Ahad,
05 Nopember 2000/08 Sya’ban 1421
Brosur no. : 1058/1098/SI
Pengkhianatan
kaum Yahudi banu Nadlir
Setelah
dua orang banu ‘Amir terbunuh oleh ‘Amr bin Umayyah, dimana ketika itu ‘Amr bin
Umayyah belum mengetahui bahwa kedua orang tersebut sudah dalam perlindungan
Rasulullah SAW, lalu Nabi SAW pergi kepada banu Nadlir dengan diiringkan oleh
shahabat beliau, diantaranya Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Ali untuk minta bantuan
kepada mereka berkenaan dengan pembayaran diyat kedua orang tersebut, karena
antara banu Nadlir dengan banu ‘Amir ada perjanjian persahabatan yang akrab.
Kemudian orang-orang banu Nadlir menyanggupi apa yang dikehendaki oleh
Rasulullah SAW tersebut. Mereka menjawab :
نَعَمْ،
يَا اَبَا اْلقَاسِمِ، نُعِيْنُكَ عَلَى مَا اَحْبَبْتَ. ابن هشام
4:143
“Baiklah,
hai Abul Qasim, kami akan membantumu sebagaimana keinginanmu”.
[Ibnu Hisyam 4 : 143]
Kemudian
orang-orang banu Nadlir merencanakan (berunding) untuk membunuh Nabi SAW.
Diantara mereka berkata :
اِنَّكُمْ
لَنْ تَجِدُوا الرَّجُلَ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ هذِهِ. ابن هشام
4:143-144
“Sungguh
kamu sekalian tidak mudah mendapati kesempatan terhadap orang laki-laki ini
(Nabi Muhammad SAW) seperti keadaan sekarang ini”.
[Ibnu Hisyam 4 : 143-144]
Pada
waktu itu Rasulullah SAW sedang duduk di samping tembok rumah mereka. Kemudian
mereka berkata pula :
فَمَنْ
رَجُلٌ يَعْلُوْ عَلَى هذَا اْلبَيْتِ فَيُلْقَى عَلَيْهِ صَخْرَةً فَيُرِيْحُنَا
مِنْهُ؟
“Siapa
yang berani naik ke atas rumah ini lalu menjatuhkan batu besar kepada orang itu
sehingga mati ?”.
Lalu
seorang dari mereka yang bernama ‘Amr bin Jihasy menyanggupi hal itu. Dia
berkata :
اَنَا
ِلذلِكَ “Saya sanggup untuk
melakukan hal itu”.
Kemudian
dia naik untuk menjatuhkan batu besar sebagaimana yang telah direncanakan
tersebut.
Pada
waktu itu Rasulullah SAW berada di tengah-tengah shahabatnya. Tiba-tiba datang
khabar dari langit memberitahukan tentang rencana orang-orang banu Nadlir
terhadap diri beliau tersebut. Maka seketika itu pula Nabi SAW bangkit dan
keluar dari kampung banu Nadlir, pulang ke Madinah dengan meninggalkan para
shahabatnya.
Lalu
para shahabat mencari beliau. Dalam perjalanan para shahabat bertemu dengan
seseorang yang datang dari arah Madinah, lalu bertanya kepada orang laki-laki
tersebut. Dia menjawab bahwa beliau sudah masuk Madinah. Kemudian para shahabat
tersebut terus menyusul hingga bertemu beliau di Madinah.
Kemudian
Rasulullah SAW memberitahukan kepada para shahabat tentang pengkhianatan kaum
Yahudi banu Nadlir. Maka Rasulullah SAW lalu memerintahkan persiapan untuk
memerangi mereka.
Perang
banu Nadlir
Setelah
kejadian tersebut, maka Nabi SAW mengambil keputusan, bahwa kaum Yahudi banu
Nadlir harus diusir dari kota Madinah
dan jika menolak harus diperangi, karena sudah jelas berkhianat kepada kaum
muslimin.
Lalu
Nabi SAW menyuruh seorang shahabatnya yang bernama Muhammad bin Maslamah, supaya
datang ke qabilah banu Nadlir dan mengusir mereka dari kota Madinah. Beliau
bersabda kepada shahabat Muhammad bin Maslamah, “Pergilah kamu kepada kaum
Yahudi banu Nadlir, dan katakanlah kepada mereka : Bahwa sesungguhnya Rasul
Allah telah menyuruh aku kepadamu semua, supaya kalian keluar dari negeriku,
karena kalian telah merusak janji yang telah kita buat dengan pengkhianatan
kalian kepadaku. Sesungguhnya aku memberi tempo pada kalian sepuluh hari. Maka
barangsiapa masih terlihat sesudah itu, akan dipenggal
lehernya”.
Setelah
kaum Yahudi banu Nadlir menerima perintah demikian, mereka sangat terperanjat
dan tidak dapat menjawab sepatahpun. Akhirnya mereka menyanggupi perintah
pengusiran itu, lalu berkemas-kemas dan mempersiapkan segala miliknya untuk
dibawa keluar dari Madinah.
Ketika
mereka sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan mereka bawa, tiba-tiba
datanglah suruhan ‘Abdullah bin Ubay kepada mereka yang menyampaikan pesan
Abdullah bin Ubay (kepala kaum munafiq) kepada mereka, yang isinya,
“Janganlah kalian keluar dari rumah-rumahmu, dan tetaplah kamu dalam
kampungmu dan berdiamlah dalam benteng-bentengmu, karena beserta aku ada dua
ribu orang dari kaumku dan lain-lainnya dari bangsa Arab yang bersedia untuk
membela kamu jika sewaktu-waktu diperlukan dan pasti akan datang ke
benteng-bentengmu sebelum mereka (kaum muslimin) datang kepadamu. Aku akan
mengirim bantuan tentara secukupnya kepadamu, janganlah kamu takut terhadap
kaumnya Muhammad”.
Setelah
kepala kaum Yahudi banu Nadlir bernama
Huyay bin Akhthab menerima dukungan dari ‘Abdullah bin Ubay itu maka dengan
terburu-buru mengadakan rapat dengan ketua-ketua mereka untuk menanggapi
kesanggupan kepala munafiqin tadi. Seorang ketua Yahudi banu Nadlir yang bernama
Sallam bin Misykam berpendapat, “Janji dan bantuan dari Abdullah bin Ubay itu
ditolak saja, karena telah berkali-kali ia berbuat dusta kepada kaum Yahudi,
yang diantaranya ketika kaum Yahudi banu Qainuqa’ akan diusir oleh kaum
muslimin, ia telah berjanji seperti itu juga, tetapi setelah mereka betul-betul
diusir, ia tidak berbuat sesuatu apapun”. Tetapi Huyay bin Akhthab (kepala
banu Nadlir) berpendapat, “Menerima dukungan Ibnu
Ubay”.
Setelah
timbul perdebatan ramai antara Sallam bin Misykam dan Huyay bin Akhthab,
akhirnya pendapat Sallam yang baik itu kalah suara, dan diputuskan mengikut
kehendak Ibnu Ubay.
Oleh
sebab itu Huyay bin Akhthab lalu mengirim khabar kepada Nabi yang isinya,
“Kami tidak akan keluar dari kampung kami. Maka kalau engkau hendak berbuat
apa-apa kepada kami, berbuatlah !. Kami tidak akan mundur, dan kami tetap siap
untuk menolak seranganmu”.
Setelah
menerima khabar seperti itu, maka seketika itu juga Nabi SAW membaca
اَللهُ
اَكْبَرُ (Allah Maha Besar). Dan
kaum muslimin pun bersama-sama membaca takbir juga. Beliau lalu bersabda,
“Kita akan berperang dengan kaum Yahudi banu
Nadlir”.
Kemudian
pada hari yang telah ditentukan, berkumpullah kaum muslimin untuk memerangi kaum
Yahudi banu Nadlir. Maka setelah pimpinan ummat Islam di Madinah diserahkan
kepada Abdullah (anak Ummi Maktum), dan bendera Islam dibawa oleh shahabat ‘Ali
RA, berangkatlah beliau beserta tentara muslimin menuju qabilah Yahudi banu
Nadlir.
Sesampainya
di qabilah tersebut, beliau menyuruh seseorang dari tentara muslimin supaya
mengusir mereka. Tetapi setelah mendengar perintah pengusiran dari beliau, lalu
mereka (kaum Yahudi banu Nadlir)
menyahut dengan suara yang amat sombong, “Tidak, kami tidak akan meninggalkan
kampung halaman kami, dimana harta benda dan kekayaan kami ada di dalamnya.
Kalau Muhammad akan berbuat sesuatu kepada kami, berbuatlah apa yang
dikehendakinya !. Kami akan mempersiapkan benteng-benteng dan tempat-tempat
pertahanan kami, di situlah kami menyimpan barang-barang yang berharga. Setiap
lorong kami perkuat, dan di mana-mana kami menyediakan tumpukan batu-batu untuk
melempari musuh bila mendekati kami. Persediaan bahan makanan kamipun cukup
untuk setahun. Sumber air kami tidak pernah kering. Muhammad dan para kawannya
boleh mengepung kami selama itu”.
Ketika
itu, mereka pura-pura menunjukkan keberanian mereka, karena membanggakan bantuan
yang akan diberikan oleh kaum munafiqin.
Kemudian
setelah datang waktu ‘Isyak beliau pulang ke Madinah dengan diantar oleh sepuluh
orang tentara muslimin berpakaian perang, dan shahabat ‘Ali RA diserahi memimpin
tentara muslimin yang bermalam di qabilah banu Nadlir. Dan mereka lalu dikepung
oleh tentara muslimin.
Setelah
datang waktu Shubuh beliau datang lagi ke qabilah tersebut, lalu mengerjakan
shalat Shubuh bersama tentara muslimin. Sehabis shalat, beliau menyuruh membuat
gubug dari kayu untuk tempat pos beliau.
Menurut
riwayat, waktu itu kaum Yahudi banu Nadlir dari atas bentengnya, selalu
melempari batu dan melepaskan anak panahnya kepada kaum muslimin, tetapi tentara
muslimin selalu mengawasi saja segala apa yang mereka
perbuat.
Pengusiran
kaum Yahudi banu Nadlir
Setelah
kaum Yahudi banu Nadlir nyata-nyata tidak mau pergi, maka Nabi SAW lalu
memutuskan, bahwa mereka harus dikepung sampai mau keluar dari
qabilahnya.
Setelah
mereka dikepung oleh tentara muslimin, seorang pun tidak ada yang berani keluar.
Lalu tentara muslimin diperintah Nabi SAW supaya menebang sebagian pohon-pohon
korma mereka dan membakar sebagian kebun-kebun mereka.
Sedangkan
kaum banu Nadlir, karena Abdullah bin Ubay telah sanggup membantu dengan 2000
tentara untuk menolong mereka, maka waktu itu kepala-kepala mereka senantiasa
menunggu-nunggu bantuan dari Ibnu Ubay tersebut. Tetapi setelah ditunggu-tunggu
tidak ada seorang pun yang datang dari Abdullah bin Ubay, sehingga genap sepuluh
hari sepuluh malam mereka tetap menanti pertolongan dari Ibnu
Ubay.
Dan
setelah mereka tahu, bahwa tentara muslimin menebang pohon-pohon korma dan
membakar sebagian kebun-kebun mereka, maka mereka berteriak-teriak
memanggil-manggil kepada beliau, dan ada pula yang menangis. Mereka berteriak
:
يَا
مُحَمَّدُ، قَدْ كُنْتَ تَنْهَى عَنِ اْلفَسَادِ وَ تَعِيْبُ مَنْ صَنَعَهُ، فَمَا
بَالُ قَطْعِ النَّخِيْلِ وَ تَحْرِيْقِهَا؟ البداية و النهاية 4:456
Ya
Muhammad, katanya engkau melarang berbuat kerusakan dan mencela orang yang
berlaku demikian, tetapi kenapa kamu menebangi pohon-pohon korma dan membakarnya
?.
Adapun
orang-orang perempuan mereka meratap menangisi pohon-pohon yang sedang ditebang,
ada pula yang memekik, mengaduh, menampar-nampar pipinya sendiri, karena dari
susahnya melihat kebun-kebun mereka sedang dibakar.
Kemudian
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW yang bunyinya :
مَا
قَطَعْتُمْ مّن لّيْنَةٍ اَوْ تَرَكْتُمُوْهَا قَائِمَةً عَلى اُصُوْلِهَا
فَبِاِذْنِ اللهِ وَ لِيُخْزِيَ الْفَاسِقِيْنَ. الحشر:5
Apasaja
yang kamu tebang dari pohon-pohon korma (milik orang-orang kafir), atau yang
kamu biarkan (tumbuh) berdiri atas pokok-pokoknya, maka (semua itu) adalah
dengan idzin Allah. Dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang
fasiq.
[QS. Al-Hasyr : 5].
Kemudian
pada suatu hari, datanglah suruhan Ibnu Ubay dan menyatakan kepada mereka supaya
mereka tetap tinggal dalam qabilahnya, menjaga bentengnya. Ibnu Ubay menyatakan
pula :
اُثْبُتُوْا
وَ تَمْنَعُوْا فَاِنَّا لَنْ نُسْلِمَكُمْ، اِنْ قُوْتِلْتُمْ قَاتَلْنَا
مَعَكُمْ. وَ اِنْ اُخْرِجْتُمْ خَرَجْنَا مَعَكُمْ. البداية و النهاية 4:
456
Tetap
tinggallah kalian, dan menolaklah, sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan
kalian kepada musuh, jika kalian diperangi, kami akan berperang beserta kalian,
dan jika kalian sampai diusir, kami akan keluar beserta kalian.
[Al-Bidayah wan Nihayah 4 : 456]
Selanjutnya
setelah kaum Yahudi banu Nadlir merasa takut dan bingung, mereka akan keluar
dari benteng dalam bahaya, dan akan menyerang tentara muslimin tidak berani, dan
memang Allah memberikan rasa takut dalam hati mereka, maka akhirnya mereka
meminta damai kepada beliau setelah mereka dikepung selama lima belas hari
menurut Al-Waqidi (sedangkan Ibnu Hisyam meriwayatkan mereka hanya dikepung
selama enam hari). Maka beliau menerima permintaan mereka, dan mereka tidak akan
diperangi, dengan syarat mereka harus keluar dari kampung itu dan keluar dari
Madinah. Harta benda dan binatang ternak mereka boleh dibawa. Oleh sebab itu,
mereka lalu bersama-sama keluar meninggalkan Madinah, dan semua binatang ternak
serta harta benda mereka bawa, kecuali perkakas perang yang harus
ditinggal.
Dan
diantara kaum Yahudi banu Nadlir tersebut ada dua orang yang masuk Islam yaitu
Yamin bin ‘Umair dan Abu Sa’ad bin Wahab, sehingga terjagalah keduanya beserta
harta bendanya.
Mereka
keluar dari Madinah, sebagian pindah ke Khaibar, dan sebagian lagi pindah ke
dusun Adzri’at (daerah negeri Syam). Diantara tokoh-tokoh mereka yang pindah ke
Khaibar adalah Sallam bin Abul Huqaiq, Kinanah bin Ar-Rabi’ bin Abul Huqaiq dan
Huyay bin Akhthab.
Sebelum
mereka berangkat meninggalkan kampung, mereka sudah merusakkan lebih dulu
rumah-rumah mereka yang dilakukan dari dalam dengan cara sembunyi-sembunyi.
Misalnya meruntuhkan tiang-tiang dan atapnya, mencabut paku-paku dan pasaknya
dan membongkar/ merobohkan dinding-dindingnya, dengan tujuan agar rumah-rumah
itu tidak dapat didiami oleh kaum muslimin.
Setelah
mereka keluar dari Madinah, maka harta benda serta alat-alat perang yang
ditinggalkan itu dikumpulkan oleh tentara muslimin dan semuanya diserahkan
kepada Nabi SAW. Antara lain yang terkumpul ialah tiga ratus empat puluh pedang,
lima puluh baju perang dan berpuluh-puluh tombak.
Demikianlah
riwayat pengusiran kaum Yahudi banu Nadlir dan kejadian tersebut itu di dalam
kitab-kitab tarikh Islam dan kitab-kitab hadits biasa disebut dengan Perang banu
Nadlir. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rabi’ul awal tahun ke IV
Hijrah.
Pembagian
harta fai’i
Pada
perang banu Nadlir tersebut meskipun disebut dengan perang, namun karena tidak
sampai menggunakan senjata dan tidak terjadi kontak fisik dari kedua belah
pihak, maka hasil yang diperolehnya tidak dinamakan ghanimah, tetapi disebut
fai’i. Sedangkan pembagian harta fai’i berbeda dengan pembagian ghanimah. Yaitu
sebagaimana Allah jelaskan dalam QS. Al-Hasyr : 7 yang artinya : Dan apasaja
harta rampasan (fai’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan hanya beredar diantara orang-orang yang kaya saja diantara
kamu.
Nabi
SAW lalu membagi harta tersebut sesuai dengan petunjuk Allah. Maka tanah
perkampungan dan kebun-kebun banu Nadlir tersebut dibagi-bagikan kepada shahabat
Muhajirin, dan sebagian yang lain penghasilannya untuk faqir miskin. Sedangkan
dari shahabat Anshar hanya dua orang saja yang diberi bagian, yaitu Abu Dujanah
dan Sahl bin Hunaif, yang ketika itu datang menghadap Nabi SAW mengadukan
kemiskinannya. Dan pembagian yang demikian itupun tidak menjadikan iri bagi orang-orang
Anshar.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak