POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-32) 6. Utusan Quraisy Kembali Ke Makkah Dengan Tangan Hampa

Posted by

Ahad, 20 Juli 1997/15 Rabi'ul Awwal 1418                   Brosur No. : 892/932/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-32)

6.  Utusan Quraisy Kembali Ke Makkah Dengan Tangan Hampa
Sehubungan hasutan-hasutan utusan Quraisy kepada kaum Muslimin yang dikemukakan kepada baginda raja Habsyi, maka shahabat Ja'far memohon kepada baginda raja, untuk menanya kepada mereka.
Ja'far berkata : "Hai baginda raja, tanyakanlah kepada kedua (utusan Quraisy) itu, apakah kami ini hamba sahaya ataukah orang-orang merdeka ? Maka jika kami ini hamba sahaya, adakah kami melarikan diri dari tuan-tuan kami. Maka jika memang demikian, kami mohon baginda mengembalikan kami kepada mereka".
Kemudian kedua utusan Quriasy itu lalu ditanya oleh baginda raja sebagaimana permohonan Ja'far bin Abu Thalib tsb. Maka kedua utusan Quraisy itupun menyatakan bahwa kaum Muslimin tersebut adalah orang - orang merdeka.
Kemudian Ja'far berkata lagi : "Tanyakanlah wahai baginda raja kepada mereka berdua, apakah kami pernah menumpahkan darah secara tidak benar sehingga ia boleh menuntut balas dari kami dan apakah kami mengambil harta benda orang banyak secara tidak benar, lalu kami wajib membayarnya ?"
Oleh baginda raja mereka itu ditanya pula, dan mereka pun menjawab : "Tidak !"
Ja'far bertanya lagi : "Adakah kami mempunyai hutang kepada mereka, yang wajib kami bayar ?"
Oleh baginda raja mereka itu ditanya pula dan mereka menjawab : "Tidak !"
Setelah selesai tanya jawab antara shahabat Ja'far bin Abu Thalib dan utusan Quraisy dengan perantaraan raja Habsyi, maka baginda raja lalu berpaling kepada utusan Quraisy seraya berkata : "Pergilah kamu keduanya dari sini ! Demi Allah, kami tidak akan menyerahkan mereka itu kepadamu selama-lamanya, walaupun kamu memberikan gunung emas kepadaku !"
Lantas baginda raja berkata kepada para prajurit yang ada disampingnya : "Kembalikanlah kepada keduanya hadiah-hadiah yang mereka bawa karena kami tidak butuh kepada hadiah-hadiah itu !"
Kemudian semua hadiah dari dua orang utusan Quraisy itu oleh para prajurit dan pengawal raja dikembalikan kepada mereka.
Maka setelah kedua orang utusan Quraisy itu   mendengar perkataan raja Habsyi demikian itu, mereka masing-masing merasa amat kecewa, karena semua perkataan mereka yang berisi hasutan itu tidak dihiraukan dan tidak berguna sama sekali. Dan akhirnya mereka pulang ke Makkah dengan tangan hampa dan tidak membawa hasil sedikitpun.
7.  Wahyu Allah Yang Turun Berkenaan Dengan Peristiwa Tersebut
Menurut suatu riwayat sebelum raja Najasyi melahirkan ke Islamannya, baginda raja bertanya juga kepada Ja'far bin Abu Thalib : "Apa kata shahabatmu (Muhammad) tentang anak Maryam ?"
Ja'far menjawab : "Beliau mengatakan bahwa anak Maryam itu Ruh Allah dan Kalimah-Nya, Allah telah mengeluarkannya dari gadis perawan (Maryam) yang belum pernah didekati oleh seorang manusiapun"
Dengan jawaban yang singkat ini, mengertilah baginda raja dan sekalian pendeta yang ada dihadapannya, dan seketika itu juga mereka lalu mengikut Islam. Dan berkenaan dengan terjadinya peristiwa tersebut, pada waktu itu Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi SAW surat Al-Maidah ayat 82 s/d 86 yang artinya :
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang Mukmin ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang Mukmin ialah orang-orang yang berkata : "Sesungguhnya kami ini orang Nashrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul Muhammad), kamu lihat air mata mereka bercucuran disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui seraya berkata : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenarannya).
Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang shaleh ?"
Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.
Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. [Al-Maidah : 82 - 86]
8.  Nama-nama Kaum Muslimin Yang Hijrah Ke Habsyi Pada Kali Yang Kedua
Adapun nama-nama kaum Muslimin yang berhijrah ke Habsyi yang ke dua kali tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ja'far bin Abu Thalib, 2. Isterinya, Asmaa' binti 'Amis, 3. 'Utsman bin 'Affan, 4. Isterinya, Ruqayyah binti Muhammad Rasulullah, 5. Abu Salamah, Abdullah bin Abdul Asad, 6. Isterinya, Hindun Ummu Salamah, 7. Abu Sabrah bin Abi Rahmi, 8. Isterinya, Ummu Kultsum binti Suhail, 9. Khalid bin Sa'id, 10. Isterinya, Umainah binti Khalaf, 11. 'Amr bin Sa'id, 12. Isterinya, Fathimah binti Shafwan, 13. Qais bin 'Abdullah, 14. Isterinya, Barakah binti Yasar, 15. Jahm bin Qais, 16. Isterinya, Ummu Harmalah, 17. 'Amir bin Rabi'ah, 18 Isterinya, Laila binti Abu Hatsamah, 19. Abu Hudzaifah bin 'Uthbah, 20. Istrinya Sahlah binti Suhail, 21. Muththalib bin Azhar, 22. Isterinya, Ramlah binti Abu 'Auf, 23. Harits bin Khalid, 24. Isterinya, Raithah binti Harits, 25. Khaththab bin Al-Harits, 26. Isterinya, Fukaihah binti Yasar, 27. Hathib bin Al-Harits, 28. Isterinya, Fathimah binti Mujallal, 29. Malik bin Zam'ah, 30. Isterinya, 'Amrah binti As-Sa'diy, 33. Sakran bin 'Amr, 34. Isterinya, Saudah binti Zam'ah, 35. 'Ubaidullah bin Jahsy, 36. Isterinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, 37. Abdullah bin Jahasy, 38. Mu'aiqib bin Abu Fathimah, 39. Zubair bin Al-Awwam, 40. 'Utbah bin Ghazwan, 41. Al-Aswad bin Naufal, 42. Yazid bin Zam'ah, 43. Miqdad bin Al-Aswad, 44. Mush'ab bin 'Umair, 45. Thulaib bin 'Umair, 46. Suwaibith bin Harmalah, 47. Abur-Rum bin 'Umair, 48. Firas bin Nadlar, 49. 'Abdurrahman bin 'Auf, 50. 'Amir bin Abi Waqqash, 51. 'Abdullah bin Mas'ud, 52. 'Utbah bin Mas'ud, 53. 'Umar bin Umayyah, 54. 'Amr bin 'Utsman, 55. Syammas bin Utsman, 56. Habbar bin Sufyan, 57. Mu'attib bin 'Auf, 58. 'Utsman bin Madh'un, 59.Qudamah bin Madh'un, 60. Sa'ib bin Ustman, 61. Abdullah bin Madh'un, 62. Muhammad bin Hathib, 63. Harits bin Hathib, 64. Junadah bin Sufyan, 65. Jabir bin Sufyan, 66. Utsman bin Rabi'ah, 67. Abdullah bin Harits, 68. Khunais bin Hudzafah, 69. Qais bin Hudzafah, 70. Abdullah bin Hudzafah, 71. Harits bin Qais, 72. Ma'mar bin Al-Harits, 73. Bisyr bin Harits, 74. Abu Qais bin Al-Harits, 75. Sa'id bin 'Amr, 76. Sa'id bin Muhasysyim, 77. Mahmiyah bin Jaz-in, 78. Sa'id bin Harits, 79. 'Umair bin Ri-ab, 80. Ma'mar bin Abdullah, 81. Urwah bin Abdul 'Uzza, 82. 'Ady bin Nadllah, 83. Abdullah bin Makhramah, 84. 'Abdullah bin Suhail, 85. Salith bin 'Amr, 86. Hathib bin 'Amr, 87. Sa'ad bin Khaulah, 88. Abu 'Ubaidah Amir bin Al-Jarrah, 89. Suhail bin Baidla', 90. 'Utsman bin Abdi Ghanmin, 94. Sa'ad bin Abdi Qais, 95. Harits bin Abdi Qais, 96. Abdullah bin Sufyan, 97. Hisyam bin Abi Hudzaifah, 98. Salamah bin Hisyam, 99. Syurahbil bin Hasanah, 100. 'Ammar bin Yasir, 101. Ummu Aiman Al-Habasyiyyah, dia mengikuti Ruqayyah binti Muhammad (isteri Utsman bin Affan).
Jumlah kaum Muslimin dan Muslimat yang berhijrah ke Habsyi kali ke dua tersebut berjumlah 101 orang, lebih  banyak dari jumlah yang tinggal di Makkah bersama Nabi SAW. Adapun yang tidak ikut berhijrah, menurut riwayat adalah 52 orang lelaki dan 29 orang perempuan.
9.  Keadaan Nabi SAW Selama Diboikot
Menurut riwayat, pemboikotan itu berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Selama itu Nabi SAW dan kaum keluarganya serta kaum Muslimin yang tidak ikut berhijrah ke negeri Habsyi, begitu pula segenap keluarga kaum bani Hasyim dan bani Muththalib, menanggung bermacam-macam kesulitan dan kesengsaraan dalam hidupnya. Dalam masa selama itu putuslah hubungan mereka dengan segenap qabilah-qabilah Arab umumnya dan dengan kaum Quraisy penduduk Makkah khususnya. Mereka tidak dapat lagi bertemu dan berhubungan dengan siapapun, selain di dalam bulan-bulan Haram (Muharram, Rajab, Dzulqo'dah, Dzulhijjah), bulan-bulan yang dihormati, dimuliakan dan disucikan oleh segenap bangsa Arab, karena dalam bulan-bulan tersebut segala permusuhan dan rasa dendam peperangan dan balas dendam harus dilupakan dan diberhentikan. Di masa pemboikotan itu semua orang yang tinggal di dalam Syi'ib yang letaknya di sebuah celah bukit di luar kota Makkah, sampai makan daun-daun dan kulit-kulit pohon yang tipis, karena tidak mendapatkan bahan makanan dari luar.
Namun demikian, masih ada sebagian diantara orang-orang Quraisy yang masih ada hubungan famili atau kerabat dengan orang-orang yang diboikot tersebut yang masih punya perikemanusiaan. Mereka itu tidak tega melihat penderitaan orang-orang yang diboikot tersebut.
Golongan inilah yang sewaktu-waktu mengirimkan makanan dan sebagainya dengan sembunyi-sembunyi pada waktu tengah malam kepada mereka yang sedang terpisah dan terboikot di dalam Syi'ib itu. Karena mereka takut kalau-kalau perbuatan mereka itu sampai diketahui oleh mata-mata kaum Quraisy.
Inilah suatu macam kesengsaraan dan kemiskinan yang diderita oleh Nabi SAW dan kaum Muslimin pada masa itu. Meskipun demikian, Nabi SAW dan segenap kaum Muslimin tetap tenang serta teguh mengerjakan perintah-perintah Allah dengan sepenuhnya.
Selama terjadi pemboikotan itu, Nabi SAW menyiarkan agama Islam, hanya di dalam Syi'ib saja. Tentu saja penyiaran atau da'wah itu hanya tertuju kepada orang-orang yang ikut terboikot tersebut, kecuali pada bulan-bulan Haram. Pada masa itu Nabi SAW dapat menyiarkan Islam atau berda'wah di luar Syi'ib, kepada orang banyak, baik kepada penduduk Makkah maupun kepada orang-orang  yang datang dari luar kota, karena telah ditetapkan oleh undang-undang bangsa Quraisy sendiri, bahwa pada bulan-bulan Haram, tidaklah diperkenankan bagi siapapun melakukan perbuatan menganiaya. Maka selama kurang lebih tiga tahun itu, terutama pada musim Hajji Nabi SAW dan pengikut-pengikutnya terbebas dari penganiayaan dan kekejaman kaum musyrikin Quraisy. Sebab itu dapatlah Nabi SAW menyiarkan da'wahnya kepada orang-orang yang sama mengerjakan 'ibadah Hajji baik kepada bangsa Quraisy maupun kepada bangsa-bangsa Arab lainnya.
Sekalipun demikian, namun Abu Lahab dan kawan-kawannya sedikitpun tidak senang melihat Nabi SAW dapat leluasa berda'wah pada tiap-tiap musim Hajji itu. Lantaran itu, bilamana Nabi SAW berdakwah kepada orang banyak dan khalayak ramai tentang agama yang dibawa oleh beliau, Abu Lahab selalu mengikuti di belakang beliau seraya memfitnah kepada beliau dengan cara-cara yang sangat bengis dan kejam.
10.  Rusaknya Shohifah (Naskah Undang-Undang Pemboikotan)
Pada suatu waktu, ketika Nabi SAW sedang tidur, beliau bermimpi; Allah memberitahukan kepada beliau, bahwa naskah undang-undang pemboikotan, yang digantungkan di dalam Ka'bah, telah rusak dan hancur dimakan rayap, kecuali kertas yang ada tulisan yang berbunyi : 
بِـاسْمِكَ اللّـهُمَّ    (Atas nama Engkau, ya Allah !)
Oleh sebab itu Nabi SAW lalu memberitahukan hal tersebut kepada paman beliau yang tercinta, yaitu Abu Thalib.
Paman beliau sangat terkejut ketika mendengar apa yang beliau nyatakan. Lantas bertanya kepada beliau : "Apakah Tuhanmu telah memberitahukan kepadamu tentang hal itu ?"
Nabi SAW menjawab : "Ya"
Abu Thalib bertanya lagi : "Sungguhkah perkataanmu itu ? Tidak berdustakah engkau kepadaku ?"
Nabi SAW menjawab : "Ya, demi Allah ! Sungguh dapat dibuktikan".
Lalu pada suatu hari Abu Thalib mengajak sebagian orang dan keluarga bani Hasyim dan bani Muththalib yang gagah berani mendatangi kepala-kepala dan pembesar-pembesar bangsa Quraisy di Masjid.
Setelah Abu Thalib datang, mereka menyangka bahwa kedatangannya itu akan menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Karena mereka mengetahui bahwa Abu Thalib dan orang-oang yang ikut diboikot telah sama menderita kelaparan dan menanggung kesengsaraan dalam hidupnya masing-masing.
Kemudian Abu Thalib meyatakan maksud kedatangannya kepada mereka itu sebagai berikut : "Demi Allah ! kami keluar dari Syi'ib kemari ini bukanlah untuk menyerahkan keponakan saya (Muhammad), dan bukanlah kami akan minta ampun kepadamu semua, tetapi kami akan memberitahukan kepada kalian akan suatu hal yang amat penting, yang barangkali dapat mendatangkan perdamaian antara kami dan kamu semua. Yakni : Muhammad telah menyampaikan suatu berita kepadaku, dan perkataannya itu disertai sumpah didepanku dan aku percaya, bahwa dia tidak akan berdusta kepadaku. Memang dia sejak kecil adalah seorang yang tidak pernah berdusta, sebagaimana kamu semua telah maklum. Adapun perkataannya demikian : "Tuhan telah menyuruh anai-anai (rayap) ke dalam Ka'bah, supaya memakan kertas yang berisi naskah undang-undang pemboikotan kalian terhadap kami. Lantaran itu sekarang surat (naskah) undang-undang pemboikotan itu telah rusak dan hancur dimakan anai-anai, kecuali kertas yang tertulis lafadh yang berbunyi : "Bismika Alloohumma !" Demikianlah kata Muhammad. Oleh sebab itu, marilah sekarang kita lihat naskah undang-undang itu untuk membuktikan perkataan Muhammad itu ! Jikalau perkataan Muhammad itu tidak benar, maka kami rela menyerahkan Muhammad kepada kamu semua, dan perbuatlah sekehendakmu kepadanya. Tetapi, jikalau perkataan Muhammad itu terbukti, maka hal itu benar-benar menunjukkan, bahwa undang-undang pemboikotan itu tidak diperkenankan oleh Tuhan sekalian alam, bahkan boleh jadi orang-orang yang membuatnya terkutuk dan dimurkai-Nya".
Setelah pembesar-pembesar dan ketua-ketua bangsa Quraisy mendengar perkataan Abu Thalib yang demikian itu, maka mereka ingin membuktikan kebenaran hal yang dikatakannya. Mereka lalu masuk ke dalam Ka'bah. Akhirnya mereka masing-masing melihat dengan mata kepala, bahwa naskah undang-undang pemboikotan itu benar-benar telah rusak, kecuali kertas yang bertuliskan "Bismika Alloohumma !" yang tidak dimakan rayap.
Oleh sebab itu Abu Thalib lalu berkata kepada mereka : "Mengapa kamu semua senang mengepung dan memboikot kami ? Sedangkan perbuatan kamu yang demikian itu nyata-nyata menganiaya dan menyiksa kami yang akhirnya dapat pula memutuskan persaudaraan antara kami dan kamu semua ?".
Salah seorang dari mereka menjawab : "Abu Thalib ! Hal ini adalah karena sihir keponakanmu semata, dan tidak akan terjadi kalau tidak karena sihir itu".
Mendengar jawaban mereka semacam itu, Abu Thalib tersenyum. Kemudian bersama-sama dengan orang-orang yang mengiringkannya memohon kepada Allah : "Ya Allah ! Berilah kami pertolongan ~untuk mengalahkan~ orang-orang yang telah menganiaya kami dan memutuskan kasih sayang kami, dan yang telah menghalalkan barang yang diharamkan atas kami".

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: Februari 27, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak