Ahad, 01 Juni 2003/30 Rabiul awwal 1424 Brosur no. : 1180/1220/IF
Thaharah
ke-2
Pengertian
najis dan cara mensucikannya
Najis
atau Rijs ialah sesuatu yang dipandang kotor oleh syara’/hukum agama. Dan,
berdasar keterangan yang diambil dari ayat dan hadits-hadits, terbagi menjadi 3
:
1. Najis ‘Aqidah, artinya kotor dalam
kepercayaan/keyaqinan.
2. Najis untuk dimakan/diminum, artinya
benda-benda itu haram untuk dimakan/diminum.
3. Najis disentuh, maksudnya kita diwajibkan
untuk mencuci/ membersihkannya bila kita menyentuh/tersentuh benda-benda
tersebut.
Dalam
bab ini kita hanya akan membahas bab yang no. 3 yakni “Najis
disentuh”.
Yang
termasuk najis disentuh
Menurut
qaidah ushul (aturan-aturan untuk menetapkan suatu hukum agama), asal segala
sesuatu benda itu adalah halal dan suci serta boleh dipergunakan untuk apasaja,
kecuali bila ada keterangan agama yang mencegahnya, baik dari Al-Qur’an maupun
dari hadits yang shahih.
Maka
untuk menetapkan bahwa sesuatu benda itu najis, wajib ada nash Al-Qur’an atau
hadits shahih yang menjelaskannya. Dan sepanjang penelitian kami, yang najis
berdasar syara’ sehingga kita diwajibkan mensucikannya adalah
:
1. kotoran manusia
2. kencing manusia
3. madzi
4. darah haidl
5. darah nifas
1.
Kotoran manusia
عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدْخُلُ اْلخَلاَءَ
فَاَحْمِلُ اَنَا وَ غُلاَمٌ نَحْوِى اِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَ عَنَزَةً
فَيَسْتَنْجِى بِاْلمَاءِ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1:
119
Dari
Anas bin Malik RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW masuk ke tempat buang air,
lalu saya dan seorang muda sebaya saya membawakan ember berisi air dan sebuah
tongkat, kemudian Rasulullah SAW beristinjak dengan air itu”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
119]
عَنْ
عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ اِلَى
اْلغَائِطِ فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَاِنَّهَا تُجْزِى عَنْهُ. احمد
و النسائى و ابو داود و الدارقطنى و قال: اسناده صحيح حسن. فى نيل الاوطار 1:
110
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila
salah seorang diantara kamu pergi buang air besar, maka hendaklah bersuci dengan
tiga batu, karena tiga batu itu sudah mencukupinya”.
[HR. Ahmad, Nasai, Abu Dawud dan Daruquthni. Ia berkata : Sanadnya shahih hasan,
dalam Nailul Authar juz 1, hal. 110]
2.
Kencing manusia
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِسْتَنْزِهُوْا مِنَ اْلبَوْلِ
فَاِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنْهُ. الدارقطنى. و للحاكم: اَكْثَرُ عَذَابِ
اْلقَبْرِ مِنَ اْلبَوْلِ. فى بلوغ المرام :36
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda, “Bersucilah kamu
sekalian dari kencing, karena umumnya adzab qubur itu adalah dari sebab
kencing”.
[HR. Daruquthni] Dan pada riwayat Hakim, “Kebanyakan adzab qubur itu adalah
lantaran kencing”. [Dalam Bulughul Maram hal. 36]
عَنْ
اَنِسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: جَاءَ اَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِى طَائِفَةِ اْلمَسْجِدِ
فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ ص. فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ اَمَرَ
النَّبِيُّ ص بِذَنُوْبٍ مِنْ مَاءٍ فَاُهْرِيْقَ عَلَيْهِ. البخارى 1:
62
Dari
Anas bin Malik, ia berkata : Ada seorang Arab gunung datang, lalu kencing di
bagian masjid. Kemudian orang banyak sama membentaknya, lalu Nabi SAW melarang
mereka berbuat yang demikian. Setelah orang itu selesai dari kencingnya, Nabi
SAW memerintahkan supaya mengambil seember air, lalu disiramkanlah air itu di
atas kencing orang tersebut”.
[HR. Bukhari juz 1, hal.
62]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits diatas bisa diambil pengertian bahwa kencing manusia itu adalah
najis dan harus dibersihkan.
3.
Madzi (air sex) manusia
Madzi
ialah air yang bening dan lekat (pliket) yang keluar dari kemaluan seseorang
bila terangsang nafsu sexnya (nafsu syahwatnya).
Adapun
air lelah (wadi) hukumnya disamakan dengan madzi.
عَنْ
عَلِيّ قَالَ: كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَ كُنْتُ اَسْتَحْيِى اَنْ اَسْأَلَ
النَّبِيَّ ص لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَاَمَرْتُ اْلمِقْدَادَ بْنَ اْلاَسْوَدِ
فَسَأَلَهُ. فَقَالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَ يَتَوَضَّأُ. مسلم 1: 247
Dari
‘Ali, ia berkata : Saya adalah seorang laki-laki yang banyak mengeluarkan madzi,
karena saya malu untuk bertanya kepada Nabi SAW mengingat kedudukan putri beliau
(Fathimah), maka saya menyuruh Miqdad bin Aswad (untuk bertanya kepada beliau).
Lalu dia bertanya kepada Nabi SAW. Kemudian beliau bersabda, “(Hendaklah) ia
cuci kemaluannya dan berwudlu”.
[HR. Muslim juz 1, hal. 247]
عَنْ
سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ: كُنْتُ اَلْقَى مِنَ اْلمَذْيِ شِدَّةً وَ عَنَاءً، وَ
كُنْتُ اُكْثِرُ مِنْهُ اْلاِغْتِسَالَ. فَذَكَرْتُ ذلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ ص،
فَقَالَ: اِنَّمَا يُجْزِيْكَ مِنْ ذلِكَ اْلوُضُوْءُ. فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، كَيْفَ بِمَا يُصِيْبُ ثَوْبِى مِنْهُ؟ قَالَ: يَكْفِيْكَ اَنْ تَأْخُذَ
كَفًّا مِنْ مَاءٍ. فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ حَيْثُ تَرَى اَنَّهُ قَدْ اَصَابَ
مِنْهُ. ابو داود و ابن ماجه و الترمذى و قال حديث حسن صحيح. فى نيل الاوطار 1:
65
Dari
Sahl bin Hunaif, ia berkata : Aku mengeluarkan madzi banyak dan merepotkan, dan
aku sering mandi karenanya. Maka aku menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW,
lalu beliau bersabda, “Sebenarnya bagimu cukup berwudlu”. Kemudian aku bertanya,
“Bagaimana dengan air madzi yang mengenai pakaianku ?”. Beliau menjawab, “Cukup
bagimu mengambil air seceduk tapak tangan, lalu kamu siramkan pada tempat yang
terkena air madzi itu”.
[HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi, ia berkata : Hadits hasan shahih, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 65]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa madzi itu adalah najis dan
harus dibersihkan dari badan.
4.
Darah Haidl.
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ اَبِى حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَسَأَلَتِ
النَّبِيَّ ص: فَقَالَ: ذلِكَ عِرْقٌ وَ لَيْسَ بِاْلحَيْضَةِ. فَاِذَا اَقْبَلَتِ
الحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَ اِذَا اَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِى وَ صَلّى. البخارى
1: 82
Dari
‘Aisyah bahwasanya Fathimah binti Abu Hubaisy dulu menderita istihadhah, lalu ia
bertanya kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda, “Sessungguhnya yang demikian Itu
hanyalah gangguan urat, bukan haidl. Maka apabila datang haidl, tinggalkanlah
shalat dan apabila sudah berhenti maka mandilah dan shalatlah”.
[HR. Bukhari juz 1, hal. 82]
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ النَّبِيُّ ص: اِذَا اَقْبَلَتِ اْلحَيْضَةُ فَدَعِى
الصَّلاَةَ وَ اِذَا اَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَ صَلّى. البخارى 1:
85
Dari
‘Aisyah, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Apabila datang haidl, maka
tinggalkanlah shalat, dan apabila sudah berhenti, maka bersihkanlah darah itu
dan shalatlah”.
[HR. Bukhari juz 1, hal. 85]
عَنْ
اَسْمَاءَ قَالَتْ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَتْ: اِحْدَانَا
يُصِيْبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ اْلحَيْضَةِ، كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ:
تَحُتُّهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِاْلمَاءِ، ثُمَّ تَنْضَحُهُ. ثُمَّ تُصَلّى فِيْهِ.
مسلم 1: 240
Dari
Asma’, ia berkata : Ada seorang wanita datang kepada Nabi SAW lalu bertanya,
“Salah seorang diantara kami pakaiannya terkena darah haidl, bagaimana cara
membersihkannya ?”. Nabi SAW menjawab, “(Hendaklah) ia mengeriknya, kemudian
menggosoknya dengan air, lalu mencucinya, lalu ia boleh shalat dengan pakaian
itu”.
[HR. Muslim juz 1, hal. 240]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa darah haidl itu najis dan
harus dibersihkan dari badan.
5.
Darah Nifas
Darah
nifas ialah darah yang keluar ketika seorang wanita melahirkan dan sesudahnya.
Wanita yang sedang nifas tidak boleh shalat sebagaimana wanita yang sedang
haidl, sebagaimana hadits dibawah ini:
عَنْ
اُمّ سَلَمَةَ قَالَتْ: كَانَتِ النُّفَسَاءُ تَجْلِسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
ص اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا وَ كُنَّا نَطْلِى وُجُوْهَنَا بِاْلوَرْسِ مِنَ اْلكَلَفِ.
الخمسة الا النسائى، فى نيل الاوطار 1: 331
Dari
Ummu Salamah, ia berkata, “Adalah wanita-wanita yang nifas di zaman Nabi SAW
duduk (tidak shalat) selama empat puluh hari dan kami memakai pilis pada
wajah-wajah kami dengan waras (sejenis tumbuh-tumbuhan) berwarna merah
kehitaman”. [HR. Khamsah kecuali Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
331]
عَنْ
اُمّ سَلَمَةَ رض قَالَتْ: كَانَتِ اْلمَرْأَةُ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيّ ص تَقْعُدُ
فِى النّفَاسِ اَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً لاَ يَأْمُرُهَا النَّبِيُّ ص بِقَضَاءِ
صَلاَةِ اْلنّفَاسِ. ابو داود، فى نيل الاوطار 1: 332
Dari
Ummu Salamah RA, ia berkata, “Dahulu seorang wanita diantara istri Nabi SAW
duduk (tidak shalat) karena nifas selama 40 hari. Nabi SAW tidak menyuruhnya
mengqadla shalat (yang ia tinggalkan) selama nifas”.
[HR. Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 332]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa wanita yang nifas itu
hukumnya sama dengan wanita yang haidl yaitu
sama-sama tidak boleh mengerjakan shalat, oleh sebab itu darah nifas pun
hukumnya sama dengan darah haidl yaitu najis.
Alat
Untuk Bersuci
1.
Air, sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits pada masalah air
yang lalu.
2.
Benda-benda yang suci yang kesat dan tidak licin, seperti : batu, kertas,
tembikar, kayu, kain dan lain sebagainya.
عَنْ
عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ اِلَى
اْلغَائِطِ فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَاِنَّهَا تُجْزِى عَنْهُ. احمد
و النسائى و ابو داود و الدارقطنى و قال اسناده صحيح حسن، فى نيل الاوطار 1:
110
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah
seorang diantara kamu pergi buang air besar, maka hendaklah bersuci
(membersihkan qubul atau duburnya) dengan tiga batu. Karena tiga batu Itu sudah
mencukupinya”.
[HR. Ahmad, Nasai, Abu Dawud dan Daruquthni, ia berkata sanadnya shahih, hasan.
Dalam Nailul Authar juz 1, hal. 110]
Dilarang
beristinjak dengan kotoran binatang yang sudah kering atau
tulang.
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص نَهَى اَنْ يُسْتَنْجَى بِرَوْثٍ
اَوْ بِعَظْمٍ وَ قَالَ: اِنَّهُمَا لاَ يُطَهّرَانِ. الدارقطنى و قال اسناده صحيح،
فى نيل الاوطار 1: 116
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Bahwa Nabi SAW melarang beristinjak dengan
menggunakan kotoran hewan atau tulang, dan beliau bersabda, ”Kotoran hewan dan
tulang itu tidak dapat membersihkan”.
[HR. Daruquthni, dan ia berkata : Sanadnya shahih, dalam Nailul Authar juz 1,
hal. 116]
عَنْ
جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رض قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ ص اَنْ يُتَمَسَّحَ بِعَظْمٍ
اَوْ بَعْرَةٍ. احمد و مسلم و ابو داود، فى نيل الاوطار 1: 116
Dari
Jabir bin Abdullah RA, ia berkata, “Nabi SAW mencegah menyapu (qubul dan dubur)
dengan tulang atau kotoran hewan”.
[HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
116]
عَنِ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ رض قَالَ: اَتَى النَّبِيُّ ص اْلغَائِطَ فَاَمَرَنِى اَنْ
آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَ اْلتَمَسْتُ الثَّالِثَ
فَلَمْ اَجِدْ فَاَخَذْتُ رَوْثَةً فَاَتَيْتُهُ بِهَا فَاَخَذَ اْلحَجَرَيْنِ وَ
اَلْقَى الرَّوْثَةَ وَ قَالَ: هذِهِ رِكْسٌ. احمد و البخارى و الترمذى و النسائى،
فى نيل الاوطار 1: 119
Dari
Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Nabi SAW pergi buang air besar dan beliau menyuruh
aku mencarikan tiga biji batu. Aku hanya mendapati dua biji batu. Aku cari batu
yang ketiga, tetapi aku tidak memperolehnya. Karena itu, aku mengambil kotoran
hewan yang sudah kering lalu kubawa kepada beliau. Kemudian beliau mengambil dua
biji batu tersebut dan melemparkan kotoran hewan itu sambil bersabda, ”Ini
adalah kotor”.
[HR. Ahmad, Bukhari, Tirmidzi dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
119]
Bersambung........
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak