab (bangsawan) di kalanganmu.. Dan begitulah nasab para utusan dibangkitkan di tengah-tengah kaumnya.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah ada seorang yang selain dia diantaramu yang pernah berkata seperti yang dikatakannya (mengaku menjadi Nabi), kamu katakan tidak ada. Oleh sebab itu maka andaikata ada seorang sebelumnya diantaramu yang berkata seperti yang dikatakannya, niscaya kami berkata, bahwa dia itu seorang yang mengikut perkataan orang yang pernah datang sebelumnya.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah dia mempunyai nenek-moyang yang pernah menjadi raja, lalu engkau menjawab, tidak ada. Oleh karena itu maka kami berkata, bahwa andaikata dia itu nenek-moyangnya ada yang pernah menjadi raja, niscaya dia itu seorang yang mencari kerajaan dari nenek-moyangnya.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah kamu mempunyai sangkaan dusta kepadanya di masa dia belum mengatakan seperti yang dikatakannya sekarang (mengaku menjadi Nabi) ? Kamu menjawab, tidak. Dari itu kami mengerti, bahwa tidak mungkin dia itu tidak berberdusta kepada manusia, tetapi berdusta kepada Allah.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah orang-orang yang menjadi pengikutnya itu terdiri dari orang-orang yang mulia ataukah orang-orang yang lemah ? Kamu jawab bahwa orang-orang yang menjadi pengikutnya adalah orang-orang yang lemah. Dan begitulah pengikut para utusan Allah.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah para pengikutnya kian lama kian banyak dan bertambah atau berkurang ? Kamu jawab, para pengikutnya kian lama kian banyak dan terus bertambah. Demikian itulah urusan iman sehingga sempurna.
Kami telah bertanya kepadamu, apakah ada seseorang yang keluar sesudah menjadi pengikutnya lalu membenci kepada agamanya ? Kamu jawab tidak ada. Begitulah iman ketika masuk ke dalam jantung hati pengikutnya.
Kami telah bertanya kepadamu apakah dia itu pernah berkhianat ? Kamu jawab tidak pernah. Dan itulah memang para pesuruh Allah itu tidak ada yang berkhianat.
Kami telah bertanya kepadamu dengan apakah ia menyuruh kepada kalian ? Kamu menjawab, bahwa yang diperintahkan olehnya ialah : Sembah lah Allah Yang Maha Esa, jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan dia melarang menyembah berhala, memerintahkan orang supaya mengerjakan shalat, berlaku jujur, dan memelihara diri dari perbuatan keji, Jika yang kamu katakan itu benar, maka dia akan menguasai tempat berpijak ke dua kakiku ini”. Dan sesungguhnya saya telah mengerti bahwa Nabi yang terakhir telah dibangkitkan, akan tetapi saya tidak menyangka bahwa Nabi itu dari bangsamu (‘Arab Quraisy). Oleh sebab itu, maka andaikata saya dapat mengetahui jalan untuk datang kepadanya, niscaya saya berusaha untuk datang menemuinya, dan jika saya berada pada sisinya, sudah tentu saya akan membasuh telapak kakinya”.
Demikianlah percakapan yang berlangusng antara Hiraklius dengan Abu Sufyan.
Kemudian Hiraklius mememinta supaya surat dakwah yang dikirim oleh Nabi SAW yang dibawa Dihyah yang telah diterimanya itu, dibacakan lagi oleh jurubahasanya. Setelah surat itu dibacakan lagi, ramai dan gemuruhlah suara orang yang hadir dalam persidangan itu. Kemudian rombongan Abu Sufyan tersebut diperintahkan untuk melanjutkan perjalanan mereka ke Syam.
Sehubungan dengan peristiwa itu Abu Sufyan berkata kepada teman rombongannya :
لَقَدْ اَمِرَ اَمْرُ ابْنِ اَبِى كَبْشَةَ اَنَّهُ يَخَافُهُ مَلِكُ بَنِى اْلاَصْفَرِ، فَمَا زِلْتُ مُوْقِنًا اَنَّهُ سَيَظْهَرُ حَتَّى اَدْخَلَ اللهُ عَلَيَّ اْلاِسْلاَمَ. البخارى 1: 6
Sungguh menjadi besarlah urusan Ibnu Abi Kabsyah, karena raja Banu Ashfar (raja Romawi) itu takut kepadanya. Maka saya selalu yaqin bahwa sesungguhnya ia itu akan menang, sehingga Allah memasukkan Islam kepada saya. [HR. Bukhari, juz 1, hal. 6]
Kemudian Hiraklius menulis surat kepada temannya di Rumiyah dan ia adalah orang yang menyamai dalam bidang ilmu. Hiraklius lalu berangkat ke Himsha, dan ia tidak bermaksud ke Himsha sehingga datang surat kawannya yang menyetujui pendapat Hiraklius atas munculnya Nabi SAW dan sesungguhnya dia itu Nabi. Lalu Hiraklius memberi ijin kepada para pembesar Rumawi di istananya di Himsha, kemudian mengatur pintu-pintunya, lalu pintu-pintu itu ditutup dan diapun menampakkan diri seraya berkata, “Wahai orang-orang Rumawi, apakah kalian ingin berbahagia dan mendapat petunjuk serta tetap kerajaanmu, maka baiatlah Nabi ini (Muhammad)”. Maka mereka lari seperti larinya keledai liar ke pintu-pintu dan mereka dapati pintu-pintunya telah tertutup. Ketika Hiraklius melihat lari mereka dan putus asa dari iman, maka ia berkata, “Kembalikanlah mereka kepadaku”. Dan ia berkata, “Aku mengatakan perkataanku itu tadi untuk menguji kekokohan agamamu, dan saya telah melihatnya”. Lalu merekapun sujud dan senang kepadanya. Itulah akhir keadaan Hiraklius. [HR. Bukhari]

Sambutan Kisra Abrawaiz terhadap surat dakwah Nabi SAW
Setelah menerima surat dakwah Nabi SAW yang dibawa oleh shahabat ‘Abdullah bin Hudzafah As-Sahmiy, Kisra Abrawaiz raja Persia pada saat itu lalu membacanya. Ketika raja Persia itu baru membaca kalimat, “Dari Muhammad utusan Allah kepada Kisra pembesar negeri Persia”, lalu dia sangat marah karena namanya didahului oleh kalimat “Muhammad utusan Allah”, dan ia berteriak-teriak lalu merobek-robek surat dari Nabi itu dengan penuh kesombongan, padahal ia belum membaca seluruh isi surat tersebut.
Menurut riwayat, raja Persia tersebut lalu memerintahkan supaya pembawa surat dari Nabi itu diusir dari istananya. Kemudian ‘Abdullah bin Hudzafah diusir keluar dari istana Persia, dan ia segera meninggalkan tempat tersebut.
Peristiwa perbuatan Kisra yang begitu sombong itu oleh ‘Abdullah bin Hudzafah dilaporkan kepada Nabi SAW, dan setelah mendengar laporan itu beliau bersabda :
مَزَّقَ اللهُ مُلْكَهُ كُلَّ مُمَزَّقٍ. نور اليقين 180
Mudah-mudahan Allah juga merobek-robek kerajaannya. [Nuurul Yaqiin : 180]
Doa Nabi SAW itu dikabulkan oleh Allah, dan di kemudian hari kerajaan Persia dikoyak-koyak oleh perpecahan dan raja Persia tersebut dibunuh oleh anaknya sendiri yang bernama Syairuwaih.

Sambutan raja Najasyi terhadap surat Nabi SAW
Najasyi, raja Habsyi ketika menerima utusan Nabi SAW yang membawa surat dakwah beliau, menyambutnya dengan ramah dan sopan, karena raja Habsyi ini pernah menerima kedatangan kaum muslimin yang hijrah ke negerinya, yaitu pada tahun ke-5 dan tahun ke-7 dari kenabian.
Setelah selesai menyambut kedatangan pembawa surat Nabi SAW tersebut, lalu ia menulis surat jawaban kepada Nabi SAW :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
اِلَى مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، مِنَ النَّجَاشِيّ اْلاَصْحَمِ ابْنِ اَبْجَرَ.
سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا نَبِيَّ اللهِ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ. مِنَ اللهِ الَّذِى لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الَّذِى هَدَانِى اِلَى اْلاِسْلاَمِ. اَمَّا بَعْدُ: فَقَدْ بَلَغَنِى كِتَابُكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، فِيْمَا ذَكَرْتَ مِنْ اَمْرِ عِيْسَى فَوَرَبّ السَّمَاءِ وَ اْلاَرْضِ اِنَّ عِيْسَى مَا يَزِيْدُ عَلَى مَا ذَكَرْتَ ثُفْرُوْقًا، اِنَّهُ كَمَا قُلْتَ، وَ قَدْ عَرَفْنَا مَا بُعِثْتَ بِهِ اِلَيْنَا. وَ قَدْ قَرَيْنَا اِبْنَ عَمّكَ وَ اَصْحَابَهُ، فَاَشْهَدُ اَنَّكَ رَسُوْلُ اللهِ صَادِقًا مُصَدَّقًا، وَ قَدْ بَايَعْتُكَ وَ بَايَعْتُ ابْنَ عَمّكَ وَ اَصْحَابَهُ وَ اَسْلَمْتُ عَلَى يَدَيْهِ ِللهِ رَبّ اْلعَالَمِيْنَ. وَ قَدْ بَعَثْتُ اِلَيْكَ بِابْنِى اَرْهَا بْنِ اْلاَصْحَمِ بْنِ اَبْجَرَ، فَاِنّى لاَ اَمْلِكُ اِلاَّ نَفْسِى، وَ اِنْ شِئْتَ اَنْ اَتِيْكَ فَعَلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَاِنّى اَشْهَدُ اَنَّ مَا تَقُوْلُ حَقٌّ.وَ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ. منهاج الصالحين 762
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kepada Muhammad utusan Allah, dari An-Najasyi Al-Ashham bin Abjar.
Semoga keselamatan atas engkau, ya Nabiyyallah, dan demikian juga rahmat serta berkah-Nya. Dari Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, yang telah menunjukkan saya kepada Islam. Adapun sesudah itu, sungguh telah sampai kepada saya suratmu, ya Rasulullah, apa yang telah engkau sebutkan tentang urusan ‘Isa, maka demi Tuhan Pemelihara langit dan bumi, sesungguhnya ‘Isa itu tidak melebihi sedikitpun atas apa yang telah engkau sebutkan itu. Sesungguhnya dia seperti apa yang telah engkau katakan. Dan sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang engkau diutus kepada kami dengannya, dan sesungguhnya kami telah menyambut baik kedatangan anak pamanmu, dan juga kawan-kawannya. Saya bersaksi, bahwa sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang benar serta dibenarkan, dan sesungguhnya saya berbaiat kepada engkau dan saya pun telah berbaiat kepada anak laki-laki pamanmu dan kawan-kawannya, dan saya telah mengikut Islam di hadapannya karena Allah Tuhan semesta alam. Dan sesungguhnya saya telah mengutus anak saya laki-laki bernama Arhaa bin Ashham bin Abjar kepada engkau, karena sesungguhnya saya ini tidak mempunyai apa-apa melainkan diri saya sendiri. Dan jika engkau menghendaki agar saya datang menghadapmu saya pun akan mengerjakan, ya Rasulullah, karena sesungguhnya saya bersaksi bahwasanya apa yang engkau katakan adalah benar.
Semoga keselamatan atas engkau, ya Rasulullah. [Minhajus Shaalihiin : 762]
Demikianlah surat jawaban raja Najasyi kepada Nabi SAW yang dibawa oleh shahabat ‘Amr bin Umayyah Adl-Dlamriy, kemudian surat jawaban itu disampaikan kepada Nabi SAW.

Bersambung.......


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 22, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak