POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-113) Perang Khaibar

Posted by

Ahad, 23 Pebruari 2003/22 Dzulhijjah 1423                   Brosur No. : 1166/1206/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-113)



Perang Khaibar
Khaibar adalah nama dari suatu kota besar yang mempunyai kebun-kebun yang luas dan perbentengan yang kokoh. Letaknya di sebelah barat laut kota Madinah, kurang lebih 100 mil jauhnya dari Madinah ke arah negeri Syam. [Nurul Yaqin 183]
Khaibar ketika itu menjadi pusat kaum Yahudi di ‘Arab. Kaum Yahudi banu Qainuqa’ yang diusir kaum muslimin dari Madinah bertempat tinggal di kota tersebut, demikian juga kaum Yahudi banu Nadlir. Hanya kaum Yahudi banu Quraidlah yang tidak sempat pindah ke Khaibar, karena semua kaum lelaki mereka dihukum bunuh oleh kaum muslimin disebabkan pengkhianatan mereka dalam perang Khandaq.
Ketua-ketua kaum Yahudi banu Nadlir yang tinggal di Khaibar itulah yang menyalakan perang Khandaq, yakni perang antara tentara kaum musyrikin ‘Arab dengan kaum muslimin.
Setelah perang Khandaq selessai, kaum Yahudi banu Nadlir tetap merasa belum puas jika belum dapat menghancurkan kaum muslimin. Apalagi setelah mereka mendengar terjadi perjanjian perdamaian antara Nabi SAW dengan kaum musyrikin Quraisy di Hudaibiyah, dan mengetahui bahwa Nabi SAW telah mengirim para utusannya untuk berdakwah kepada para raja dan para pembesar negara yang sedang berkuasa di sekeliling ‘Arab, maka semakin bertambah keinginan mereka untuk menyerang kota Madinah dan menghancurkan kaum muslimin.
Karena itulah mereka selalu berupaya mencari cara, dan berusaha mencari kekuatan untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka tahu bahwa dengan adanya perjanjian damai di Hudaibiyah itu, kaum musyrikin Quraisy tidak dapat lagi diajak bersekutu untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka lalu berusaha mencari jalan lain, yaitu menghasut kaum musyrikin ‘Arab lainnya, selain bangsa Quraisy yang masih memusuhi Islam dan kaum muslimin. Inilah jalan satu-satunya yang akan mereka tempuh.
Menurut riwayat, Sallam bin Misykam, seorang ketua Yahudi Khaibar berpesan kepada kaumnya, antara lain ia berkata, “Wajiblah atas mereka (Yahudi Khaibar) segera mengatur dan menyusun kekuatan, dengan menjaga persatuan yang kokoh antara mereka dengan kaum Yahudi yang ada di Wadil-Qura dan Taima, kemudian hendaklah mereka serentak berangkat ke Yatsrib (Madinah) lalu melakukan serangan besar-besaran terhadap kota itu, dan tidak usah meminta bantuan kepada bangsa ‘Arab dalam peperangan ini”.
Pesan Sallam bin Misykam ini tidak disetujui oleh kebanyakan para pemuka kaum Yahudi di Khaibar. Dengan demikian para ketua kaum Yahudi di Khaibar diam-diam mengadakan perundingan dengan kaum musyrikin ‘Arab yang bukan Quraisy, terutama dengan kaum banu Ghathafan. Persekutuan mereka dengan kaum musyrikin ‘Arab itu lalu dibentuk dengan tujuan untuk menghancurkan kaum muslimin.

Nabi Muhammad SAW dan tentara Islam berangkat ke Khaibar
Pada bulan Muharram tahun ke-7 H, Nabi SAW berangkat menuju Khaibar. Sebelum berangkat, Nabi SAW mengumumkan kepada kaum muslimin di kota Madinah melalui juru bicaranya :
لاَ تَخْرُجُوْا مَعِى اِلاَّ رَغْبَةً فِى اْلجِهَادِ. اَمَّا اْلغَنِيْمَةُ فَلاَ اُعْطِيْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا. نور اليقين 183
Janganlah kalian keluar besertaku, melainkan karena berjihad, adapun rampasan perang, maka aku tidak akan memberikan sedikitpun kepada kalian. [Nurul Yaqiin : 183]
Pengumuman ini maksudnya ialah bahwa orang-orang yang tidak suka berjihad, tidak usah ikut berangkat ke Khaibar, karena harta rampasan perang yang akan diperolehnya tidak akan diberikan oleh beliau sedikitpun kepada mereka.
Nabi SAW bersabda demikian itu dimaksudkan untuk menangkal orang-orang A’rab dan orang-orang munafiq yang ingin ikut menjadi tentara muslimin bukan karena ingin membela agama Allah, tetapi ingin memperoleh bagian dari harta rampasan perang saja, sebagaimana yang pernah terjadi di Hudaibiyah, dimana mereka mengundurkan diri. Adapun harta rampasan yang akan diperoleh di Khaibar nanti oleh Nabi SAW telah direncanakan untuk tentara Islam saja yang telah ikut bersusah-payah dan menderita di Hudaibiyah.
Kemudian setelah Nabi SAW mempersiapkan angkatan perang kaum muslimin sebesar 1.600 orang, dan diantaranya seratus orang berkuda. Kemudian Nabi SAW menyerahkan pimpinan ummat Islam di kota Madinah kepada Siba’ bin Arfathah Al-Ghifariy (dalam riwayat lain diserahkan kepada Numailah bin ‘Abdullah Al-Laitsiy). Bendera Islam dipercayakan kepada shahabat ‘Ali bin Abu Thalib, ketika itu benderanya berwarna putih. Setelah semuanya beres, berangkaltah Nabi SAW dengan pasukannya menuju Khaibar. Diantara istri Nabi SAW yang ikut ialah Ummu Salamah RA.
Menurut riwayat, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul mengirimkan surat kepada para ketua Yahudi di Khaibar (secara rahasia) yang berisi pemberitahuan kepada mereka, antara lain isinya ialah :
Bahwa Muhammad dan kaum pengikutnya hari ini telah berangkat menuju ke Khaibar, maka hendaklah tuan-tuan siap untuk menyambut mereka, dan simpanlah harta benda tuan-tuan dengan baik dalam benteng-benteng, tuan-tuan hendaklah keluar dari benteng-benteng untuk menangkis serangan mereka, dan janganlah tuan-tuan merasa takut berhadapan dengan mereka, karena persediaan tuan-tuan dan tentara tuan-tuan jauh lebih banyak dan lebih besar. Pasukan Muhammad tidak begitu banyak, dan alat-alat perang mereka amat sedikit. Kalau mereka menyerang kepada tuan-tuan, hancurkanlah dan musnahkanlah mereka itu dengan kekuatan yang ada pada tuan-tuan.
Setelah menerima khabar rahasia yang demikian itu, para ketua kaum yahudi Khaibar segera menyuruh dua orang dari mereka (Kinanah bin Abul Huqaiq dan Haudzah bin Qais) ke kabilah banu Ghathafan, dimana mereka diajak bersekutu untuk menangkis kedatangan tentara Islam yang dipimpin Nabi SAW. Dan mereka (kaum Yahudi) juga mengajak kaum kabilah-kabilah bangsa ‘Arab yang telah mengadakan persekutuan dengan mereka supaya bersama-sama menangkis serangan tentara Islam itu.

Persiapan kaum Yahudi di Khaibar
Kaum Yahudi di Khaibar sejak lama sudah bersiap-siap untuk menghancurkan kaum muslimin, maka setelah mendengar berita tentang rencana serangan kaum muslimin, segera mereka memperkuat barisan persekutuan mereka terlebih dahulu, ditambah dengan angkatan perang dari kabilah-kabilah ‘Arab musyrikin yang mengadakan persekutuan dengan mereka.
Kaum Yahudi Khaibar mempersiapkan beberapa persiapan penting, antara lain pimpinan perang mereka dalam pertempuran kali ini dipercayakan kepada Sallam bin Misykam, seorang Panglima yang sudah terkenal, karena mempunyai banyak pengalaman dan mengetahui banyak siasat dalam peperangan. Kemudian pertahanan dan pembelaan kota Khaibar itu disusun dan diaturnya sebagai berikut :
Anak-anak dan orang-orang perempuan mereka serta barang-barang yang berharga disingkirkan dan disimpan ke dalam benteng Wathih dan benteng Sulaalim. Alat-alat perlengkapan perang, seperti senjata dan sebagainya diletakkan dan disimpan di dalam benteng Na’im, dan pasukan-pasukan yang akan turut bertempur dan menangkis serangan musuh disiapkan dan dikerahkan di benteng Nathah. Adapun tempat kedudukan Sallam bin Misykam telah disediakan di benteng Nathah ini, karena untuk memberikan komando kepada segenap angkatan perang mereka bila terjadi pertempuran.
Khaibar ini mempunyai 3 benteng yang terpisah satu dengan yang lain, yaitu : 1. benteng Nathah, 2. benteng Kutsaibah, dan 3. benteng Syiqq. Di benteng Nathah terdiri 3 benteng, yaitu : Na’im, Sha’bu dan Qillah. Di benteng Kutsaibah terdiri dari 2 benteng, yaitu : Ubay dan Barii’. Dan di benteng Syiqq terdiri dari 3 benteng, yaitu : Qamush, Wathih dan Sulaalim.

Perjalanan tentara Islam menuju ke Khaibar
Selanjutnya Nabi SAW bersama tentara Islam dari Madinah terus berjalan menuju ke Khaibar, dengan mengambil jalan yang sunyi dan mudah ditempuh. Hal ini sangat berguna untuk memelihara keamanan bagi kaum muslimin sendiri dan menjauhkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Rasulullah SAW beserta pasukan muslimin menuju Khaibar lewat ‘Ishr, terus Shahba’, kemudian lewat lembah yang bernama Raji’. Ketika beliau berada di Shahba’ yakni kampung dekat Khaibar, beliau shalat ‘Ashar. Kemudian beliau meminta diambilkan bekal, lalu didatangkan kepada beliau tepung halus. Beliau lalu memerintahkan agar tepung itu dibasahi, lalu beliau makan dan para shahabatpun juga makan. Kemudian beliau bangkit untuk mengerjakan shalat Maghrib, beliau berkumur, lalu para shahabat juga berkumur, kemudian beliau shalat dan tidak berwudlu lagi (setelah makan tersebut).
Menurut riwayat pada suatu malam, dalam perjalanan ke Khaibar ada seorang shahabat yang berkata kepada ‘Amir bin Al-Akwa’, “Hai ‘Amir, maukkah kamu memperdengarkan syair-syairmu kepada kami ?”.
‘Amir bin Al-Akwa’ ini adalah seorang penyair, maka seketika itu ia turun dari kendaraannya, lalu bersyair yang bunyinya :
اَللّهُمَّ لَوْ لاَ اَنْتَ مَا اهْتَدَيْنَا وَ لاَ تَصَدَّقْنَا وَ لاَ صَلَّيْنَا
       فَاغْفِرْ فِدَاءً لَكَ مَا اَتْقَيْنَا          وَ اَلْقِيَنْ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا
وَ ثَبّتِ اْلاَقْدَامَ اِنْ لاَقَيْنَا           اِنَّا اِذَا صِيْحَ بِنَا اَتَيْنَا
       وَ بِالصّيَاحِ عَوَّلُوْا عَلَيْنَا
Ya Allah, sekiranya bukan karena Engkau,
kami tidak akan mendapat petunjuk,
kami tidak akan mengeluarkan sedeqah,
dan kami tidak akan mendirikan shalat.
Maka ampunilah (kami),
tebusan kami adalah ketaqwaan kami,
dan berikanlah ketenteraman kepada kami,
dan teguhkanlah kedudukan kami jika kami bertempur,
karena jika kami dipanggil (kepada kebenaran)
tentu kami datang.
Dan dengan panggilan itu,
mereka meminta bantuan kepada kami.
Setelah Nabi SAW mendengar syair yang demikian itu beliau lalu bertanya, “Siapa yang menuntun kendaraan itu ?”. Para shahabat menjawab, “ ‘Amir bin Al-Akwa’, ya Rasulullah”.
Nabi SAW bersabda : يَرْحَمُهُ اللهُ  “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya”. Lalu ada seorang shahabaat yang menyahut :
وَجَبَتْ يَا نَبِيَّ اللهِ “Pasti ya Nabiyallah”. [HR. Bukhari juz 5, hal. 72]
Setelah perjalanan pasukan Islam hampir sampai ke wilayah Khaibar, maka Nabi SAW bersabda kepada segenap tentaranya supaya berhenti di tempat itu. Setelah tentara kaum muslimin berhenti, beliau bedoa :
اَللّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَ مَا اَظْلَلْنَ وَ رَبَّ اْلاَرَضِيْنَ وَ مَا اَقْلَلْنَ، وَ رَبَّ الشَّيَاطِيْنَ وَ مَا اَضْلَلْنَا وَ رَبَّ الرّيَاحِ وَ مَا اَدْرَيْنَ، فَاِنَّا نَسْأَلُكَ خَيْرَ هذِهِ اْلقَرْيَةِ وَ خَيْرَ اَهْلِهَا وَ خَيْرَ مَا فِيْهَا، وَ نَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرّهَا وَ شَرّ اَهْلِهَا وَ شَرّ مَا فِيْهَا، اَقْدِمُوْا بِسْمِ اللهِ. ابن هشام 4: 298
Ya Allah Yang memelihara langit dan sesuatu yang di bawahnya, Yang memelihara bumi dan sesuatu yang di atasnya, Yang menguasai syaithan dan sesuatu yang ia sesatkan, dan Yang menguasai angin dan sesuatu yang ditiupkannya. Kami mohon kepada Engkau kebaikan wilayah ini, kebaikan penghuninya, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya. Dan kami berlindung kepada Engkau dari kejahatannya, dari kejahatan penghuninya dan dari kejahatan apa yang ada di dalamnya. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Majulah kamu dengan nama Allah”. [Ibnu Hisyam juz 4, hal. 298]
Menurut riwayat, tentara Islam ketika naik ke atas sebuah lembah di Khaibar, mereka bersama-sama membaca takbir dan tahlil dengan suara keras.
اَللهُ اَكْبَرُ! اَللهُ اَكْبَرُ! لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
Mendengar para shahabat mengangkat suara membaca takbir dan tahlil itu Nabi SAW lalu bersabda :
اِرْبَعُوْا عَلَى اَنْفُسِكُمْ اِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ اَصَمَّ وَ لاَ غَائِبًا، اِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا وَ هُوَ مَعَكُمْ. البخارى 5: 75
Hendaklah kamu mengasihi atas dirimu sendiri, karena sesungguhnya kamu tidak menyeru kepada yang tuli dan tidak pula yang tidak ada, sesungguhnya kamu menyeru kepada Yang Maha Mendengar lagi dekat, dan Dia bersama kalian. [HR. Bukhari juz 5, hal. 75]
Setelah mendengar sabda Nabi SAW itu pasukan muslimin lalu merendahkan suaranya, dan dengan tenang terus berjalan, sambil mengharap pertolongan Allah semata.

Bersambung .......


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 22, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak