Ahad,
17 Agustus 2003/18 Jumadil Tsaniyah 1424 Brosur No. :
1190/1230/SI
Tentara
Islam dikirim ke banu Mulawwah
Menurut
riwayat, pada bulan Shafar tahun ke-8 Hijriyah, Nabi SAW mengirimkan satu
pasukan dengan kekuatan belasan orang dengan dikepalai oleh Ghalib bin ‘Abdullah
Al-Laitsiy ke banu Mulawwah di Kadid, yang terletak diantara ‘Usfan dan
Qudaid.
Setelah
sampai di Kadid pasukan muslimin ini mendadak bertemu dengan seorang kepala
kaumnya yang bernama Al-Harits bin Malik Al-Laitsiy yang terkenal dengan Ibnul
Barshaa’, lalu pasukan muslimin berhasil menawannya.
Setelah
mereka sampai di tempat yang dituju, lalu mereka menyerbu ke tempat itu dan
berhasil merampas unta-unta dan kambing mereka. Setelah kaum banu Mulawwah
mengetahui bahwa pasukan muslimin hanya sedikit, lalu mereka berusaha mengadakan
perlawanan dengan kekuatan yang lebih besar. Namun sebelum perlawanan mereka
berlangsung, mendadak turunlah hujan lebat yang tidak disangka-sangka, yang
menyebabkan air bah mengalir dengan deras di lembah itu, sehingga mereka tidak
dapat lagi melalui lembah itu.
Dengan
demikian maka tidak sampai terjadi pertempuran antara pasukan muslimin dan kaum
banu Mulawwah, dan pasukan yang sedikit jumlahnya ini akhirnya dapat kembali ke
Madinah dengan selamat dan membawa kemenangan.
Tentara
Islam dikirim ke kaum banu Murrah di Fadak
Menurut
riwayat, pada bulan shafar tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW memerintahkan shahabat
Zubair bin Al-Awwam supaya berangkat memimpin satu pasukan Islam ke kabilah banu
Murrah di Fadak. Sebelumnya, pada tahun ke-7 Hijriyah, satu pasukan tentara
muslimin yang dipimipin Basyir bin Sa’ad sempat dikalahkan oleh kaum banu Murrah
ini.
Ketika
Zubair sedang berkemas akan berangkat, tiba-tiba Ghalib bin ‘Abdullah Al-Laitsiy
dari Kadid datang dengan membawa kemenangan. Nabi SAW waktu itu lalu
memerintahkan Ghalib supaya menggantikan Zubair mengepalai pasukan muslimin yang
akan diberangkatkan tersebut.
Kemudian
Ghalib berangkat mengepalai pasukan Islam sebanyak 200 orang dengan bersenjata
lengkap menuju ke kabilah banu Murrah di Fadak.
Setelah
sampai tujuan, pada suatu malam sebelum terjadi pertempuran, Ghalib mengumpulkan
pasukannya lalu memberi pesan kepada mereka, ia berkata :
اَمَّا
بَعْدُ فَاِنّى اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَنْ
تُطِيْعُوْنِى وَ لاَ تُخَالِفُوْا لِى اَمْرًا، فَاِنَّهُ لاَ رَأْيَ لِمَنْ لاَ
يُطَاعَ. نور اليقين 192
Adapun
sesudah itu, maka aku berpesan kepada saudara-saudara, marilah kita bertaqwa
kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Hendaklah saudara-saudara
thaat dan patuh kepadaku, dan jangan menyalahi pimpinanku, karena tidak ada
pendapat bagi orang yang tidak dithaati.
[Nuurul yaqiin : 192]
Kemudian
Ghalib mempersaudarakan antara seorang dengan seorang yang lain diantara pasukan
yang dibawah pimpinannya itu, lalu ia berkata di muka mereka, Ya Fulan, engkau
saudara dengan Fulan..., ya Fulan, engkau saudara dengan Fulan ....., dan
seterusnya”.
Selanjutnya
ia berkata, “Janganlah seseorang diantara kamu bercerai dari kawannya, dan
jauhkanlah olehmu bahwa jika seseorang dari kamu kembali, lalu saya tanyakan
kepadanya, “Mana kawanmu yang telah aku persaudarakan itu”, lalu ia berkata,
“Saya tidak tahu”, janganlah sampai demikian. Kemudian jika nanti aku bertakbir,
maka hendaklah kalian bertakbir juga”.
Demikianlah
pesan Ghalib kepada pasukannya.
Setelah
tentara Islam mengepung musuh di tempat tersebut, bertakbirlah Ghalib dan
diikuti pula oleh pasukannya, mereka masing-masing serentak menghunus pedang.
Kemudian keluarlah pasukan musuh untuk mengadakan perlawanan, maka terjadilah
pertempuran seru hingga beberapa saat. Syiar pasukan muslimin ketika itu ialah,
“Amit ! Amit !”. (Binasakanlah ! Binasakanlah !).
Pertempuran
berakhir dengan kemenangan tentara Islam, lalu mereka dapat merampas
binatang-binatang ternak musuh. Dan dengan singkat pasukan Islam kembali ke
Madinah dengan membawa kemenangan yang besar, hingga tiap-tiap orang memperoleh
bagian sepuluh ekor unta.
Tentara
Islam dikirim ke kaum banu ‘Amir
Menurut
riwayat, pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW mengirimkan satu
pasukan dengan kekuatan 24 orang, dipimpin oleh Syuja’ bin Wahab Al-Asadiy ke
kabilah banu Amir, segolongan kaum dari Hawazin. Nabi SAW memerintahkan kepada
pasukan ini supaya dalam perjalanan mengambil jalan yang sunyi, pada siang hari
supaya menyembunyikan diri dan pada malam hari supaya
berjalan.
Perintah
Nabi SAW ini mereka laksanakan dengan baik, dan dengan demikian tidak sampai
diketahui oleh musuh.
Setelah
tentara Islam yang hanya berkekuatan 24 orang itu sampai di tujuan, mendadak
segenap penduduknya melarikan diri dan meninggalkan harta serta ternak mereka.
Akhirnya tentara Islam dapat merampas ternak mereka, lalu dibawa ke
Madinah.
Setibanya
di Madinah, lalu rampasan itu dibagi-bagikan kepada yang berhaq menerimanya,
tiap-tiap orang memperoleh bagian lima belas ekor unta.
Tentara
Islam dikirim ke Dzatu ‘Athlah
Menurut
riwayat, pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-8 Hijriyah Nabi SAW mengerahkan satu
pasukan tentara yang berkekuatan 15 orang dengan dipimpin oleh Ka’ab bin ‘Umair
ke Dzatu ‘Athlah, termasuk wilayah negeri Syam.
Oleh
karena penduduk Dzatu ‘Athlah sebelum kedatangan tentara Islam telah lebih
dahulu menyuruh seorang mata-mata untuk menyelidiki keadaan tentara Islam, maka
mereka mengetahui bahwa tentara Islam hanya berkekuatan 15 orang. Maka ketika
tentara Islam sampai di tempat mereka, segenap penduduknya telah siap dengan
senjata lengkap untuk mengadakan perlawanan. Setelah pasukan muslimin tiba,
mereka segera menyerang dan mengepungnya.
Pertempuran
sengit terjadi, tentara Islam yang hanya sedikit itu akhirnya mereka habisi,
kecuali Ka’ab bin ‘Umair yang dapat melepaskan diri dengan menderita luka-luka,
dan dengan susah payah ia kembali ke Madinah. Setiba di Madinah Ka’ab segera
melaporkan segala yang terjadi di Dzatu ‘Athlah tersebut.
Setelah
mendengar laporan yang menyedihkan itu, Nabi SAW bermaksud mengerahkan pasukan
muslimin untuk dikirim ke Dzatu ‘Athlah, membalas kejahatan mereka. Tetapi
sebelum beliau mengirim pasukannya yang kedua, mendadak beliau mendapat khabar
bahwa segenap penduduk Dzatu ‘Athlah telah berpindah ke tempat lain. Oleh karena
itu beliau membathalkan pengiriman pasukan tersebut.
Perang
Mu’tah
Asal
mula tejadinya perang Mu’tah
Ketika
Nabi SAW mengirimkan beberapa orang utusan dengan membawa surat-surat dakwah
kepada para raja dan pembesar negara, diantara mereka itu ialah Amir Bushra,
sedang utusan Nabi SAW yang disuruh ke sana ialah Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdiy.
Tetapi utusan Nabi SAW ini sebelum sampai ke tempat yang dituju untuk
manyampaikan surat dakwah kepada orang yang harus menerimanya, tiba-tiba di
tengah jalan (di Mu’tah) ia bertemu dengan Syurahbil bin ‘Amr Al-Ghassaniy,
kepala daerah tersebut.
Al-Harits
ditanya oleh Syurahbil, “Akan kemana kamu ?”. Al-Harits menjawab, “Saya mau ke
Syam”. Syurahbil bertanya lagi, “Barangkali kamu utusan Muhammad ?”. “Ya betul”,
jawab Al-Harits. Seketika itu Al-Harits ditangkap, kemudian dipenggal lehernya,
sehingga Al-Harits tidak sampai bertemu dengan amir kota Bushra tersebut.
[Nuurul Yaqiin : 177]
Menurut
riwayat, tidak ada seorang pun dari utusan Nabi SAW yang membawa surat dakwah
kepada para raja dan pembesar negara yang mati dibunuh selain Al-Harits bin
‘Umair Al-Azdiy tersebut.
Khabar
kematian Al-Harits itu tentu memerlukan penyelidikan agak lama, karena tidak
seorang pun dari kaum muslimin yang mengetahui tentang kematiannya. Sekalipun
demikian, penyelidikan terus menerus dilakukan, dan akhirnya terungkap juga,
bahwa utusan itu telah mati dibunuh oleh Syurahbil bin ‘Amr Al-Ghassaniy,
seorang pembesar Mu’tah.
Setelah
berita kematian shahabat Al-Harits bin ‘Umair itu sampai kepada Nabi SAW, maka
Nabi SAW mengumpulkan angkatan perangnya sebanyak 3.000 orang di sebuah tempat
yang bernama Jaraf, untuk dikirim ke Balqaa’ daerah Syam dengan dipimpin oleh
Zaid bin Haritsah.
Persiapan
tentara Islam
Bertempat
di dusun Jaraf tersebut Nabi SAW mempersiapkan dan mengatur angkatan perangnya
yang berkekuatan 3.000 orang, dan waktu itu shahabat yang diserahi tugas
mengepalai komandonya ialah Zaid bin Haritsah. Nabi SAW bersabda
:
اِنْ
اُصِيْبَ زَيْدٌ فَجَعْفَرُ بْنُ اَبِى طَالِبٍ عَلَى النَّاسِ، فَاِنْ اُصِيْبَ
جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ عَلَى النَّاسِ. البداية و النهاية4:
632
Jika
Zaid tewas, maka Ja’far bin Abu Thalib untuk memegang komando angkatan perang,
dan jika Ja’far tewas, maka ‘Abdullah bin Rawahah untuk memegang komando
angkatan perang.
Demikianlah
Nabi SAW bersabda sebagai amanat kepada mereka, agar dimengerti oleh segenap
pasukan.
Menurut
riwayat, yang lain wasiat tersebut demikian :
زَيْدُ
بْنُ حَارِثَةَ اَمِيْرُ النَّاسِ. فَاِنْ قُتِلَ زَيْدٌ فَجَعْفَرُ بْنُ اَبِى
طَالِبٍ، فَاِنْ قُتِلَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ، فَاِنْ قُتِلَ
عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَلْيَرْتَضِ اْلمُسْلِمُوْنَ بَيْنَهُمْ رَجُلاً
فَلْيَجْعَلُوْهُ عَلَيْهِمْ. البداية و النهاية4: 632
Zaid
bin Haritsah sebagai pemimpin pasukan, jika Zaid terbunuh, lalu digantikan oleh
Ja’far bin Abu Thalib, Jika Ja’far terbunuh, lalu digantikan oleh ‘Abdullah bin
Rawahah, dan jika ‘Abdullah bin Rawahah tewas, maka hendaklah kaum muslimin
memilih seseorang diantara mereka, lalu menjadikannya sebagai pemimpin
mereka.
[Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 632]
Diriwayatkan
bahwa ketika Nabi SAW memberikan amanat seperti itu, didengar oleh seorang
Yahudi yang kebetulan ada di dekat tempat itu, yaitu Nu’man bin Fanhash. Setelah
mendengar pesan-pesan Nabi SAW itu, lalu ia menghampiri beliau seraya berkata,
“Ya Abal Qasim, jika engkau menyebutkan nama-nama orang, baik sedikit maupun
banyak, jika engkau seorang yang benar-benar Nabi, maka niscaya mereka itu akan
mati terbunuh. Karena para nabi Banu Israil jika menyerahkan pimpinan angkatan
perangnya kepada seseorang dari tentaranya dengan mengatakan : Jika si fulan itu
tewas maka si fulanlah yang menggantikannya, maka orang yang disebut namanya itu
tentu tewas terbunuh oleh pihak lawannya. Jika kiranya yang disebut itu ada
seratus orang, tentulah mereka itu tewas semuanya”. [Al-Bidaayah wan Nihaayah
juz 4, hal. 632]
Perkatan
orang Yahudi ini oleh Nabi SAW dibiarkan saja, tidak dijawab sepatah katapun.
Orang Yahudi itu lalu berkata kepada Zaid bin Haritsah, “Aku memperingatkanmu,
sesungguhnya kamu tidak akan kembali selamanya, jika Muhammad itu memang seorang
Nabi”.
Mendengar
perkataan orang Yahudi itu lalu Zaid berkata :
اَشْهَدُ
اَنَّهُ نَبِيٌّ صَادِقٌ بَارٌّ. البداية و النهاية 4: 633
Saya
bersaksi, bahwa sesungguhnya beliau itu seorang Nabi yang benar lagi
baik.
[Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 633]
Pada
waktu itu Nabi SAW lalu menyerahkan bendera Islam kepada Zaid bin Haritsah. Di
samping itu Nabi SAW lalu berpesan kepada mereka, apabila mereka telah sampai di
Mu’tah hendaklah mencari tempat terbunuhnya Al-Harits bin ‘Umair Al-Azdiy
dahulu, Kemudian Nabi SAW berpesan kepada mereka, bahwa apabila mereka telah
sampai di tempat yang dituju supaya menyampaikan dakwah Islam kepada penduduknya
terlebih dahulu, kalau-kalau mereka itu suka mengikuti Islam, dan jika menolak
dengan kekerasan, supaya mereka itu diperangi, dan hendaklah mereka (pasukan
muslimin) memohon pertolongan kepada Allah untuk mengalahkan
mereka.
Keberangkatan
tentara Islam ke Mu’tah
Pasukan
Islam sebanyak 3.000 orang setelah bersiap siaga dengan senjata perang, lalu
Nabi SAW memerintahkan supaya berangkat dari Jaraf (tempat mereka berkumpul)
menuju Mu’tah. Perintah Nabi SAW itu mereka thaati, dan mereka serentak
berangkat dengan diantar oleh Nabi SAW sampai di luar kota Madinah, Nabi SAW
berhenti sebentar, dan segenap tentara Islam berhenti juga, lalu beliau berpesan
di depan mereka :
اُغْزُوْا
بِاسْمِ اللهِ فَقَاتِلُوْا عَدُوَّ اللهِ وَ عَدُوَّكُمْ بِالشَّامِ. وَ
سَتَجِدُوْنَ فِيْهَا رِجَالاً فِى الصَّوَامِعِ مُعْتَزِلِيْنَ فَلاَ
تَتَعَرَّضُوْا لَهُمْ وَ لاَ تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَ لاَ صَغِيْرًا وَ لاَ
بَصِيْرًا فَانِيًا، وَ لاَ تَقْطَعُوْا شَجَرًا وَ لاَ تَهْدِمُوْا بِنَاءً. نور
اليقين 193
Berperanglah
kalian dengan nama Allah, perangilah musuh Allah dan musuh kalian di Syam. Kamu
sekalian akan mendapai di sana orang-orang yang beribadah di gereja-gereja, maka
janganlah kalian mengganggu mereka, janganlah kalian membunuh wanita, anak
kecil, orang tua yang pandangannya sudah kabur, janganlah kalian menebangi
pohon-pohon dan jangan merusakkan bangunan-bangunan.
[Nuurul Yaqiin : 193
Setelah
Nabi SAW menyampaikan pesan-pesan tersebut, beliau lalu memerintahkan supaya
tentara muslimin melanjutkan perjalanannya ke Mu’tah. Lalu mereka meminta diri
kepada segenap muslimin yang turut menghantarkan di tempat tersebut, kemudian
beliau berserta kaum muslimin mengucapkan :
صَحِبَكُمُ
اللهُ وَ دَفَعَ عَنْكُمْ وَ رَدَّكُمْ اِلَيْنَا صَالِحِيْنَ. البداية و النهاية
4: 633
Mudah-mudahan
Allah menyertai kalian dan menolak dari kalian segala marabahaya dan
mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan baik.
[Al-Bidaayah wan Nihaayah juz 4, hal. 633]
Lalu
Nabi SAW beserta kaum muslimin yang mengantar itu kembali ke
Madinah.
Bersambung........
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak