POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Wajib Tha'at Kepada Allah dan Rasul-Nya (ke-17) 2. Ta'rif As-Sunnah/Al-Hadits Menurut Istilah Syara'

Posted by

Ahad, 7 Juli 1996/21Shafar 1417                              Brosur No. : 836/876/AS
Wajib Tha'at Kepada Allah dan Rasul-Nya (ke-17)


2. Ta'rif As-Sunnah/Al-Hadits Menurut Istilah Syara'
Para ulama ahli hadits dan ahli ushul fiqih memberikan ta'rif kata "SUNNAH/HADITS", demikian :
مَاجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ ص مِنْ اَقْوَالِهِ وَاَفْعَالِهِ وَ تَقْرِيْرِهِ وَمَاهَمَّ بِفِعْلِهِ.
"Apa-apa yang datang dari Nabi SAW berupa perkataan-perkataannya dan perbuatan-perbuatannya dan taqrirnya dan apa-apa yang beliau cita-citakan untuk mengerjakannya".
Singkatnya, "SUNNAH/HADITS" itu ~sepanjang istilah ahli hadits dan ahli ushul fiqih~ ialah : Sabda-sabda Nabi SAW, perbuatan-perbuatan Nabi SAW dan iqrar (taqrir) Nabi SAW, yaitu perbuatan seorang shahabat Nabi yang beliau ketahui, tetapi beliau tidak menegur atau menyalahkannya. Yang semuanya itu bersangkut paut dengan beberapa hikmah dan hukum-hukum yang berpokok dalam Al-Qur'an.
Imam Asy-Syathiby berkata dalam kitab Al-Muwafaqat : Kata "As-Sunnah" itu dipakai juga untuk nama bagi segala apa yang tidak diterangkan di dalam Al-Qur'an, baik menjadi keterangan bagi isi Al-Qur'an ataupun tidak. Dan dipakai juga sebagai lawannya "bid'ah". Seperti dikatakan : "Si Fulan itu ada di dalam sunnah". Yakni : ia mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang pernah dikerjakan oleh Nabi SAW, baik pekerjaan itu ada nash-nya di dalam Al-Qur'an ataupun tidak. Dan seperti dikatakan juga : "Si Fulan dalam bid'ah". Yakni : Apabila ia telah mengerjakan pekerjaan yang berlawanan atau menyalahi akan pekerjaan yang pernah dikerjakan oleh Nabi SAW.
Selanjutnya Asy-Syathibi berkata : "Dan kata "sunnah" ini dipakai juga menjadi nama bagi pekerjaan atau perbuatan para shahabat Nabi, baik pekerjaan itu terdapat menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah ataupun tidak. Karena adanya pekerjaan dengan mencontoh "sunnah", atau karena ijtihad mereka dengan disepakati keputusan para khalifah mereka, yang dikala itu sudah tidak dibantah oleh seorangpun dari mereka. Pemakaian istilah ini disandarkan atas sabda Nabi SAW yang bunyinya :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِّيْنَ اْلمَهْدِيِّيْنَ. ابو داود
"Hendaklah kamu berpegang teguh akan sunnahku dan sunnah para khalifah yang rasyidin, yang sama mengikuti petunjuk". [HR. Abu Dawud].
Fungsi As-Sunnah/Al-Hadits
Telah diketahui dan diyakini oleh segenap ummat Islam, bahwa Nabi Muhammad SAW itu diutus sebagai "muballigh" dari Allah SWT. Firman Allah yang menunjukkan demikian, antara lain :
يـاَيــُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَا اُنــْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبـِّـكَ. المائدة:67
"Hai Rasul, sampaikanlah apa-apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". [Al-Maidah : 67].
Dan juga sebagai "mubayyin" (yang menerangkan) tentang yang dikehendaki oleh Allah, sebagaimana dinyatakan dengan firman-Nya :
وَاَنــْزَلـْنَـآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لـِتُـبَـيِّنَ  لـِلـنَّـاسِ مَا نُـزِّلَ اِلَـيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يـَتَـفَكَّرُوْنَ.
Dan Kami (Allah) telah menurunkan Al-Qur'an kepadamu (Muham-mad), supaya kamu menerangkan kepada segenap manusia apa yang diturunkan kepada mereka. Dan supaya mereka memikirkan. [An-Nahl : 44].
Sehubungan dengan itu maka Nabi Muhammad SAW menerangkan Al-Qur'an itu ada kalanya dengan perbuatan, adakalanya dengan perkataan, adakalanya dengan iqrar, dan adakalanya dengan perbuatan dan perkataan. Seperti urusan perintah shalat, beliau mengerjakan dan memerintahkannya, dengan sabdanya :
صَلُّـْوْا كَمَا رَأَيـْـتُمُوْنِى أُصَلِّى. البخارى ومسـلم
"Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat aku shalat".  [HR Bukhari - Muslim]
Beliau mengerjakan ibadah hajji dan bersabda :
قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ اْلحَجَّ فَحُجُّوْا. احمد و مسـلم و النسائى
"Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian hajji, maka berhajjilah"  [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai].
Dengan ini jelaslah bahwa "sunnah" itu yang menerangkan isi Al-Qur'an, menjelaskan kesimpulannya, membatasi muthlaqnya dan menguraikan kemusykilan (kesulitan)nya. Maka dari itu tidak ada sesuatu yang terdapat di dalam sunnah, melainkan Al-Qur'an telah menunjukkan-nya dengan petunjuk yang singkat ataupun yang panjang; dan petunjuk-petunjuk itu dengan beberapa cara, baik dengan ijmali maupun dengan tafshili.
Dengan perkataan lain; Pada tiap-tiap "sunnah" itu sudah barang tentu ada ayat yang menunjukkan atas sunnah itu, baik dengan cara ringkas maupun dengan cara jelas.
Dan di antaranya ada yang umum sekali maksudnya, yaitu ayat yang memerintahkan kita (ummat Islam) mengikut Rasulullah SAW seperti ayat :
وَمَا اتكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهيكُمْ عَنْهُ فَانْـتَـهُوْا. الحشر:7
"Dan apa-apa yang telah didatangkan Rasul kepadamu, maka ambillah dia; dan apa yang kamu telah dicegah mengerjakannya, maka tinggalkanlah". [QS. Al-Hasyr : 7].
Imam Sy-Syathibi berkata : Di dalamKitab Al-Muwaffaqat : "Derajat atau tingkatan "sunnah" itu ada di bawah atau di belakang Al-Qur'an. Adapun keterangannya sebagai beriktu :
Pertama, karena Al-Qur'an itu diyakini kebenarannya dengan tegas, sedang As-Sunnah masih di dalam dhan (persangkaan kuat) kebenarannya. Jelasnya : Al-Qur'an itu dari segi ketetapan dan kenyataannya adalah diyakini kedatangannya, sedang As-Sunnah itu kebanyakan dari dhan, kecuali yang bertingkatan mutawatir. Oleh sebab itu, yang diyakini dengan tegas harus didahulukan daripada yang  madhnun. Dengan demikian maka wajiblah mendahulukan Al-Qur'an daripada As-Sunnah.
Kedua, As-Sunnah itu adakalanya untuk menjadi keterangan bagi Al-Qur'an, dan ada kalanya untuk menambah keterangan saja. Maka dengan sendirinya As-Sunnah terkemudian dari Al-Qur'an. Yakni : Yang menerangkan itu terkemudian dari yang diterangkan. Maka jika ia (sunnah) menjadi keterangan, tentu saja ia menjadi yang kedua sesudah yang diterangkan. Dengan ini menunjukkan pula, bahwa Al-Qur'an harus didahulukan.
Ketiga, beberapa hadits dan atsar yang menunjukkan demikian, antara lain seperti hadits Rasulullah SAW ketika mengutus shahabat Mu'adz RA. untuk menjadi pemimpin agama di negeri Yaman, dia ditanya oleh Rasulullah SAW :
قَالَ: بِمَ تَحْكُمُ ؟ قَالَ: بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ: فَاِنْ لَـمْ تَجِدْ ؟ قَالَ: بِسُنَّةِ رَسُوْلِ  اللهِ. قَالَ: فَاِنْ لَـمْ تَجِدْ ؟ قَالَ: اَجْتَهِدُ رَأْيِى.
Nabi SAW bertanya : "Dengan apa engkau menghukumi ?" Jawab Mu'adz : "Dengan Kitab Allah". Nabi SAW berkata : "Jikalau tidak kamu dapati ?" Jawab Mu'adz : "Dengan sunnah Rasulullah". Tanya Nabi SAW : "Jika tidak kamu dapati ?" Jawab Mu'adz : "Saya berijtihad dengan fikiran saya".
Khalifah Umar bin Khaththab RA pernah mengirim surat kepada Syuraih, ketika ia menjabat qadli, yang bunyinya :
اِذَا اَتيكَ اَمْرٌ فَاقْضِ ِبمَا فِى كِتَابِ اللهِ. فَاِنْ اَتيكَ مَا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللهِ فَاقْضِ ِبمَا سَنَّ فِيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص
"Apabila datang kepadamu suatu urusan, maka hukumilah dengan apa yang ada di dalam Kitab Allah dan jika datang kepadamu apa yang tidak ada di dalam Kitab Allah, maka hukumilah dengan apa yang pernah dihukumi oleh Rasulullah SAW".
Dalam riwayat lain bunyi surat itu demikian :
اُنــْظُرْ مَا تَبَيَّنَ لَكَ فِى كِتَابِ اللهِ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْهُ اَحَدًا، وَمَا لَـمْ يَتَبَيَّنْ لَكَ فِى كِتَابِ اللهِ فَاتَّبِعْ فِيْهِ سُـنَّــةَ رَسُوْلِ اللهِ ص
"Lihatlah apa yang terang bagimu di dalam Kitabullah, maka jangan engkau bertanya kepada seseorang tentang urusan yang telah terang itu; dan barang apa yang tidak terang bagimu di dalam kitabullah, maka ikutilah sunnah Rasulullah SAW".
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّهُ كَانَ اِذَا سُئِلَ عَنْ شَيْءٍ فَاِنْ كَانَ فِى كِتَابِ اللهِ قَالَ بِهِ، وَاِنْ لَـمْ يَكُنْ فِى كِتَابِ اللهِ وَكَانَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ  ص قَالَ بِهِ.
Dari Ibnu 'Abbas RA : Sesungguhnya apabila ia ditanya tentang sesuatu, jika ada di dalam kitabullah, maka ia jawab dengannya; dan jika tidak ada di dalam Kitabullah dan ada dari Rasulullah SAW, maka ia jawab dengannya".
Kata Ibnu Mas'ud RA. :
مَنِ ابْـتَـلَى مِنْكُمْ بِقَضَاءٍ فَلْيَقْضِ ِبمَا فِى كِتَابِ اللهِ، فَاِنْ لَـمْ يَكُنْ فِى كِتَابِ اللهِ فَلْيَقْضِ ِبمَا قَضَى بِهِ رَسُوْلُ  اللهِ  
"Barangsiapa di antara kamu diuji dengan hukum, maka hendaklah ia menghukumi dengan apa yang ada pada Kitabullah; dan jika tidak ada di dalam kitabullah, maka hendaklah ia menghukumi dengan apa yang telah dihukumi oleh Rasulullah SAW".
Dan lain-lain lagi dari pesan para shahabat dan para 'ulama salaf yang seperti itu.
Ringkasnya : Tidak diragukan lagi, bahwa As-Sunnah (Al-Hadits) itu sumber yang kedua bagi hukum-hukum Islam. Dia-lah sumber yang paling luas cabangnya, paling lengkap susunan atau undang-undangnya. Al-Qur'an mengandung qa'idah-qa'idah yang umum dan hukum-hukum kully (keseluruhan). Memang Al-Qur'an bersifat demikian, karena menjadi kitab undang-undang yang kekal dan abadi. Maka As-Sunnah (Al-Hadits) yang memberikan perhatiannya, yang penuh untuk menjelaskan kandungan Al-Qur'an. Oleh sebab itu, maka tidak boleh tentang urusan istinbath (pengambilan) hukum-hukum Islam, orang mencukupkan Al-Qur'an saja, dengan tidak memerlukan kepada penjelasan daripada As-Sunnah.
Berkenaan dengan kedudukan sunnah Rasul SAW ini, Imam Syafi'i berkata :
كُلُّ مَا حَكَمَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ     فَهُوَ ِممَّا فَهِمَهُ مِنَ اْلقُرْآنِ.
"Segala apa yang telah dihukumkan oleh Rasulullah SAW itu, semuanya dari apa-apa yang difahamkannya dari Al-Qur'an".
Dan juga beliau berkata :
وَجَمِيْعُ السُّنَّةِ شَرْحٌ  لِلْقُرْآنِ.
"Dan semua sunnah itu adalah penjelasan bagi Al-Qur'an".
Dalam kitab "Ar-Risalah", Imam Asy-Syafi'i dengan panjang lebar menguraikan tentang keterangan dan kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur'an. Kalau diambil kesimpulannya adalah sebagai berikut :
1.  As-Sunnah menjadi Bayan Tafshil, keterangan yang menjelaskan ayat-ayat yang mujmal (ringkas).
2.  As-Sunnah menjadi Bayan Takhshish, yaitu keterangan yang menentukan sesuatu dari yang umum.
3.  As-Sunnah menjadi Bayan Ta'yin, yaitu keterangan yang menentukan mana yang dimaksud dari dua atau tiga macam kemungkinan pengertian.
4.  Di samping itu kadang-kadang As-Sunnah mendatangkan suatu hukum yang tidak didapati pokoknya di dalam Al-Qur'an.
5.  Dan dengan As-Sunnah itu dapat dijalankan dalil untuk nasikh-mansukh. Yakni : Menentukan mana ayat yang dinasikhkan dan mana yang dimansukhkan, dari ayat-ayat yang kelihatannya berlawanan.
Kata Imam Ahmad bin Hanbal :
اَلسُّنَّةُ عِنْدَنَا آثَارُ رَسُوْلِ اللهِ   . اَلسُّنَّةُ تَفْسِيْرُ اْلقُرْآنِ وَهِيَ دَلاَئِلُ اْلقُرْآنِ.
"As-Sunnah itu bagi kami ialah atsar-atsar Rasulullah SAW, dan sunnah itu tafsir (keterangan) bagi Al-Qur'an dan ia pula yang menunjuki Al-Qur'an".
Juga beliau pernah berkata, "Bahwasanya mencari hukum di dalam Al-Qur'an, haruslah dengan melalui As-Sunnah; dan mencari agama ini adalah dengan melalui jalan As-Sunnah pula. Jalan yang sudah dibentangkan untuk memperoleh fiqih Islam dan syari'atnya yang besar, ialah As-Sunnah. Orang-orang yang hanya memahamkan Al-Qur'an saja dengan tidak memerlukan bantuan As-Sunnah dalam penjelasannya dan dalam mengetahui syari'atnya, akan sesat, tidak mengetahui jalan dan tidak akan sampai kepada tujuan yang dikehendaki".

[BERSAMBUNG]  


Demo Blog NJW V2 Updated at: Mei 01, 2020

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak