POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-121) Tentara Islam dikirim ke banu Mulawwah

Posted by

Ahad, 17 Agustus 2003/18 Jumadil Tsaniyah 1424          Brosur No. : 1190/1230/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-121)


Tentara Islam dikirim ke banu Mulawwah
Menurut riwayat, pada bulan Shafar tahun ke-8 Hijriyah, Nabi SAW mengirimkan satu pasukan dengan kekuatan belasan orang dengan dikepalai oleh Ghalib bin ‘Abdullah Al-Laitsiy ke banu Mulawwah di Kadid, yang terletak diantara ‘Usfan dan Qudaid.
Setelah sampai di Kadid pasukan muslimin ini mendadak bertemu dengan seorang kepala kaumnya yang bernama Al-Harits bin Malik Al-Laitsiy yang terkenal dengan Ibnul Barshaa’, lalu pasukan muslimin berhasil menawannya.
Setelah mereka sampai di tempat yang dituju, lalu mereka menyerbu ke tempat itu dan berhasil merampas unta-unta dan kambing mereka. Setelah kaum banu Mulawwah mengetahui bahwa pasukan muslimin hanya sedikit, lalu mereka berusaha mengadakan perlawanan dengan kekuatan yang lebih besar. Namun sebelum perlawanan mereka berlangsung, mendadak turunlah hujan lebat yang tidak disangka-sangka, yang menyebabkan air bah mengalir dengan deras di lembah itu, sehingga mereka tidak dapat lagi melalui lembah itu.
Dengan demikian maka tidak sampai terjadi pertempuran antara pasukan muslimin dan kaum banu Mulawwah, dan pasukan yang sedikit jumlahnya ini akhirnya dapat kembali ke Madinah dengan selamat dan membawa kemenangan.
Tentara Islam dikirim ke kaum banu Murrah di Fadak
Menurut riwayat, pada bulan shafar tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW memerintahkan shahabat Zubair bin Al-Awwam supaya berangkat memimpin satu pasukan Islam ke kabilah banu Murrah di Fadak. Sebelumnya, pada tahun ke-7 Hijriyah, satu pasukan tentara muslimin yang dipimipin Basyir bin Sa’ad sempat dikalahkan oleh kaum banu Murrah ini.
Ketika Zubair sedang berkemas akan berangkat, tiba-tiba Ghalib bin ‘Abdullah Al-Laitsiy dari Kadid datang dengan membawa kemenangan. Nabi SAW waktu itu lalu memerintahkan Ghalib supaya menggantikan Zubair mengepalai pasukan muslimin yang akan diberangkatkan tersebut.
Kemudian Ghalib berangkat mengepalai pasukan Islam sebanyak 200 orang dengan bersenjata lengkap menuju ke kabilah banu Murrah di Fadak.
Setelah sampai tujuan, pada suatu malam sebelum terjadi pertempuran, Ghalib mengumpulkan pasukannya lalu memberi pesan kepada mereka, ia berkata :
اَمَّا بَعْدُ فَاِنّى اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَنْ تُطِيْعُوْنِى وَ لاَ تُخَالِفُوْا لِى اَمْرًا، فَاِنَّهُ لاَ رَأْيَ لِمَنْ لاَ يُطَاعَ. نور اليقين 192
Adapun sesudah itu, maka aku berpesan kepada saudara-saudara, marilah kita bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hendaklah saudara-saudara thaat dan patuh kepadaku, dan jangan menyalahi pimpinanku, karena tidak ada pendapat bagi orang yang tidak dithaati. [Nuurul yaqiin : 192]
Kemudian Ghalib mempersaudarakan antara seorang dengan seorang yang lain diantara pasukan yang dibawah pimpinannya itu, lalu ia berkata di muka mereka, Ya Fulan, engkau saudara dengan Fulan..., ya Fulan, engkau saudara dengan Fulan ....., dan seterusnya”.
Selanjutnya ia berkata, “Janganlah seseorang diantara kamu bercerai dari kawannya, dan jauhkanlah olehmu bahwa jika seseorang dari kamu kembali, lalu saya tanyakan kepadanya, “Mana kawanmu yang telah aku persaudarakan itu”, lalu ia berkata, “Saya tidak tahu”, janganlah sampai demikian. Kemudian jika nanti aku bertakbir, maka hendaklah kalian bertakbir juga”.
Demikianlah pesan Ghalib kepada pasukannya.
Setelah tentara Islam mengepung musuh di tempat tersebut, bertakbirlah Ghalib dan diikuti pula oleh pasukannya, mereka masing-masing serentak menghunus pedang. Kemudian keluarlah pasukan musuh untuk mengadakan perlawanan, maka terjadilah pertempuran seru hingga beberapa saat. Syiar pasukan muslimin ketika itu ialah, “Amit ! Amit !”. (Binasakanlah ! Binasakanlah !).
Pertempuran berakhir dengan kemenangan tentara Islam, lalu mereka dapat merampas binatang-binatang ternak musuh. Dan dengan singkat pasukan Islam kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan yang besar, hingga tiap-tiap orang memperoleh bagian sepuluh ekor unta.
Tentara Islam dikirim ke kaum banu ‘Amir
Menurut riwayat, pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW mengirimkan satu pasukan dengan kekuatan 24 orang, dipimpin oleh Syuja’ bin Wahab Al-Asadiy ke kabilah banu Amir, segolongan kaum dari Hawazin. Nabi SAW memerintahkan kepada pasukan ini supaya dalam perjalanan mengambil jalan yang sunyi, pada siang hari supaya menyembunyikan diri dan pada malam hari supaya berjalan.
Perintah Nabi SAW ini mereka laksanakan dengan baik, dan dengan demikian tidak sampai diketahui oleh musuh.
Setelah tentara Islam yang hanya berkekuatan 24 orang itu sampai di tujuan, mendadak segenap penduduknya melarikan diri dan meninggalkan harta serta ternak mereka. Akhirnya tentara Islam dapat merampas ternak mereka, lalu dibawa ke Madinah.
Setibanya di Madinah, lalu rampasan itu dibagi-bagikan kepada yang berhaq menerimanya, tiap-tiap orang memperoleh bagian lima belas ekor unta.
Tentara Islam dikirim ke Dzatu ‘Athlah
Menurut riwayat, pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW mengerahkan satu pasukan tentara yang berkekuatan 15 orang dengan dipimpin oleh Ka’ab bin ‘Umair ke Dzatu ‘Athlah, termasuk wilayah negeri Syam.
Oleh karena penduduk Dzatu ‘Athlah sebelum kedatangan tentara Islam telah lebih dahulu menyuruh seorang mata-mata untuk menyelidiki keadaan tentara Islam, maka mereka mengetahui bahwa tentara Islam hanya berkekuatan 15 orang. Maka ketika tentara Islam sampai di tempat mereka, segenap penduduknya telah siap dengan senjata lengkap untuk mengadakan perlawanan. Setelah pasukan muslimin tiba, mereka segera menyerang dan mengepungnya.
Pertempuran sengit terjadi, tentara Islam yang hanya sedikit itu akhirnya mereka habisi, kecuali Ka’ab bin ‘Umair yang dapat melepaskan diri dengan menderita luka-luka, dan dengan susah payah ia kembali ke Madinah. Setiba di Madinah Ka’ab segera melaporkan segala yang terjadi di Dzatu ‘Athlah tersebut.
Setelah mendengar laporan yang menyedihkan itu, Nabi SAW bermaksud mengerahkan pasukan muslimin untuk dikirim ke Dzatu ‘Athlah, membalas kejahatan mereka. Tetapi sebelum beliau mengirim pasukannya yang kedua, mendadak beliau mendapat khabar bahwa segenap penduduk Dzatu ‘Athlah telah berpindah ke tempat lain. Oleh karena itu beliau membathalkan pengiriman pasukan tersebut.

Perang Mu’tah
Asal mula tejadinya perang Mu’tah
Ketika Nabi SAW mengirimkan beberapa orang utusan dengan membawa surat-surat dakwah kepada para raja dan pembesar negara, diantara mereka itu ialah Amir Bushra, sedang utusan Nabi SAW yang disuruh ke sana ialah Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdiy. Tetapi utusan Nabi SAW ini sebelum sampai ke tempat yang dituju untuk manyampaikan surat dakwah kepada orang yang harus menerimanya, tiba-tiba di tengah jalan (di Mu’tah) ia bertemu dengan Syurahbil bin ‘Amr Al-Ghassaniy, kepala daerah tersebut.
Al-Harits ditanya oleh Syurahbil, “Akan kemana kamu ?”. Al-Harits menjawab, “Saya mau ke Syam”. Syurahbil bertanya lagi, “Barangkali kamu utusan Muhammad ?”. “Ya betul”, jawab Al-Harits. Seketika itu Al-Harits ditangkap, kemudian dipenggal lehernya, sehingga Al-Harits tidak sampai bertemu dengan amir kota Bushra tersebut. [Nuurul Yaqiin : 177]
Menurut riwayat, tidak ada seorang pun dari utusan Nabi SAW yang membawa surat dakwah kepada para raja dan pembesar negara yang mati dibunuh selain Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdiy tersebut.
Khabar kematian Al-Harits itu tentu memerlukan penyelidikan agak lama, karena tidak seorang pun dari kaum muslimin yang mengetahui tentang kematiannya. Sekalipun demikian, penyelidikan terus menerus dilakukan, dan akhirnya terungkap juga, bahwa utusan itu telah mati dibunuh oleh Syurahbil bin ‘Amr Al-Ghassaniy, seorang pembesar Mu’tah.
Setelah berita kematian shahabat Al-Harits bin ‘Umair itu sampai kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW mengumpulkan angkatan perangnya sebanyak 3.000 orang di sebuah tempat yang bernama Jaraf, untuk dikirim ke Balqaa’ daerah Syam dengan dipimpin oleh Zaid bin Haritsah.
Persiapan tentara Islam
Bertempat di dusun Jaraf tersebut Nabi SAW mempersiapkan dan mengatur angkatan perangnya yang berkekuatan 3.000 orang, dan waktu itu shahabat yang diserahi tugas mengepalai komandonya ialah Zaid bin Haritsah. Nabi SAW bersabda :
اِنْ اُصِيْبَ زَيْدٌ فَجَعْفَرُ بْنُ اَبِى طَالِبٍ عَلَى النَّاسِ، فَاِنْ اُصِيْبَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ عَلَى النَّاسِ. البداية و النهاية4: 632
Jika Zaid tewas, maka Ja’far bin Abu Thalib untuk memegang komando angkatan perang, dan jika Ja’far tewas, maka ‘Abdullah bin Rawahah untuk memegang komando angkatan perang.
Demikianlah Nabi SAW bersabda sebagai amanat kepada mereka, agar dimengerti oleh segenap pasukan.
Menurut riwayat, yang lain wasiat tersebut demikian :
زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ اَمِيْرُ النَّاسِ. فَاِنْ قُتِلَ زَيْدٌ فَجَعْفَرُ بْنُ اَبِى طَالِبٍ، فَاِنْ قُتِلَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ، فَاِنْ قُتِلَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَلْيَرْتَضِ اْلمُسْلِمُوْنَ بَيْنَهُمْ رَجُلاً فَلْيَجْعَلُوْهُ عَلَيْهِمْ. البداية و النهاية4: 632
Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan, jika Zaid terbunuh, lalu digantikan oleh Ja’far bin Abu Thalib, Jika Ja’far terbunuh, lalu digantikan oleh ‘Abdullah bin Rawahah, dan jika ‘Abdullah bin Rawahah tewas, maka hendaklah kaum muslimin memilih seseorang diantara mereka, lalu menjadikannya sebagai pemimpin mereka. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 632]
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW memberikan amanat seperti itu, didengar oleh seorang Yahudi yang kebetulan ada di dekat tempat itu, yaitu Nu’man bin Fanhash. Setelah mendengar pesan-pesan Nabi SAW itu, lalu ia menghampiri beliau seraya berkata, “Ya Abal Qasim, jika engkau menyebutkan nama-nama orang, baik sedikit maupun banyak, jika engkau seorang yang benar-benar Nabi, maka niscaya mereka itu akan mati terbunuh. Karena para nabi Banu Israil jika menyerahkan pimpinan angkatan perangnya kepada seseorang dari tentaranya dengan mengatakan : Jika si fulan itu tewas maka si fulanlah yang menggantikannya, maka orang yang disebut namanya itu tentu tewas terbunuh oleh pihak lawannya. Jika kiranya yang disebut itu ada seratus orang, tentulah mereka itu tewas semuanya”. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 632]
Perkatan orang Yahudi ini oleh Nabi SAW dibiarkan saja, tidak dijawab sepatah katapun. Orang Yahudi itu lalu berkata kepada Zaid bin Haritsah, “Aku memperingatkanmu, sesungguhnya kamu tidak akan kembali selamanya, jika Muhammad itu memang seorang Nabi”.
Mendengar perkataan orang Yahudi itu lalu Zaid berkata :
اَشْهَدُ اَنَّهُ نَبِيٌّ صَادِقٌ بَارٌّ. البداية و النهاية 4: 633
Saya bersaksi, bahwa sesungguhnya beliau itu seorang Nabi yang benar lagi baik. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 633]
Pada waktu itu Nabi SAW lalu menyerahkan bendera Islam kepada Zaid bin Haritsah. Di samping itu Nabi SAW lalu berpesan kepada mereka, apabila mereka telah sampai di Mu’tah hendaklah mencari tempat terbunuhnya Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdiy dahulu, Kemudian Nabi SAW berpesan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah sampai di tempat yang dituju supaya menyampaikan dakwah Islam kepada penduduknya terlebih dahulu, kalau-kalau mereka itu suka mengikuti Islam, dan jika menolak dengan kekerasan, supaya mereka itu diperangi, dan hendaklah mereka (pasukan muslimin) memohon pertolongan kepada Allah untuk mengalahkan mereka.
Keberangkatan tentara Islam ke Mu’tah
Pasukan Islam sebanyak 3.000 orang setelah bersiap siaga dengan senjata perang, lalu Nabi SAW memerintahkan supaya berangkat dari Jaraf (tempat mereka berkumpul) menuju Mu’tah. Perintah Nabi SAW itu mereka thaati, dan mereka serentak berangkat dengan diantar oleh Nabi SAW sampai di luar kota Madinah, Nabi SAW berhenti sebentar, dan segenap tentara Islam berhenti juga, lalu beliau berpesan di depan mereka :
اُغْزُوْا بِاسْمِ اللهِ فَقَاتِلُوْا عَدُوَّ اللهِ وَ عَدُوَّكُمْ بِالشَّامِ. وَ سَتَجِدُوْنَ فِيْهَا رِجَالاً فِى الصَّوَامِعِ مُعْتَزِلِيْنَ فَلاَ تَتَعَرَّضُوْا لَهُمْ وَ لاَ تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَ لاَ صَغِيْرًا وَ لاَ بَصِيْرًا فَانِيًا، وَ لاَ تَقْطَعُوْا شَجَرًا وَ لاَ تَهْدِمُوْا بِنَاءً. نور اليقين 193
Berperanglah kalian dengan nama Allah, perangilah musuh Allah dan musuh kalian di Syam. Kamu sekalian akan mendapai di sana orang-orang yang beribadah di gereja-gereja, maka janganlah kalian mengganggu mereka, janganlah kalian membunuh wanita, anak kecil, orang tua yang pandangannya sudah kabur, janganlah kalian menebangi pohon-pohon dan jangan merusakkan bangunan-bangunan. [Nuurul Yaqiin : 193
Setelah Nabi SAW menyampaikan pesan-pesan tersebut, beliau lalu memerintahkan supaya tentara muslimin melanjutkan perjalanannya ke Mu’tah. Lalu mereka meminta diri kepada segenap muslimin yang turut menghantarkan di tempat tersebut, kemudian beliau berserta kaum muslimin mengucapkan :
صَحِبَكُمُ اللهُ وَ دَفَعَ عَنْكُمْ وَ رَدَّكُمْ اِلَيْنَا صَالِحِيْنَ. البداية و النهاية 4: 633
Mudah-mudahan Allah menyertai kalian dan menolak dari kalian segala marabahaya dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan baik. [Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 633]
Lalu Nabi SAW beserta kaum muslimin yang mengantar itu kembali ke Madinah.

Bersambung........


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 22, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak