Ahad,
02 Agustus 1998/09 Rabi'uts Tsani 1419 Brosur No. :
942/982/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-48)
Kemudian
Nabi SAW bertempat tinggal di rumah shahabat Abu Ayyub RA, seorang shahabat
keluarga Bani Najjar dan golongan Khajraj yang nama aslinya ialah Khalid bin
Zaid. Semula Nabi SAW tinggal di bagian bawah, sedang Abu Ayyub di bagian atas.
Kemudian oleh Abu Ayyub, Nabi SAW dimohon untuk tinggal di bagian atas, dan Abu
Ayyub beserta keluarganya di bagian bawah. Namun pada waktu itu beliau belum
berkenan pindah di bagian atas, dan beliau mempersilakan Abu Ayyub supaya tetap
tinggal di bagian atas. Namun Abu Ayyub masih juga merasa kurang enak, karena
merasa kurang sopan lagi pula dikhawatirkan tempat Nabi SAW bisa terkena tetesan
air dari atas, sehingga waktu itu Abu Ayyub tidak berani menaruh air di atas.
Oleh sebab itu, tidak henti-hentinya Abu Ayyub memohon kepada Nabi SAW supaya
beliau mau pindah ke bagian atas, sehingga akhirnya beliau pun pindah di bagian
atas, dan Abu Ayyub pindah di bagian bawah.
Dan
setiap hari Nabi SAW dikirim makanan oleh Abu Ayyub, Sa'ad bin 'Ubadah, As'ad
bin Zurarah dll. Abu Ayyub dan istrinya sesudah memasak makanan tiap pagi dan
petang lebih dahulu menyajikannya kepada Nabi SAW, baru yang selebihnya
diambilnya dan dimakannya bersama keluarganya. Demikianlah pelayanan Abu Ayyub
dan keluarganya kepada Nabi SAW.
Diriwayatkan
bahwa pada suatu hari Ummu Ayyub memasak makanan yang bercampur bawang. Maka
setelah makanan itu selesai dimasaknya, sebagaimana biasa sebelum dimakan oleh
keluarganya, disajikan lebih dahulu kepada Nabi SAW. Oleh karena makanan itu
berbau bawang, maka beliau tidak memakannya. Ketika Abu Ayyub datang akan
mengambil kelebihan makanan itu, dia terperanjat melihat bahwa makanan itu tidak
tampak tanda-tanda dimakan oleh Nabi SAW. Abu Ayyub lalu bertaya : "Ya
Rasulullah, mengapa pada makanan ini tidak ada bekas dari tangan tuan ? Padahal
biasanya yang kami makan itu makanan yang sudah berbekas tangan
tuan".
Nabi
SAW bersabda :
اِنِّى
وَجَدْتُ فِيْهِ رِيْحَ هذِهِ الشَّجَرَةِ، وَ اَنَا رَجُلٌ اُنَاجِى. وَ اَمَّا
اَنْتُمْ فَكُلُوْهُ
Sesungguhnya
saya mendapati pada makanan itu bau pohon (bawang) padahal saya seorang yang
memuja kepada Allah, adapun kamu semua, makanlah dia.
Kemudian
makanan itu diambil dan dimakan oleh Abu Ayyub sekeluarga, dan sejak itu Ummu
Ayyub tidak pernah lagi memasak makanan untuk Nabi SAW yang bercampur dengan
bawang merah ataupun bawang putih.
6.
Nabi SAW Mendirikan Masjid di Madinah.
Sejak
beliau datang di Madinah sampai mendirikan masjid dan rumah sendiri, Nabi SAW
bertempat tinggal di rumah shahabat Abu Ayyub RA. Pada saat akan mendirikan
masjid, beliau mengumpulkan keluarga dari bani Najjar. Setelah mereka berkumpul
beliau bersabda kepada para ketua mereka : "Hai sekalian bani Najjar,
hendaklah kamu sekalian menyebutkan harga sebenarnya dari kebun-kebunmu
kepadaku, karena aku akan membeli kebun-kebun itu".
Mereka
menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun itu,
kecuali kepada Allah belaka".
Nabi
SAW sebenarnya meminta kepada mereka, sekalipun dengan harga yang rendah,
kebun-kebun dan tanah-tanah tersebut supaya diberi harga, termasuk tempat yang
dipergunakan untuk mengeringkan kurma milik kedua anak yatim yang bernama Sahal
dan Suhail, yang keduanya dalam pemeliharaan Mu'adz bin 'Afra', tetapi mereka
tetap menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun
itu, kecuali kepada Allah belaka".
Adapun
tanah yang hendak ditempati untuk mendirikan masjid itu sebagiannya adalah kebun
kepunyaan As'ad bin Zurarah, sebagian tanah kepunyaan kedua anak yatim tersebut
dan sebagian tanah kuburan kaum musyrikin yang telah rusak. Dan tanah kepunyaan
kedua anak yatim itu dibeli oleh Nabi SAW dengan harga sepuluh dinar, dan
shahabat Abu Bakar RA yang membayarnya. Adapun tanah kuburan lama serta tanah
kepunyaan As'ad bin Zurarah hanya diserahkan dengan sukarela kepada Nabi SAW.
Kemudian tanah-tanah itu diperbaiki bersama-sama oleh sekalian shahabat
Muhajirin dan Anshar, pohon-pohonnya ditebang, kuburannya dibongkar dan
dibersihkan, lalu semuanya diratakan, kemudian mereka bekerja bersama-sama
mendirikan masjid. Dalam hal ini Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik RA
sebagai berikut :
Kemudian
beliau menyuruh untuk mendirikan masjid. (Anas) berkata : Lalu beliau menyuruh
(seseorang) kepada ketua-ketua Bani Najjar, maka mereka sama datang. Rasulullah
SAW bersabda : "Hai Banu Najjar, juallah kebun kalian ini kepadaku". Mereka
menjawab : "Tidak, demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada
Allah". (Anas) berkata : "Di kebun itu ada apa-apa yang saya katakan : ada
pohon-pohon kurma, kuburan-kuburan orang-orang musyrik dan reruntuhan.
LaluRasulullah SAW memerintahkan supaya pohon-pohon kurma itu ditebang. Mengenai
kubur-kubur orang musyrik itu supaya digali, dan tentang reruntuhan supaya
diratakan". (Anas) berkata : "Lalu mereka (para shahabat) menata pohon-pohon
kurma di arah qiblat, dan mereka menata batu-batu di kira dan kakan pintu.
(Anas) berkata : "Mereka sama melantunkan sajak, sedang Rasulullah SAW ikut
serta bersama mereka. Mereka mengucapkan Alloohumma innahu laa khoiro illa
khairul aakhiroh, fanshuril anshooro wal muhaajiroh (Ya Allah, sesungguhnya
tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka tolonglah orang-orang Anshar
dan orang-orang Muhajirin).
[HR. Muslim juz I, hal 373-374]
Dan
sambil mengangkat batu, beliau berpantun :
هذَا
اْلحِمَالُ لاَ حِمَالَ خَيْبَرَ، هذَا اَبَرُّ رَبَّنَا وَ اَطْهَرُ
اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ
اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلاَنْصَارَ وَ اْلمُهَاجِرَةِ
Bawaan
ini bukan barang bawaan ke negeri Khaibar,
tetapi
ini lebih baik dan lebih bersih wahai Tuhanku,
Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali
kebaikan akhirat,
maka kasihanilah orang-orang Anshar
dan orang-orang Muhajirin.
Dalam
riwayat lain :
اَللّهُمَّ
اِنَّ اْلاَجْرَ اَجْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ
اْلمُهَاجِرَةِ.
وَ عَافِهِمْ مِنْ حَرِّ نَارٍ سَاعِرَةٍ،
فَاِنَّهَا لِكَافِرٍ وَ كَافِرَةٍ
Ya
Allah, sesungguhnya pahala itu ialah pahala akhirat,
maka
ampunilah shahabat Anshar dan Muhajirin.
Dan lepaskanlah mereka dari panasnya
neraka yang menyala-nyala,
karena sesungguhnya itu untuk orang
kafir laki-laki dan perempuan.
Diriwayatkan,
bahwa para shahabat yang ikut bekerja bila mereka mendengar ucapan-ucapan sajak
yang diucapkan oleh Nabi SAW seperti itu,mereka lalu menjawab dengan sajak pula,
yang bunyinya :
لَئِنْ
قَعَدْنَا وَ النَّبِيُّ يَعْمَلْ، لَذَاكَ مِنَّا اْلعَمَلُ
اْلمُضَلَّلْ
Sesungguhnya
jika kami duduk (tidak ikut bekerja), padahal Nabi bekerja,sungguh yang demikian
itu perbuatan yang tersesat dari kami.
Dan
diriwayatkan juga shahabat Muhajirin dan Anshar sama bersya'ir
:
اَللّهُمَّ
لاَ عَيْشَ اِلاَّ عَيْشُ اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَ
اْلاَنَاصِيْرَةَ
Ya
Allah, tidak ada kehidupan melainkan kehidupan di akhirat,maka kasihanilah kaum
Muhajirin dan Anshar.
Ada
pula yang bunyinya
اَللّهُمَّ
لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ
اْلمُهَاجِرَةِ
Ya
Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan akhirat,
maka
ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.
Demikianlah
seterusnya, syair-syair itu diucapkan bersama-sama oleh Nabi SAW dan sekalian
kaum Muslimin sambil mengangkat, meletakkan, menyusun dan menyisipkan batu, dan
lain-lainnya.
Beberapa
hari kemudian masjid itu selesai didirikan dengan sederhana. Pagarnya dari
batu-batu dan tanah, tiang-tiangnya dari batang-batang pohon kurma, atapnya dari
pelepah-pelepah kurma, halamannya ditutup dengan batu-batu kecil, tingginya
dibuat setinggi tegak manusia lebih sedikit, qiblatnya menghadap Baitul Maqdis
(sebab waktu itu perintah supaya menghadap Baitul Haram belum diturunkan),
pintunya ada tiga buah, panjangnya ada tujuh puluh hasta dan lebarnya ada enam
puluh hasta. Di sisi Masjid itu didirikan dua kamar untuk tempat tinggal
keluarga Nabi SAW, sebuah untuk Saudah, dan lainnya untuk
'Aisyah.
Setelah
masjid itu selesai didirikan maka Nabi SAW pindah dari rumah Abu Ayyub ke rumah
yang didirikan di sebelah masjid itu.
7.
Pergantian Iklim Kota Yatsrib (Madinah)
Sebabnya
kota tersebut dinamakan Yatsrib ialah karena adanya seorang keturunan raja 'Arab
'Amaliqah yang bernama Yatsrib bin Mahla'il, yang waktu itu berkuasa di sana.
Kemudian lama-kelamaan mereka dikalahkan oleh bangsa Israil yaitu kaum Yahudi
yang melarikan diri karena diserang dan dikejar-kejar oleh orang-orang Babylon,
orang-orang Yunani dan orang-orang Roma. Dan singkatnya, kota Yatsrib lalu
dikuasai oleh mereka kaum Yahudi. Demikian menurut keterangan Ibnu
Khaldun.
Setelah
Nabi SAW hijrah ke kota itu, maka kota Yatsrib oleh Nabi SAW namanya diganti
dengan nama "Madinah".
Dan
diriwayatkan bahwa waktu itu kota Madinah adalah suatu kota yang iklimnya sangat
panas, dan panasnya melebihi panasnya kota Makkah. Oleh sebab itu orang-orang
Muhajirin karena mengalami pergantian iklim disebabkan pindah di tempat yang
baru, sudah barang tentu diantara mereka banyak yang merasa tidak tahan sehingga
jatuh sakit. Pada saat itu Abu Bakar, Bilal dan 'Amir bin Fuhairah juga
mengalami sakit panas. Diriwayatkan bahwa shahabat Abu Bakar ketika menderita
sakit panas, mengeluh sambil mengucapkan :
كُلُّ
امْرِىءٍ مُصَبَّحٌ فِى اَهْلِهِ، وَ اْلمَوْتُ اَدْنَى مِنْ شِرَاكِ
نَعْلِهِ
Setiap
orang berpagi pada keluarganya, sedang mati itu lebih dekat daripada tali
sandalnya.
Dan
shahabat Bilal ketika menderita sakit panas ia tetap diam, tidak berkata
apa-apa, tetapi bilamana penyakitnya hilang, ia menangis dengan suara keras
samibl mengucapkan :
اَلاَ
لَيْتَ شِعْرِى هَلْ اَبِيْتَنَّ لَيْلَةً، بِوَادٍ وَ حَوْلِى اِذْخِرٌ وَ
جَلِيْلُ.
وَ هَلْ اَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ
مَجِنَّةٍ، وَ هَلْ يَـبْدُوْنَ لِى شَامَةٌ وَ طَفِيْلُ
Apakah
kiranya aku dapat berjalan malam hari, di lembah yang di sekelilingku ada
pohon-pohon idzkir dan jalil ? Dan apakah aku pada suatu hari dapat sampai ke
tempat air Majinnah, dan apakah dapat kelihatan olehku gunung Syamah dan gungung
Thafil ?.
[Pohon idzkir dan Jalil adalah keduanya itu merupakan pohon-pohon yang ada di
kota Makkah. Adapun Syamah dan Thafil itu nama dua buah gunung di dekat kota
Makkah].
Lalu
Bilal berkata :
اَللّهُمَّ
اْلعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ عُتْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ اُمَيَّةَ بْنَ
خَلَفٍ كَمَا اَخْرَجُوْنَا مِنْ اَرْضِنَا اِلَى اَرْضِ اْلوَبَاءِ.
Ya
Allah, kutuklah Syalbah, 'Utbah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana
mereka telah mengusir kami dari tanah air kami ke tanah yang berpenyakit
ini.
Sedang
shahabat 'Amir bin Fuhairah RA ketika menderita sakit panas, mengeluh sambil
bersyair sebagai berikut :
لَقَدْ
وَجَدْتُ اْلمَوْتَ قَبْلَ ذَوْقِهِ، اِنَّ اْلجَبَّانَ حَتْفُهُ مِنْ
فَوْقِهِ،
كُلُّ امْرِئٍ مُجَاهِدٌ بِطَوْقِهِ،
كَالثَّوْرِ يَحْمِى جِلْدَهُ بِرَوْقِهِ.
Sungguh
aku mendapati mati sebelum merasakannya : "Sesungguhnya penakut itu matinya
dari atasnya. Tiap-tiap orang itu berjuang dengan kekuatannya, seperti sapi
memanaskan kulitnya dengan tanduknya".
Demikianlah
keadaan kaum Muhajirin ketika menderita sakit panas. Oleh sebab itu maka Nabi
SAW memohon kepada Tuhan :
اَللّهُمَّ
حَبِّبْ اِلَيْنَا اْلمَدِيْنَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ اَوْ اَشَدَّ. اَللّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِنَا وَ فِى مُدِّنَا وَ صَحِّحْهَا لَنَا وَ انْقُلْ
حُمَّاهَا اِلَى اْلجُحْفَةِ.
Ya
Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami seperti cinta kami kepada kota
Makkah atau lebih cinta lagi. Ya Allah, Berilah berkah kepada sha' kami dan mud
kami, dan sehatkanlah kota Madinah ini untuk kami dan pindahkanlah panasnya ke
Juhfah.
Kemudian
doa Nabi SAW itu segera dikabulkan oleh Allah.
8.
Membina Persaudaraan Kaum Muslimin di Madinah
Setelah
kurang lebih lima bulan lamanya Nabi SAW berdiam di kota Madinah, untuk
mengekalkan persaudaan antara kaum Muhajirin dan Anshar atau sesama kaum
Muslimin, maka beliau mengumpulkan mereka, lalu beliau bersabda
:
تَآخَوْا
فِى اللهِ اَخَوَيْنِ اَخَوَيْنِ
Hendaklah
kamu sekalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang.
Jadi
yang dimaksudkan oleh Nabi SAW ialah persaudaraan di dalam agama Allah. Kemudian
beliau bersabda lagi :
حَمْزَةُ
بْنُ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ اَسَدُ اللهِ وَ اَسَدُ رَسُوْلِهِ، وَ زَيْدُ بْنُ
حَارِثَةَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَخَوَيْنِ.
Hamzah
bin 'Abdul Muththalib singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid
bin Haritsah bekas budak Rasulullah.
Dan
demikianlah Nabi SAW lalu menyebut nama-nama shahabat-shahabatnya dari golongan
Muhajirin dan Anshar supaya setiap dua orang bersaudara, seorang dari Muhajirin
dan seorang dari Anshar. Pada saat itu yang diperintahkan bersaudara ada seratus
orang, 50 orang Muhajirin dan 50 orang dari Anshar.
Diantara
seratus orang tersebut antara lain :
Ja'far
bin Abu Thalib (Mh) dengan Mu'adz bin Jabal (An),
Abu
Bakar Ash-Shiddiq (Mh) dengan Kharijah bin Zuhair (An),
'Umar
bin Khaththab (Mh) dengan 'Itbah bin Malik (An),
'Amir
bin 'Abdullah (Mh)dengan Sa'ad bin Mu'adz (An),
'Abdurrahman
bin 'Auf (Mh), dengan Sa'ad bin Robi' (An),
Zubair
bin Awwam (Mh), dengan Salamah bin Salamah (An),
'Utsman
bin 'Affan (Mh) dengan Aus bin Tsabit (An),
Thalhah
bin 'Ubaidillah (Mh) dengan Ka'ab bin Malik (An),
Sa'ad
bin Zaid (Mh) dengan Ubayy bin Ka'ab (An),
Mush'ab
bin 'Umair (Mh) dengan Khalid bin Zaid (An),
Abu
Hudzaifah bin 'Utbah (Mh) dengan 'Abbaad bin Bisyr (An),
'Ammar
bin Yasir (Mh) dengan Hudzaifah bin Al-Yamani (An),
Abu
Dzarr Al-Ghifariy (Mh) dengan Mundzir bin 'Amr (An)
Bilal
bin Rabbah (Mh) dengan Abu Ruwaihah (An),
Salman
Al-Farisiy (Mh) dengan Abud Darda' (An).
Inilah
sebagian dari nama-nama shahabat Muhajirin dan Anshar yang tercatat dalam kitab
Sirah Ibnu Hisyam, yang dijadikan bersaudara seorang dengan yang lainnya di
dalam agama Allah oleh Nabi SAW. Adapun maksud Nabi SAW mengadakan persaudaraan
itu :
pertama, untuk melenyapkan rasa asing pada diri
shahabat-shahabat Muhajirin di kota Madinah.
kedua, untuk menumbuhkan rasa persaudaraan antara
satu dengan yang lain di dalam agama Allah, yaitu bahwa "semua orang Islam
itu bersaudara", dan
ketiga, agar satu dengan yang lain saling
tolong-menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang
kekurangan dan sebagainya.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak