POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-122) Keberangkatan pasukan Islam ke Mu’tah (lanjutan)

Posted by

Ahad, 07 September 2003/10 Rajab 1424                  Brosur No. : 1193/1233/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-122)


Keberangkatan pasukan Islam ke Mu’tah (lanjutan)
Ibnu Ishaq berkata : Rasulullah SAW bersama beberapa shahabatnya mengucapkan selamat jalan kepada semua pasukan dan para komandan mereka ketika akan meninggalkan Madinah. Pada saat itu ‘Abdullah bin Rawahah menangis tersedu-sedu. Orang-orang kemudian bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu menangis ?”. Ia menjawab, “Demi Allah, bukan karena saya cinta dunia, juga bukan karena perpisahan dengan kalian, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah SAW membaca salah satu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan neraka :
وَ اِنْ مّنْكُمْ اِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلى رَبّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا. مريم:71
Dan tidak ada seorang pun diantaramu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabb-mu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. [QS. Maryam : 71]
Aku tidak tahu, apakah aku akan kembali setelah mendatanginya ?.
Ketika pasukan itu berangkat, kaum muslimin mengucapkan doa, “Semoga Allah menyertai kalian, melindungi kalian dari marabahaya, dan mengembalikan kalian pulang dalam keadaan baik-baik”. Kemudian ‘Abdullah bin Rawahah mengatakan :
لكِنّى اَسْأَلُ الرَّحْمنَ مَغْفِرَةً             وَ ضَرْبَةً ذَاتَ فَرْغٍ تَقْذِفُ الزَّبَدَا
اَوْ طَعْنَةً بِيَدَى حَرَّانَ مُجْهِزَةً            بِحَرْبَةٍ تَنْفُذُ اْلاَحْشَاءَ وَ اْلكَبِدَا
حَتَّى يُقَالَ اِذَا مَرُّوْا عَلَى جَدَثِى         اَرْشَدَهُ اللهُ مَنْ غَازٍ وَ قَدْ رَشَدَا
Tetapi aku memohon ampun kepada Ar-Rahmaan,
dan kesempatan tebasan pedang yang mengalirkan darah,
atau lemparan tombak yang sangat halus lagi cepat,
yang menembus perut dan hati,
agar orang yang melewati quburku berdoa,
Semoga Allah melimpahkan petunjuk dan
karunia-Nya kepada orang yang telah berperang [Ibnu Hisyam 5 : 23]
Persiapan tentara Romawi
Menurut riwayat bahwa setelah tentara muslimin keluar dari Madinah beritanya didengar oleh Syurahbil, wakil Hiraklius di Syam, bahwa tentara Islam telah berangkat akan menyerang Bushra dengan bersenjata lengkap. Maka dengan cepat Syurahbil menyampaikan berita itu kepada Hiraklius raja Romawi meminta bantuan angkatan perang yang besar untuk menghadapi serangan tentara Islam tersebut.
Kemudian Hiraklius segera mengumpulkan tentaranya sejumlah 100.000 orang. Dan ketika itu kerajaan Romawi mengadakan persekutuan dengan kabilah-kabilah ‘Arab yang berdekatan dengan Syam yang masih memusuhi Islam. Maka merekapun mengumpulkan tentara 100.000 orang juga. Dengan demikian semuanya berjumlah 200.000 orang.
Adapun kabilah-kabilah ‘Arab yang membantu kerajaan Romawi ketika itu ialah dari suku Lakham, Judzam, Al-Qain, Bahraa’ dan Baliy. Kerajaan Romawi juga mempersenjatai pasukannya dengan alat-alat perang yang serba lengkap.
Permusyawaratan para pemimpin Islam
Pasukan Islam ketika sampai di suatu tempat yang bernama Ma’an wilayah Syam, mereka berhenti untuk bermusyawarah. Dan telah sampai berita kepada mereka bahwa raja Hiraklius telah tiba di Ma’aab daerah Balqaa’ wilayah Syam dengan membawa tentara Romawi sebanyak 100.000 orang ditambah lagi dengan tentara dari kabilah-kabilah ‘Arab sebanyak 100.000 orang juga, sehingga jumlahnya dua ratus ribu orang, dengan persenjataan yang lengkap. Dua hari-dua malam para komandan tentara Islam bermusyawarah untuk memecahkan masalah yang amat sulit dan berat itu.
Dalam musyawarah itu diantara mereka ada yang berpendapat bahwa berhubung angkatan perang yang dihadapi begitu besar, maka lebih baik mengirim surat lebih dulu kepada Nabi SAW dengan mengatakan bahwa kekuatan angkatan perang yang dihadapi begitu besar, lalu menunggu bagaimana sikap beliau. Apakah beliau akan mengirim bantuan tentara atau menyuruh kembali, atau memerintahkan supaya terus maju melawan musuh.
Pendapat yang demikian itu pada mulanya diterima oleh sebagian besar dari mereka, tetapi kemudian shahabat ‘Abdullah bin Rawahah berbicara, mengeluarkan pendapatnya, membakar semangat pasukan Islam, ia berkata :
يَا قَوْمِ، وَ اللهِ، اِنَّ الَّتِى تَكْرَهُوْنَ لَلَّتِى خَرَجْتُمْ تَطْلُبُوْنَ اَلشَّهَادَةَ وَ مَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعُدَدٍ وَ لاَ قُوَّةٍ وَ لاَ كَثْرَةٍ، مَا نُقَاتِلُهُمْ اِلاَّ بِهذَا الدّيْنِ الَّذِى اَكْرَمَنَا اللهُ بِهِ فَانْطَلِقُوْا، فَاِنَّمَا هِيَ اِحْدَى اْلحُسْنَيَيْنِ: اِمَّا ظُهُوْرٌ وَ اِمَّا شَهَادَةٌ. ابن هشام 5: 24
Wahai kaumku, demi Allah, sesungguhnya yang saudara-saudara benci itulah yang saudara-saudara telah keluar mencarinya, yaitu mati syahid. Kita memerangi musuh itu bukan karena adanya alat yang lengkap, bukan karena adanya kekuatan yang besar dan bukan pula karena tentara yang banyak. Dan kita tidak memerangi musuh melainkan karena agama ini, yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Oleh sebab itu, berangkatlah kalian, maju terus untuk mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, menang atau mati syahid. [Ibnu Hisyam : 5 : 24]
Demikianlah ‘Abdullah bin Rawahah, dengan ucapannya yang bersemangat, maka akhirnya segenap pasukan Islam serentak dengan suara bulat membenarkannya. Mereka berkata :
قَدْ وَ اللهِ صَدَقَ ابْنُ رَوَاحَةَ
Demi Allah, sungguh benar (perkataan) Ibnu Rawahah. [Ibnu Hisyam 5 : 24]
Kemudian pasukan muslimin melanjutkan perjalanan. Dan dengan tekad bulat mereka meninggalkan Ma’an menuju Balqaa’.
Kedatangan tentara Islam di Mu’tah
Dari kota Ma’an pasukan muslimin terus berjalan menuju perbatasan kota Balqaa’, tetapi baru sampai di Masyarif, sebuah kampung yang terletak di perbatasan Balqaa’ mereka melihat barisan tentara Hiraklius dari Romawi dan kabilah-kabilah ‘Arab yang besar itu, padahal yang terlihat itu baru sebagian kecil, belum semuanya. Lalu pasukan Islam membelok ke suatu tempat yang bernama Mu’tah. Karena di tempat inilah yang dipandang oleh pasukan muslimin lebih baik dan lebih tepat jika dipergunakan untuk pertahanan daripada di Masyarif. Di tempat inilah mereka lalu mendirikan kemah-kemah dan membuat pertahanan.
Ketika itu tentara musuh sudah lebih dahulu mengatur barisan mereka dan telah membuat pertahanannya dengan segala perlengkapan mereka.
Pada waktu itu segenap tentara Islam merasakan suatu ujian besar yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Aqidah dan kekuatan iman mereka benar-benar sedang diuji oleh Allah. Tentara muslimin hanya berjumlah 30.000 orang, dengan persenjataan yang serba terbatas menghadapi musuh 200.000 orang dengan bersenjata lengkap. Kalau akan meminta bantuan dari pusat amat sukar dan kedatangan bantuan itu pun sangat sulit, mengingat jarak antara mereka dengan Madinah sangat jauh.
Pasukan muslimin pada waktu itu penuh tauhid dan tawakkal di dadanya, tidak merasa takut sedikitpun dan tidak pula ragu-ragu menghadapi pasukan yang berjumlah besar itu. Mereka penuh percaya kepada kebesaran dan kekuasaan Allah seru sekalian alam, penuh percaya akan pertolongan Allah, walaupun harus ditempuh dengan pengorbanan dahulu.
Mereka masing-masing tetap berpendirian sebagaimana ucapan ‘Abdullah bin Rawahah semula : Menang atau mati Syahid.
Perang berlangsung dengan hebat
Karena segenap pasukan muslimin bertekad bulat menghadapi lawan yang amat besar jumlahnya itu, maka setelah mereka berhadapan dengan musuh, tidak lama kemudian terjadilah pertempuran seru antara kedua belah pihak.
Panglima Zaid bin Haritsah dengan membawa bendera Islam dan dengan penuh tauhid dalam dadanya terus maju, menyerbu, memberi komando pasukannya, membelah barisan tentara musuh. Ia yaqin, bahwa mati dalam pertempuran seperti itu adalah mati syahid, mati dalam kesucian dan itulah kemenangan yang sebesar-besarnya.
Oleh sebab itu, maka segenap tentara Islam pada waktu itu  pun bertempur dengan hebatnya, karena melihat panglima mereka Zaid bin Haritsah terus maju membelah dan menyerbu barisan musuh, menggempur dan menyerang tentara lawan dengan hebat. Dan barisan musuh waktu itu tidak sedikit yang mati bergelimpangan.
Setelah Zaid bin Haritsah membunuh beberapa tentara musuh, akhirnya iapun terbunuh terkena tombak musuh hingga mati syahid.
Setelah melihat Zaid bin Haritsah terbunuh, lalu Ja’far bin Abu Thalib yang sudah diberi amanat oleh Nabi SAW dengan cepat mengambil alih bendera itu, kemudian dengan sendirinya ia menggantikan kedudukan Zaid bin Haritsah memegang komando perang, dan terus menyerbu dan membelah barisan musuh, dengan berkuda ia terus menyerang, mengayunkan pedang, memenggal leher musuh yang di depannya.
Melihat kegagahan dan keberanian Ja’far itu, pihak musuh lalu mengepungnya, hingga ia dan kudanya terkurung. Dengan cepat Ja’far meloncat dari kudanya dan meneruskan pertempuran di atas tanah yang berdebu.
Ia terus memimpin pertempuran seraya bersyair :
يَا حَبَّذَا اْلجَنَّةُ وَ اقْتِرَابُهَا           طَيّبَةً وَ بَارِدًا شَرَابُهَا
وَ الرُّوْمُ قَدْ دَنَا عَذَابُهَا            كَافِرَةٌ بَعِيْدَةٌ اَنْسَابُهَا
عَلَيَّ اِذَا لاَقَيْتُهَا ضِرَابُهَا
Alangkah dekatnya surga,
harumnya semerbak dan segar minumannya,
orang-orang Romawi telah dekat siksanya,
yang kafir yang jauh nasabnya,
bila aku bertemu, wajib atasku memeranginya. [Ibnu Hisyam 5 : 28]
Setelah pertempuran berjalan beberapa saat, salah seorang tentara musuh dapat memotong tangan kanannya hingga putus. Sekalipun demikian, Ja’far tetap meneruskan pertempurannya dengan sengit, bendera Islam yang tadinya ada di tangan kanannya dengan cepat dipegang dengan tangan kirinya, dan ia terus maju menyerang musuh.
Beberapa saat kemudian, tangan kiri Ja’far yang memegang bendera Islam itu terkena pedang hingga putus, maka tidak kunjung padam, bendera Islam itu segera ia peluk dan diapitnya dengan dua ujung lengannya, sambil tetap mengomando tentara Islam untuk menyerbu musuh. Akhirnya musuh dapat membunuh Ja’far dengan ganas dan kejam. Seorang tentara musuh dapat menebas tubuh Ja’far hingga menjadi dua, dan Ja’far menemui syahid.
Ibnu Hisyam meriwayatkan sebagai berikut :
اِنَّ جَعْفَرَ بْنَ اَبِى طَالِبٍ اَخَذَ اللّوَاءَ بِيَمِيْنِهِ فَقُطِعَتْ، فَاَخَذَهُ بِشِمَالِهِ فَقُطِعَتْ، فَاحْتَضَنَهُ بِعَضُدَيْهِ حَتَّى قُتِلَ رض وَ هُوَ ابْنُ ثَلاَثٍ وَ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً، فَاَثَابَهُ اللهُ بِذلِكَ جَنَاحَيْنِ فِى اْلجَنَّةِ يَطِيْرُ بِهِمَا حَيْثُ شَاءَ. وَ يُقَالُ اِنَّ رَجُلاً مِنَ الرُّوْمِ ضَرَبَهُ يَوْمَئِذٍ ضَرْبَةً فَقَطَعَهُ بِنِصْفَيْنِ. ابن هشام 5: 28
Sesungguhnya Ja’far bin Abu Thalib membawa bendera dengan tangan kanannya, lalu terputuslah tangan kanan tersebut, kemudian ia membawanya dengan tangan kirinya, lalu terputuslah tangan kirinya tersebut, kemudian ia mengapitnya dengan kedua lengannya, sehingga beliau RA terbunuh. Waktu itu dia berumur 33 tahun, kemudian Allah menggantinya dengan dua sayap di surga yang dengannya ia bisa terbang kemana saja ia kehendaki. Dan dikatakan bahwa ada seorang laki-laki dari Romawi pada waktu itu menebasnya dengan pedang sehingga menjadi dua. [Ibnu Hisyam 5 : 28]
Kemudian ‘Abdullah bin Rawahah dengan cepat meloncat mengambil alih bendera Islam yang dibawa oleh Ja’far bin Abu Thalib. Seketika itu juga ia menggantikan kedudukan Ja’far bin Abu Thalib sebagai panglima pasukan Islam.
Setelah bendera Islam berada di tangannya, maka dengan gagah perkasa ia mengomandokan pasukan muslimin supaya terus bertempur, terus melawan dan menyerang musuh. Memang sebelum Ja’far gugur, ia telah menyiapkan diri untuk memimpin dan mengomando, karena ia selalu ingat amanat Nabi SAW. Dengan berkuda ia terus memimpin pasukan muslimin menyerbu dan menyerang musuh.
Melihat pasukan musuh yang begitu besar bertempur seru dengan pasukan muslimin itu, mendadak hati ‘Abdullah bin Rawahah merasa ragu-ragu untuk meneruskan pertempuran, tetapi kemudian dihempaskannya sambil bersyair :
اَقْسَمْتُ يَا نَفْسُ لَتَنْزِلِنَّهْ،                لَتَنْزِلِنَّ اَوْ لَتَكْرَهِنَّهْ
اِنْ اَجْلَبَ النَّاسُ وَشَدُّوا الرَّنَّهْ،          مَا لىِ اَرَاكِ تَكْرَهِيْنَ اْلجَنَّهْ
قَدْ طَالَ مَا قَدْ كُنْتِ مُطْمَئِنَّهْ،           هَلْ اَنْتِ اِلاَّ نُطْفَةٌ فِى شَنَّهْ
Aku telah bersumpah hai diriku,
sungguh engkau akan turun,
pasti engkau akan turun menyerbu,
walau engkau membencinya,
Jika orang-orang telah menyerbu,
dan mereka telah mengeraskan suara gaungnya,
mengapa aku melihatmu membenci surga ?
Sesungguhnya engkau telah lama dalam keadaan tenang dan tenteram,
padahal engkau tidak lain hanyalah setetes air nutfah,
di dalam sebuah gereba yang usang.
Lalu ia bersyair lagi :
يَا نَفْسُ اِلاَّ تُقْتَلِى تَمُوْتِى         هذَا حِمَامُ اْلمَوْتِ قَدْ صَلِيْتِ
       وَ مَا تَمَنَّيْتِ فَقَدْ اُعْطِيْتِ         اِنْ تَفْعَلِى فِعْلَهُمَا هُدِيْتِ
Hai diriku, jika engkau tidak mati dibunuh, engkau toh akan mati,
inilah waktu kematian sungguh telah sampai kepadamu,
dan apa yang telah engkau cita-citakan itu,
kini sungguh telah diberikan kepadamu,
jika engkau berbuat seperti perbuatan mereka berdua (Zaid dan Ja’far),
pastilah engkau terpimpin. [Ibnu Hisyam 5 : 29]
Di lain riwayat ada tambahannya yang berbunyi :
وَ اِنْ تَأَخَّرْتِ فَقَدْ شَقِيْتِ. سير اعلام النبلاء، السيرة النبوية 2: 122
Dan jika engkau mundur, maka sungguh celakalah engkau. [Siyaru a’laamin-nubalaa’, siirah nabawiyah 2 : 122]
Setelah itupun ia turun dari kudanya, dan dengan pedangnya bertempur terus dengan gagah perkasa, hingga banyak musuh yang tersambar pedangnya.
Pasukan muslimin pun dengan semangat yang tak kunjung padam terus menyerang musuh dengan hebat dan dahsyatnya.
Setelah melihat gerak langkah ‘Abdullah bin Rawahah yang hebat itu, lalu tentara musuh mengadakan pengepungan terhadapnya, dan akhirnya ia pun terbunuh hingga menemui syahid.


Bersambung........


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 22, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak