Ahad,
11 Agustus 2002/02 Jumadil tsaniyah 1423 Brosur No. :
1141/1181/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-108)
Setelah
adanya perjanjian perdamaian antara kaum muslimin dan kaum musyrikin Quraisy di
Hudaibiyah, orang Islam yang berada di Makkah tidak tahan lagi tinggal di
Makkah, karena kaum Quraisy terus-menerus berbuat kejam kepada mereka,
disebabkan mereka tetap menthaati perintah-perintah agama Islam yang telah
diyaqini kebenarannya. Diantara bukti yang menunjukkan demikian ialah yang
terjadi atas diri Abu Bashir, yang riwayatnya sebagai berikut
:
‘Utbah
bin Usaid bin Jariyah yang terkenal dengan nama Abu Bashir adalah seorang muslim
yang sangat setia kepada Islam, selama ini ia ditahan oleh kaum musyrikin
Quraisy Makkah. Oleh karena ia senantiasa diperlakukan sewenang-wenang oleh kaum
Quraisy maka ia melarikan diri dari Makkah ke Madinah, dengan tujuan meminta
perlindungan kepada Nabi SAW.
Ketika
Abu Bashir tiba di Madinah, Nabi SAW dan kaum muslimin baru saja tiba dari
Hudaibiyah. Setelah Abu Bashir bertemu dengan Nabi SAW, lalu melaporkan segala
sesuatu yang dirasakan dan dideritanya beserta kawannya yang mengikut Islam di
Makkah selama ini.
Peristiwa
Abu Bashir melarikan diri ke Madinah ini akhirnya didengar juga oleh kaum
musyrikin Quraisy di Makkah. Oleh sebab itu Azhar bin Abdu ‘Auf dan Al-Akhnas
bin Syariq menulis surat kepada Nabi SAW, dan mereka mengutus seorang dari banu
‘Amir bin Luay dan seorang budaknya ke Madinah untuk menyampaikan surat
itu.
Setelah
mereka tiba di Madinah dan bertemu dengan Nabi SAW, lalu mereka menyampaikan
surat tersebut. Setelah menerima surat itu, Nabi SAW lalu berkata kepada Abu
Bashir :
يَا
اَبَا بَصِيْرٍ، اِنَّا قَدْ اَعْطَيْنَا هؤُلاَءِ اْلقَوْمَ مَا قَدْ عَلِمْتَ، وَ
لاَ يَصْلُحُ لَنَا فِى دِيْنِنَا اْلغَدْرُ. وَ اِنَّ اللهَ جَاعِلٌ لَكَ وَ
لِمَنْ مَعَكَ مِنَ اْلمُسْتَضْعَفِيْنَ فَرَجًا وَ مَخْرَجًا. فَانْطَلِقْ اِلَى
قَوْمِكَ. ابن هشام 4: 292
Hai
Abu Bashir, sesungguhnya kami telah memberikan perjanjian kepada kaum (Quraisy)
itu sebagaimana apa yang kamu ketahui, padahal menyelisihi janji tidak boleh
dalam agama kami. Dan sesungguhnya Allah akan menjadikan bagi kamu dan bagi
orang yang beserta kamu dari golongan orang-orang yang tertindas kelapangan dan
jalan keluar. Oleh sebab itu, kembalilah kamu kepada kaummu.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 292]
Abu
Bashir menjawab, “Ya Rasulullah, apakah engkau akan mengembalikan saya kepada
kaum musyrikin yang selalu menghalangi saya dalam melaksanakan agama saya ?”.
Nabi SAW bersabda :
يَا
اَبَا بَصِيْرٍ، اِنْطَلِقْ، فَاِنَّ اللهَ تَعَالَى سَيَجْعَلُ لَكَ وَ لِمَنْ
مَعَكَ مِنَ اْلمُسْتَضْعَفِيْنَ فَرَجًا وَ مَخْرَجًا. ابن هشام 4 :
292
Hai
Abu Bashir, kembalilah kamu, karena sesungguhnya Allah Ta’ala akan menjadikan
bagi kamu dan bagi orang yang beserta kamu dari golongan orang orang yang
tertindas kelapangan dan jalan keluar.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 292]
Karena
adanya jaminan dari Nabi SAW tersebut, maka Abu Bashir berangkat bersama dua
orang utusan kaum Quraisy tersebut kembali ke Makkah.
Diriwayatkan
bahwa setelah perjalanan Abu Bashir sampai di dusun Dzul Hulaifah, lalu ia duduk
di suatu tempat bersandarkan pagar sekedar untuk membuang lelah, dan dua orang
suruhan kaum Quraisy itu pun ikut duduk juga bersamanya. Kemudian Abu Bashir
bertanya kepada seorang dari banu ‘Amir (pembawa surat itu) mengenai pedang yang
dibawanya. Abu Bashir berkata, “Apakah pedangmu ini tajam, hai saudara banu
‘Amir ?”. Orang itu menjawab, “Ya”. Abu Bashir bertanya lagi, “Apakah boleh saya
melihatnya”. Orang banu ‘Amir itu menjawab, “Lihatlah, bila kamu ingin
melihatnya”.
Lalu
Abu Bashir pun menghunus pedang itu, kemudian menusukkannya kepada pemiliknya,
maka seketika itu tewaslah ia. [Ibnu Hisyam juz 4, hal.
292]
Kemudian
budak utusan kaum Quraisy tadi setelah melihat kawannya telah melayang jiwanya,
lalu melarikan diri secepatnya ke Madinah karena takut kalau dibunuh Abu Bashir.
Setiba di Madinah ia langsung menghadap kepada Nabi SAW melaporkan peristiwa
tersebut, dan ketika itu beliau sedang berada di masjid. Dengan nafas
terengah-engah dan wajah pucat ia minta pertolongan kepada Nabi SAW. Nabi SAW
bertanya, “Kasihan kamu, ada persoalan apa ?”. Ia menjawab, “Sahabat tuan telah
membunuh kawan saya”.
Mendengar
penuturan orang ini lalu beliau menyanggupi untuk menolongnya. Tidak lama
kemudian Abu Bashir pun datang menghadap kepada Nabi SAW dengan membawa pedang .
Abu Bashir lalu masuk ke masjid dan berkata kepada beliau
:
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، وَفَّتْ ذِمَّتُكَ وَ اَدَّى اللهُ عَنْكَ، اَسْلَمْتَنِى بِيَدِ
اْلقَوْمِ وَ قَدْ اِمْتَنَعْتُ بِدِيْنِى اَنْ اُفْتِنَ فِيْهِ اَوْ يُعْبَثَ بِى.
ابن هشام 4: 292
Ya
Rasulullah, telah sempurna tanggungan tuan, dan Allah telah menunaikan dari
tuan, karena tuan telah menyerahkan saya kepada kaum (musyrikin Quraisy), dan
saya telah mempertahankan agama saya dari gangguan atau saya dipermainkan”.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 292]
Mendengar
perkataan Abu Bashir itu lalu Nabi SAW bersabda, “Kasihan, bisa terjadi
peperangan seandainya dia bersama orang banyak, pergilah kemana saja kamu suka”.
Mendengar perintah beliau ini lalu Abu Bashir menjawab, “Baiklah, ya
Rasulullah”.
Abu
Bashir sadar bahwa di Madinah tidak ada tempat untuknya, dan ia pun tidak mau
membuat malu kaum muslimin di Madinah, terutama kepada Nabi SAW karena dirinya.
Maka setelah ia mendengar perintah Nabi SAW supaya pergi dari Madinah, ia segera
pergi sendirian. Ia pergi sampai ke suatu dusun yang bernama Al-‘Iesh, daerah
Dzil Marwah, yang letaknya di tepi laut yang biasa dilalui oleh orang-orang
Quraisy Makkah yang berniaga ke Syam.
Selanjutnya
Abu Bashir tinggal di desa itu dengan aman, tidak ada yang mengganggu dalam
mengerjakan agamanya.
Kemudian
Abu Jandal juga melarikan diri dari Makkah dan terus bergabung ke dusun Al-‘Iesh
bersama Abu Bashir tersebut. Selanjutnya seorang demi seorang kaum muslimin dari
Makkah melarikan diri ke dusun Al-‘Iesh itu, dan masing-masing lalu bertempat
tinggal di situ, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah ada tujuh puluh orang
kaum muslimin di tempat tersebut. Kemudian apabila ada rombongan dagang Quraisy
lewat di tempat tersebut, pergi maupun kembali dari Syam, selalu mereka tahan
dan mereka rampas, dan hal ini sangat menyulitkan kaum musyrikin
Quraisy.
Kaum
muslimat Makkah melarikan diri, hijrah ke Madinah
Selang
beberapa hari kemudian, orang-orang perempuan yang telah beriman yang masih
bertempat tinggal di Makkah, sedangkan para suami mereka masih dalam keadaan
musyrik, melarikan diri dan hijrah ke Madinah. Diantara mereka ialah Ummu
Kultsum binti ‘uqbah bin Abu Mu’aith, ia mengikut Islam sejak Nabi SAW masih di
Makkah.
Ummu
Kultsum melarikan diri dari Makkah ke Madinah dengan berjalan kaki, karena ia
senantiasa mendapat gangguan dari saudara laki-lakinya yang masih musyrik.
Setiba di Madinah Ummu Kultsum lalu menyembunyikan dirinya dengan dilindungi
oleh Ummu Salamah, karena ia khawatir, jangan-jangan Nabi SAW menyuruhnya
kembali ke Makkah kepada kaum Quraisy, mengingat salah satu pasal penjanjian
perdamaian beliau dengan kaum Quraisy.
Suatu
ketika Rasulullah SAW datang ke rumah Ummu Salamah, tiba-tiba beliau melihat
bahwa Ummu Kultsum berada di rumah Ummu Salamah. Setelah beliau menanyakan
mengapa ia sampai datang ke Madinah, lalu ia menyampaikan alasannya karena tidak
tahan menanggung gangguan dan penganiayaan atas dirinya dari pihak kaum
musyrikin Quaisy. Laporan Ummu Kultsum itupun mendapat perhatian dari Nabi SAW.
Kemudian datanglah dua orang saudara laki-lakinya, yakni Walid dan ‘Umarah,
keduanya masih musyrik, dengan sengaja mengejar dan meminta kepada Nabi SAW agar
saudara perempuan mereka itu diserahkan kembali kepada mereka untuk diajak
pulang ke Makkah. Mereka berdua berkata, “Ya Muhammad, sempurnakanlah kepada
kami segala apa yang telah engkau janjikan kepada kami”.
Mendengar
permintaan kedua saudaranya itu, Ummu Kultsum berkata, “Ya Rasulullah, saya ini
seorang perempuan, padahal orang-orang perempuan itu lemah segala-galanya, oleh
karena itu apakah engkau akan
mengembalikan saya kepada orang-orang kafir yang mehalangi saya dalam melakukan
kewajiban agama saya, saya tidak tahan lagi dari gangguan mereka
itu”.
Dan
menurut riwayat yang lain, bahwa sesudah perjanjian perdamaian Hudaibiyah
dilakukan, maka datanglah segolonan wanita Islam dari Makkah kepada Nabi SAW
dengan tujuan hijrah ke Madinah, diantara mereka itu ialah Subai’ah binti
Harits. Kemudian datanglah suaminya, Musafir Al-Makhzumiy ke Madinah untuk
mencarinya, dan demikian pula orang-orang musyrik dari Makkah datang menuntut
kepada Nabi SAW bahwa mereka (kaum muslimat) supaya dikembalikan ke
Makkah.
Sehubungan
dengan peristiwa-peristiwa tersebut, maka Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi
SAW sebagai berikut :
ياَيُّهَا
الَّذِيْنَ امَنُوْآ اِذَا جَاءَكُمُ اْلمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ
فَامْتَحِنُوْهُنَّ، اللهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ
مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى اْلكُفَّارِ، لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَ
لاَ هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ، وَ اتُوْهُمْ مَّا اَنْفَقُوْا، وَ لاَ جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَا اتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ، وَ لاَ
تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ اْلكَوَافِرِ وَ اسْئَلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَ
لْيَسْئَلُوْا مَآ اَنْفَقُوْا، ذلِكُمْ حُكْمُ اللهِ، يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ، وَ
اللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ(10) وَ اِنْ فَاتَكُمْ شَيْءٌ مّنْ اَزْوَاجِكُمْ اِلَى
اْلكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَأْتُوا الَّذِيْنَ ذَهَبَتْ اَزْوَاجُهُمْ مّثْلَ مَآ
اَنْفَقُوْا، وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ اَنْتُمْ بِه مُؤْمِنُوْنَ(11) ياَيُّهَا
النَّبِيُّ، اِذَا جَآءَكَ اْلمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلى اَنْ لاَّ يُشْرِكْنَ
بِاللهِ شَيْئًا وَّ لاَ يَسْرِقْنَ وَ لاَ يَزْنِيْنَ وَ لاَ يَقْتُلْنَ
اَوْلاَدَهُنَّ وَ لاَ يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَه بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ
وَ اَرْجُلِهِنَّ وَ لاَ يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَ
اسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللهَ، اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ (12)
الممتحنة:10-11
Hai
orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka. Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir, dan
hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar, dan hendaklah mereka meminta
mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya
diantara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(10)
Dan
jika seseorang dari istri-istrimu lari kepada orang-orang kafir, lalu kamu
mengalahkan mereka maka bayarkanlah kepada orang-orang yang lari istrinya itu
mahar sebanyak yang telah mereka bayar. Dan bertaqwalah kepada Allah Yang
kepada-Nya kamu beriman. (11)
Hai
Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan
janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah,
tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan
tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia
mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (12)
[QS. Al-Mumtahanah : 10-12]
Adapun
yang diujikan kepada orang-orang perempuan Islam yang baru datang berhijrah
tersebut, menurut riwayat bahwa mereka itu supaya mengucapkan syahadatain,
sesudah itu barulah mereka itu ada haq tidak boleh dikembalikan kepada
orang-orang kafir. Dan menurut riwayat yang lain, disamping mereka mengucapkan
syahadatain, mereka pun diperintahkan supaya bersumpah dengan kata-kata yang
artinya, “Demi Allah, saya tidak berhijrah karena menyukai sebuah kota dan
membenci sebuah kota, dan demi Allah, saya tidak berhijrah karena kebencian
suami, dan demi Allah, saya tidak berhijrah karena mencari keduniaan dan tidak
pula karena seorang laki-laki dari kaum muslimin, dan demi Allah saya tidak
berhijrah melainkan cinta kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. [Tafsir Ad-Durrul
Mantsur]
Tentang
hijrahnya wanita muslimat ini, Bukhari meriwayatkan yang diantaranya sebagai
berikut : Dari ‘Urwah bin Zubair, sesungguhnya dia pernah mendengar Marwan
dan Miswar bin Makhramah RA, keduanya menceritakan tentang shahabat-shahabat
Rasulullah SAW : Ketika Suhail bin ‘Amr membuat syarat perjanjian dengan
Rasulullah SAW yang isinya diantaranya sebagai berikut, “Setiap orang dari
golongan kami yang bergabung dan masuk agamamu (Muhammad), maka kamu harus
mengembalikannya kepada kami dan membiarkannya”, maka orang-orang mukmin merasa
tidak suka mengenai isi perjanjian Suhail yang dirasa tidak adil tersebut.
Mereka lalu meminta supaya Suhail merubahnya. Akan tetapi Suhail tetap pada
pendiriannya. Hal itu akhirnya disetujui oleh Nabi SAW. Dan pada saat itu pula
beliau mengembalikan Abu Jandal kepada ayahnya, yakni Suhail bin ‘Amr. Dan mulai
saat itu setiap orang laki-laki yang datang kepada Nabi SAW selalu beliau
kembalikan, sekalipun dia seorang muslim. Suatu hari datanglah beberapa orang
wanita mukminat berhijrah, diantara mereka itu Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu
Mu’aith kepada Rasulullah SAW. Tidak lama kemudian datang lah keluarga Ummu
Kultsum kepada Nabi SAW meminta agar beliau mengembalikan perempuan itu kepada
mereka. Namun Nabi SAW tidak mau mengembalikannya, berdasarkan apa yang
diturunkan oleh Allah . (Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Maka jika kamu telah mengetahui
bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang
kafir itu dan orang-orang kafir itu juga tidak halal bagi mereka) [QS.
Al-Mumtahanah ayat 10-11]. ‘Aisyah berkata, “Bahwasanya Rasulullah SAW menguji wanita-wanita yang
berhijrah itu dengan ayat (Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka ...
sampai dengan ... Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) [QS.
Al-Mumtahanah : 10-12]. Setelah wanita-wanita tersebut diuji dengan baik lalu
mereka membai’at Rasulullah SAW tanpa bersentuhan tangan, tetapi hanya dengan
perkataan saja”. [HR. Bukhari juz 3, hal. 172]
Bersambung
....
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak