Ahad,
02 April 2000/27 Dzulhijjah 1420
Brosur no. :
1028/1068/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-76)
Nabi SAW dan
tentara muslimin berangkat dari Madinah berjalan menuju ke tempat yang diduduki
oleh tentara musyrikin. Pada malam hari (malam Sabtu 11 Syawal 3 H) sampailah
perjalanan beliau di suatu dusun yang bernama Syaikhain. Maka di sinilah Nabi
SAW beserta tentaranya berhenti. Kemudian beliau memeriksa tentaranya. Diantara
mereka yang belum dewasa disuruh kembali ke Madinah, atau tidak diperkenankan
ikut berperang. Diantara yang disuruh kembali ialah ‘Abdullah bin ‘Umar, Zaid
bin Tsabit, Usamah bin Zaid, Baraa’ bin ‘Azib, Usaid bin Dhuhair, ‘Arabah bin
Aus, Abu Sa’id Al-Khudriy. Namun ada dua orang dari mereka sekalipun belum
dewasa, tetapi karena mempunyi kepandaian yang sangat berguna bagi peperangan,
maka diijinkan ikut menjadi tentara, yaitu shahabat Rafi’ bin Khadij dan Samurah
bin Jundab. Rafi’ pandai memanah dan Samurah mahir bergulat. Dan di tempat
tersebut Nabi SAW beserta tentara muslimin bersama-sama mengerjakan shalat Maghrib dan ‘Isya’ lalu
bermalam. Nabi SAW tidur dengan disertai oleh shahabat Dzakwan bin ‘Abdi Qais,
dan di sekelilingnya dijaga oleh 50 orang tentara dengan senjata
lengkap.
Kemudian
pagi harinya Nabi SAW melanjutkan perjalanan bersama tentara muslimin. Tiba-tiba
di tengah jalan beliau bertemu dengan segolongan orang-orang yang belum dikenal,
yang mereka masing-masing bersenjata. Beliau lalu bertanya kepada tentara yang
ada di belakangnya, “Siapakah mereka itu ?”.
Seorang
shahabat menjawab, “Mereka itu golongan kaum Yahudi komplotan Abdullah bin
Ubay”.
Beliau
bertanya pula, “Adakah mereka telah ikut Islam ?”. Seorang shahabat tadi
menjawab, “Tidak, ya Rasulullah !”. Beliau bersabda
:
اِنَّا
لاَ نَنْتَصِرُ بِاَهْلِ اْلكُفْرِ عَلَى اَهْلِ الشّرْكِ
Sesungguhnya
kita tidak akan minta tolong pada orang kafir untuk mengalahkan orang
musyrik.
Memang mereka itu
akan membantu tentara muslimin, tetapi beliau sebagai seorang pemimpin yang
bijaksana, menolak bantuan mereka, karena mereka itu orang-orang kafir. Akhirnya
mereka kembali, dan beliau beserta tentaranya melanjutkan perjalanan. Kemudian
setelah perjalan sampai di suatu tempat (dusun) yang bernama Syauth, tiba-tiba
‘Abdullah bin Ubay bersama kawan-kawannya sebanyak 300 orang kembali ke Madinah.
Dengan adanya kejadian ini, maka makin nyatalah kemunafiqan ‘Abdullah bin Ubay
beserta pengikutnya.
Ketika
itu ‘Abdullah bin Ubay berkata :
اََطَاعَهُمْ
وَ عَصَانِى مَا نَدْرِى عَلاَمَ نَقْتَلُ اَنْفُسَنَا ههُنَا اَيُّهَا النَّاسُ.
ابن هشام 4 : 10
Muhammad
sudah tidak mau mengikut pendapatku, tetapi dia mengikut pendapat anak-anak dan
orang-orang muda sekarang, dan kita tidak tahu untuk apa kita membinasakan diri
kita di sini wahai kawan-kawan.
[Ibnu Hisyam 4 : 10]
Menurut
riwayat, bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubay serta pengikutnya kembali, ‘Abdullah
bin ‘Amr bin Hiram (ayah shahabat Jabir) mengikuti untuk menasehatinya. Karena
dia ini termasuk dari golongan Khazraj, maka dia memperingatkan kepada mereka
yang kembali, “Hai kaumku ! ingatlah kamu kepada Allah, dan takutlah
kepada-Nya. Apakah kamu hendak merendahkan kepada kaummu dan Nabimu
?”.
Mereka
menyahut, “Jika kami mengerti akan berperang, niscaya kami mengikut kamu,
(tetapi ini tidak terjadi perang)”.
‘Abullah
bin ‘Amr berkata, “Mudah-mudahan Allah membinasakan kamu, dan mudah-mudahan
Allah memberi kekayaan kepada Nabi-Nya dari kelakuanmu yang keji
itu”.
Sehingga waktu itu
tentara muslimin tinggal 700 orang, dan dari tentara muslimin itu lalu timbul
sedikit perselisihan. Perselisihan terjadi diantara golongan Anshar Banu
Haritsah (Khazraj), dan golongan Anshar Banu Salamah (Aus). Adapun yang
diperselisihkan ialah tentang ‘Abdullah bin Ubay serta pengikut-pengikutnya.
Dari golongan Banu Khazraj berpendapat, bahwa ‘Abdullah bin Ubay itu lebih baik
diperangi dahulu. Tetapi dari golongan Banu Aus berpendapat, bahwa mereka itu
lebih baik dibiarkan saja.
Maka
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW :
فَمَا
لَكُمْ فِى اْلمُنفِقِيْنَ فِئَتَيْنِ، وَ اللهُ اَرْكَسَهُمْ بِمَا كَسَبُوْا، اَ
تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَهْدُوْا مَنْ اَضَلَّ اللهُ. وَ مَنْ يُّضْلِلِ اللهُ فَلَنْ
تَجِدَ لَه سَبِيْلاً. النساء:88
Maka
mengapa bagi kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang
munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan
usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang
yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu
tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.
[QS. An-Nisaa’ : 88]
Ketika itu Nabi SAW lalu bersabda
:
اِنَّهَا
طَيِّبَةٌ تَنْفِى اْلخَبَثَ كَمَا تَنْفِى النَّارُ خَبَثَ اْلفِضَّةِ. متفق
عليه
Sesungguhnya
kejadian ini ada baiknya, bisa memusnahkan kejelekan sebagaimana api
menghilangkan karat perak. [HR. Muttafaq ‘alaih]
Demikian sikap
Nabi terhadap orang-orang munafik, mereka itu dianggap sebagai kotoran, maka
kotoran itu lebih baik lenyap dari pada bercampur dengan
kebersihan.
6.
Tentara Muslimin tiba di Uhud
Lalu
Nabi SAW beserta tentara muslimin melanjutkan perjalan menuju Uhud, dan ketika
itu golongan kaum Muslimin yang berselisih tadi sudah dapat dipersatukan
kembali. Api perselisihan musnah karena masing-masing dipelihara oleh Allah
SWT.
Kemudian
di tengah perjalanan, sebagian dari shahabat-shahabat Anshar berkata kepada
Nabi,
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اَلاَ نَسْتَعِيْنُ بِحُلَفَائِنَا مِنَ اْليَهُوْدِ ؟ ابن هشام 4
: 10
Ya
Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita minta bantuan kepada kaum Yahudi yang
punya perjanjian dengan kita ?.
Shahabat-shahabat
Anshar berkata demikian karena sebelumnya tidak mendengar sabda Nabi SAW bahwa
beliau tidak akan minta pertolongan atau bantuan kepada kaum kafir untuk
mengalahkan kaum musyrikin. Oleh sebab itu Nabi SAW lalu menjawab
:
لاَ
حَاجَةَ لَنَا فِيْهِمْ
Tidak
ada keperluan kita pada (bantuan) mereka.
Selanjutnya Nabi
SAW minta ditunjukkan suatu jalan yang sekiranya tidak dilalui oleh tentara
musyrikin. Ketika itu shahabat Abu Khaitsamah lalu menunjukkan jalan yang dekat
yang dikehendaki oleh Nabi SAW. Kemudian setelah perjalanan dilanjutkan,
tiba-tiba berjalan di suatu jalan kecil kepunyaan seorang bernama Mirba’ bin
Qaidhiy, yang buta matanya.
Nabi
SAW ketika berjalan di muka rumah orang itu tiba-tiba orang tua yang buta
matanya tadi menaburkan debu ke arah muka Nabi sambil berkata, “Kalau engkau
itu pesuruh Allah, maka aku tidak menghalalkan (memperkenankan) kepadamu
berjalan di jalanku ini)”.
Di lain riwayat
diterangkan : Kemudian Nabi bersama tentara muslimin melintasi tanah-tanah
berbatu hitam Banu Haritsah. Ketika itu
beliau bersabda, “Siapakah diantara kamu yang dapat membawa kami ke
jalan yang lebih dekat”. Maka Abu Khaitsamah menjawab, “Saya, ya
Rasulullah”. Nabi SAW lalu mengikut dan terus berjalan melintasi tanah-tanah
harrah (berbatu hitam). Setelah perjalanan sampai di satu kebun kepunyaan Mirba’
bin Qaidhiy, Mirba’ mendengar kedatangan beliau dengan para shahabat di tempat
itu, dan ia pun terus berdiri di tengah jalan sambil menggenggam tanah lalu
melemparkan-nya ke muka beliau dan tentara muslimin seraya berkata, “Jika
betul engkau itu pesuruh Allah, saya tidak menghalalkan bagimu untuk masuk
menginjak pagar kebun saya ini”. Menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam
: Mirba’ ketika itu lalu mengambil segenggam tanah lantas berkata, “Demi
Allah, jika saya mengetahui bahwa tanah yang saya genggam ini tidak akan
mengenai selain darimu, Muhammad, niscaya saya lemparkan ke
mukamu”.
Ketika
itu dengan cepat shahabat Sa’ad bin Zaid memukul kepalanya dengan busur panah
sehingga terluka, dan shahabat-shahabat lainnya hendak membunuhnya, tetapi oleh
Nabi SAW dicegahnya. Nabi bersabda :
لاَ
تَقْتُلُوْهُ. فَهذَا اْلاَعْمَى، اَعْمَى اْلقَلْبِ . اَعْمَى اْلبَصَرِ.
Janganlah
kamu membunuhnya, karena orang itu buta hatinya dan buta pula
matanya.
[Ibnu Hisyam 4 : 11]
Perjalanan
dilanjutkan, akhirnya sampailah tentara muslimin yang sebanyak 700 orang
tersebut pada suatu tempat di bawah kaki gunung Uhud. Di sinilah Nabi SAW
beserta tentaranya berhenti, karena telah melihat, bahwa tentara musuh sudah
beramai-ramai, bertepuk tangan menduduki tempat-tempat dekat gunung
Uhud.
Oleh
karena tentara muslimin sebanyak 700 orang tadi pada waktu itu menghadapi musuh
lipat empat kali lebih, dan sebagian besar dari mereka sangat kurang
kepandaiannya dalam urusan berperang, sedang musuh yang dihadapi kecuali lipat
empat kali lebih, dan bersenjata lengkap, alat-alat peperangan serba cukup dan
orang-orangnya sebagian besar sudah berpengalaman perang. Oleh sebab itu, Nabi
SAW lalu mengumpulkan tentaranya, mengambil tempat membelakangi bukit-bukit Uhud
yang rasanya baik untuk perlindungan barisan tentaranya. Tetapi karena
tempat-tempat yang lain sudah kedahuluan menjadi tempat tentara musuh, maka
tempat-tempat yang diambil oleh Nabi SAW adalah tempat yang di belakangnya ada
suatu jalan yang terbuka, dan jalan itu dapat dipergunakan oleh musuh untuk
menyerang tentara muslimin dari arah belakang. Sekalipun demikian, beliau
sebagai komandan perang yang bijaksana, maka tempat-tempat tadi lalu dipergukan
untuk tentaranya yang pandai memanah sebanyak lima puluh orang dengan dikepalai
oleh ‘Abdullah bin Jubair.
Pada
saat itu barisan tentara musyrikin sudah teratur rapi di kaki gunung Uhud, sayap
kanan barisan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid, dan sayap kiri barisan
berkuda dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl, dan barisan tengah dipimpin oleh
Shafwan bin Umayyah, bendera mereka dipegang oleh Abu
Thalhah.
Nabi
SAW lalu mengatur barisan tentaranya di tempat tersebut, sayap kanan diserahkan
kepada Zubair bin ‘Awwam, sayap kiri diserahkan kepada Mundzir bin ‘Amr. Bendera
Islam dipegang oleh Mush’ab bin ‘Umair. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada
pemanah-pemanahnya :
اِحْمُوا
لَنَا ظُهُوْرَنَا فَاِنَّا نَخَافُ اَنْ يَجِيْئُوْنَا مِنْ وَرَاءِنَا. وَ
اَلْزِمُوْا مَكَانَكُمْ. لاَ تَبْرَحُوْا مِنْهُ. وَ اِنْ رَأَيْتُمُوْنَا
نَهْزَمُهُمْ حَتَّى نَدْخُلَ فِى عَسْكَرِهِمْ فَلاَ تُفَارِقُوْا مَكَانَكُمْ. وَ
اِنْ رَأَيْتُمُوْنَا نُقْتَلُ فَلاَ تُعِيْنُوْنَا وَ لاَ تَدْفَعُوْا عَنَّا. وَ
اِنَّمَا عَلَيْكُمْ اَنْ تَرْشُقُوْا خَيْلَهُمْ بِالنَّبْلِ. فَاِنَّ اْلخَيْلَ
لاَ تُقْدِمُ عَلَى النَّبْلِ. اِنَّا لَنْ نَزَالَ غَالِبِيْنَ مَا مَكَثْتُمْ
مَكَانَكُمْ. اِنْضَحُوْا عَنَّا بِالنَّبْلِ. لاَ يَأْتُوْنَا مِنْ وَرَاءِنَا. وَ
لاَ تَبْرَحُوْا عَلَيْنَا. غُلِبْنَا اَوْ نُصِرْنَا.
Jagalah kami
sebelah belakang ini, maka sesungguhnya kami kuatir, kalau mereka datang
menyerang dari arah belakang ini, dan tetaplah kamu sekalian di tempat kalian
masing-masing dan janganlah kalian meninggalkannya. Jikalau kalian melihat kami
menyerang mereka sehingga masuk dalam barisan tentara mereka, maka janganlah
kamu sekalian meninggalkan dari tempatmu masing-masing. Jikalau kalian melihat
kami terbunuh, maka jangan kalian menolong kami dan janganlah kalian datang
membantu kami. Tugasmu hanyalah memanah kuda-kuda mereka, karena kuda itu tidak
akan dapat maju kalau dihujani panah. Sesungguhnya kita senantiasa menang,
selama kamu sekalian tetap bertempat di tempat kalian masing-masing. Hendaklah
kamu sekalian menolak musuh dengan panah, agar supaya mereka tidak dapat datang
dari belakang kita, dan jangan pula kamu tinggalkan tempat itu baik kita kalah
ataupun menang.
Selanjutnya
Nabi SAW lalu bersabda kepada shahabat ‘Abdullah bin Jubair, yang beliau ini
sebagai kepala pasukan pemanah, sabdanya :
اِنْضَحِ
اْلخَيْلَ عَنَّا بِالنَّبْلِ يَأْتُوْنَا مِنْ خَلْفِنَا اِنْ كَانَتْ لَنَا اَوْ
عَلَيْنَا، فَاثْبُتْ مَكَانَكَ لاَ نُؤْتَيَنَّ مِنْ قِبَلِكَ. ابن هشام 4 :
12
Tolaklah
pasukan kuda musuh itu dengan panahmu, jangan sampai mereka datang menyerang
kita dari belakang, dan tetaplah kamu pada tempatmu, meskipun kita menang atau
kalah !.
Lalu Nabi SAW
bersabda kepada tentara muslimin :
لاَ
يُقَاتِلَنَّ اَحَدٌ مِنْكُمْ حَتَّى نَأْمُرَهُ بِاْلقِتَالِ. ابن هشام 4 :
11
Janganlah
seseorangpun dari kalian menyerang sehingga kami perintahkan untuk perang
!.
7. Nabi SAW
memberikan pedang kepada Abu Dujanah.
Setelah
kedua pasukan saling berhadapan, tentara musyrikin menunjukkan kekuatannya,
kegagahannya dan kecakapannya kepada tentara muslimin, maka Nabi SAW
mengeluarkan pedang dari sarungnya, lalu bersabda : مَنْ
يَأْخُذُ هذَا السَّيْفَ بِحَقّهِ ؟
Siapa
yang akan memegang pedang ini dengan haknya ?.
Pada saat itu
banyak dari shahabat-shahabat beliau yang ingin memegang pedang tadi, tetapi
oleh beliau tidak diperkenankan. Diantara mereka yang meminta ialah shahabat
Umar, Ali, Zubair dan lain-lainnya. Bahkan Zubair meminta sampai tiga kali.
Kemudian Abu Dujanah (Simak bin
kHarasyah) bertanya kepada beliau :
مَا
حَقُّهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
Apa
haknya (pedang itu) ya Rasulullah ?.
Nabi SAW menjawab
: اَنْ
تَضْرِبَ بِهِ وَجْهَ اْلعَدُوّ حَتَّى يَنْحَنِيَ
Kamu
memukul dengan pedang itu pada muka musuh sehingga bengkok.
Abu
Dujanah berkata : اَنَا
آخُذُهُ يَا رَسُوْلُ اللهِ
Saya
yang memegang ya Rasulullah. [Ibnu
Hisyam 4 : 13].
Oleh Nabi SAW
pedang tadi lalu diserahkan kepada Abu Dujanah. Memang dia seorang yang terkenal
perkasa, gagah berani, kalau berperang biasa meliuk-liukkan kepalanya seperti
jalannya orang yang congkak, tetapi dalam waktu peperangan tidak dilarang
mengerjakan yang seperti itu ketika menghadapi musuh.
Kemudian
ketika itu Abu ‘Amir Ar-Rahib yang namanya ‘Abdu ‘Amr bin Shaifiy Al-Ausiy
(seorang pendeta dari golongan Aus di Madinah) yang membantu tentara Quraisy,
menampakkan diri di muka pasukan tentara muslimin. Yang sedemikian itu
denganmaksud mencari muka kepada kepala-kepala pasukan tentara Quraisy, ia
menyangka jika ia memanggil-manggil golongan Aus Islam yang ketika itu menjadi
pasukan tentara muslimin, niscara bisa mengembalikan mereka dan mengikut
kepadanya. Akan tetapi kenyataanya setelah ia menampakkan diri sambil
berteriak-teriak memanggil kaum Aus, dia tidak mendapatkan balasan yang
dimaksudnya, bahkan sebaliknya, mendapat dampratan yang keras dari tentara
muslimin. Tentara muslimin berkata :
فَلاَ
اَنْعَمَ اللهُ بِكَ عَيْنًا يَا فَاسِقُ. ابن هشام : 4 : 13
Semoga
Allah tidak memberikan kebaikan kamu, hai orang yang fasiq !.
Tentara muslimin
membalas demikian itu dengan melemparkan batu-batu kepadanya, maka iapun pergi
menjauhkan diri.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak