Ahad,
18 Juli 1999/04 Rabi'uts Tsani 1420 Brosur no. :
991/1031/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-64)
Setelah
Nabi SAW bermusyawarah dengan para shahabatnya, beliau lalu meneruskan
perjalanan, dan beliau bersabda :
اَبْشِرُوْا، فَاِنَّ اللهَ قَدْ وَعَدَنِى اِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ،
وَ اللهِ لَكَأَنِّى اَنْظُرُ اِلَى مَصَارِعِ اْلقَوْمِ. الكامل 2:18
Bergembiralah
karena sesungguhnya Allah telah memberikan janji kepadaku salah satu dari dua
golongan. Demi Allah, sungguh sekarang ini aku seolah-olah melihat kepada tempat
kebinasaan (kekalahan kaum Quraisy).
Berdasar
perintah Nabi SAW itu, maka segenap kaum muslimin yang ikut serta di dalam
perjalanan pada waktu itu dengan tulus ikhlash, berangkat menuju tempat yang
dituju oleh Nabi SAW dan mereka selalu thaat dan patuh kepada apa yang
diperintahkan Nabi.
Perhatian
Nabi SAW ketika itu hanya ditujukan kepada pihak lawan yang akan dihadapinya,
sambil berserah diri kepada Allah.
Nabi
SAW dan tentaranya terus berjalan menuju Badr. Kemudian di tengah jalan beliau
SAW bertemu dengan seorang tua dari bangsa ‘Arab. Ketika itu Nabi SAW bertanya
kepadanya tentang kaum Quraisy dan tentang Nabi Muhammad SAW dan tentaranya, dan
khabar apa yang sampai kepadanya tentang dua golongan
tersebut.
Seorang
‘Arab tua tadi berkata, “Saya tidak akan memberitahu kepadamu berdua (yang
dituju ialah Nabi SAW dan Abu Bakar), kecuali jika kamu berdua memberitahukan
kepadaku terlebih dahulu siapakah kalian”. Nabi SAW menjawab, “Apabila kamu
memberi khabar lebih dahulu kepada kami, nanti kami akan memberi khabar
kepadamu". Orang ‘Arab tersebut berkata, “Apakah sebaiknya begitu ?”. Nabi
SAW menjawab, “Ya”.
Orang
tua tadi berkata, “Telah sampai khabar kepadaku, bahwa Muhammad dan
tentaranya keluar dari Madinah pada hari anu dan tanggal sekian, maka jika orang
yang mengkhabarkan kepadaku itu benar, tentu hari ini telah sampai di tempat ini
dan ini (Yang dimaksud ialah tempat yang pada saat itu Nabi berada). Dan telah
sampai khabar kepadaku, bahwa kaum Quraisy telah keluar dari Makkah pada hari
anu dan tanggal sekian, maka jika khabar itu benar, tentu hari ini mereka telah
sampai di tempat desa ini dan ini (Yang dimaksud ialah tempat yang pada waktu
itu kaum Quraisy berada)”.
Kemudian
Nabi dan Abu Bakar ditanya, “Nah, sekarang dari manakah kamu berdua ?“.
Nabi SAW menjawab, “Dari air”
(نَحْنُ مِنْ مَاءٍ).
Kemudian
Nabi SAW berpaling dan meninggalkannya. Akhirnya orang tua itu
bertanya-tanya, مَا مِنْ مَاءٍ، اَ مِنْ مَاءِ اْلعِرَاقِ ؟ “Dari air mana,
apakah dari air negeri ‘Iraq ?”.
Padahal
yang dimaksud Nabi SAW dengan perkataan air itu bukanlah air biasa, tetapi air
asal kejadian manusia, ialah air nutfah. Akan tetapi orang ‘Arab itu tadi tidak
mengerti yang dimaksud oleh Nabi SAW. Adapun nama orang tadi ialah Sufyan
Adl-Dlamriy. Kemudian Nabi SAW kembali kepada tentaranya.
Pada
sore hari beliau lalu menyuruh shahabat ‘Ali bin Abu Thalib, Zubair bin ‘Awwam
dan Sa’ad bin Abu Waqqash supaya pergi ke tempat air di desa Badr, untuk mencari
berita dan menyelidiki kedatangan kaum Quraisy.
Setelah
sampai di tempat yang dituju, mereka bertemu dengan unta-unta kepunyaan kaum
Quraisy yang sedang mencari air di tempat tersebut bersama penggembalanya, yaitu
Aslam, budak dari bani Hajjaj dan ‘Aridl Abu Yasar dari bani ‘Aash. Kedua orang
tersebut lalu ditangkap oleh Ali dan kawannya, lalu ditanya, “Hai, kamu
disuruh siapa ?”. Kedua budak tersebut menjawab, “Kami disuruh oleh kaum
Quraisy, dan kami tukang mengambil air untuk minum mereka dan binatang-binatang
mereka”.
Setelah
mendengar jawaban yang demikian itu, tiga shahabat tadi tampak tidak suka,
karena mereka berharap supaya dua budak tersebut mengaku suruhan dari angkatan
perdagangan yang dikepalai oleh Abu Sufyan yang sedang dicari oleh kaum
muslimin. Sebab itu keduanya dipukuli bertiga.
Setelah
dua orang budak tadi merasakan sakit, dan keduanya mengaku suruhan Abu Sufyan,
lalu dilepaskan. Pada waktu itu Nabi SAW sedang mengerjakan shalat, setelah
selesai kemudian beliau memanggil tiga shahabatnya tadi. Setelah mereka
menghadap, Nabi SAW bersabda, “Mengapa kamu mengerjakan begitu ? Budak-budak
itu ketika berkata benar kamu pukuli, dan ketika berdusta kamu lepaskan dan kamu
tinggalkan ?. Demi Allah, sesungguhnya mereka itu adalah suruhan orang-orang
Quraisy. Coba panggillah mereka agar memberi khabar kepadaku tentang kaum
Quraisy”.
Lalu
mereka dipanggil ke hadapan Nabi SAW dan ditanya tentang kaum Quraisy, maka
jawabnya, “Demi Allah, keadaan kaum Quraisy sekarang ada di belakang jurang
ini ...., dan di sebelah ini dan itu”. Lalu Nabi SAW bertanya lagi,
“Berapa kaum quraisy yang datang ?”. Mereka menjawab, “Banyak”.
Nabi SAW bertanya, “Berapa bilangannya ?”. Mereka menjawab, “Kami
tidak tahu”. Nabi SAW bertanya lagi, “Berapa ekor kambing yang disembelih
tiap hari ?”. Mereka menjawab, “Tiap-tiap hari memotong 9 sampai 10 ekor
kambing”.
Nabi
SAW bersabda, kalau begitu, sudah barang tentu mereka itu antara 900 sampai 1000
orang banyaknya. Nabi SAW bertanya, “Siapa saja kepala-kepala dan ketua-ketua
Quraisy yang ikut berangkat ?”. Mereka menjawab, “Kepala-kepala dan
ketua-ketua Quraisy yang berangkat ialah : ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin
Rabi’ah, Abul Bakhtary bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, Harits
bin ‘Amir, Thu’aimah bin ‘Ady, Nadlar bin Harits, Zam’ah bin Aswad, Abu Jahl bin
Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nufail bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al Hajjaj, Suhail
bin ‘Amr dan ‘Amr bin ‘Abdul Wad”.
Kemudian
mereka disuruh kembali, sedangkan Nabi SAW kembali kepada tentaranya, lalu
bersabda, “Inilah Makkah, sungguh telah bertemu kepadamu sekalian sepotong
jantung hatinya”.
5.
Kekacauan tentara Quraisy di tengah jalan
Diriwayatkan,
bahwa dalam perjalanan dikalangan tentara Quraisy telah timbul kekacauan yang
hebat.
Bermula
setelah angkatan perdagangan Quraisy yang dikepalai oleh Abu Sufyan telah dapat
melepaskan diri dari kejaran pasukan kaum Muslimin, maka ketika sampai di dusun
Juhfah, lalu Abu Sufyan menyuruh seseorang supaya menyusul tentara Quraisy dan
mengkhabarkan kepada kepala tentara Quraisy bahwa Abu Sufyan meminta supaya
tentara Quraisy kembali saja, jangan sampai meneruskan perjalanannya, karena apa
yang dijaganya telahterlepas dari bahaya yang dikhawatirkan. Tetapi permintaan
Abu Sufyan itu ditolak dengan keras dan penuh kesombongan oleh kepala pasukan
Quraisy Abu Jahl bin Hisyam.
Abu
Sufyan setelah menerima khabar penolakan Abu Jahl yang begitu sombong dan
congkak itu, lalu berkata, “Inilah orang yang kelewat batas. Orang yang
semacam itu tentu akan celaka dan akhirnya akan
jatuh”.
Kemudian
terjadi lagi satu keonaran yang hebat, yaitu : Juhaim bin Ash-Shalt, seorang
dari Bani Abdul Muththalib yang ikut menjadi tentara Quraisy ketika berada di
Juhfah, ia tertidur. Sewaktu terbangun ia berkata kepada kawannya, “Saya baru
saja mimpi, antara tidur dan jaga tiba-tiba saya melihat seorang laki-laki yang
berkendaraan kuda dan membawa unta, lalu berhenti di muka
saya”.
Juhaim
bin Ash-Shalt lalu berkata, “ ‘Utbah bin Rabi’ah akan mati terbunuh, begitu
juga Syaibah bin Rabi’ah, Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahl), Umayyah bin Khalaf,
Sifulan dan sifulan. Dia menyebutkan satu persatu tokoh-tokoh Quraisy yang terbunuh pada perang
Badar”.
Juhaim
lalu melanjutkan cerita mimpinya, “Lalu orang tadi memukul unta pada tengkuk
lehernya sehingga mengeluarkan darah yang banyak, dan unta tersebut lalu
dilepaskan. Maka unta itu lalu berlari ke sana ke mari di tengah-tengah tentara
Quraisy. Darah unta tersebut mengenai kemah-kemah tentara Quraisy, sehingga
tidak ada satu pun kemah tentara Quraisy
yang tidak terkena darah”.
Kawan-kawan
Juhaim yang mendengar perkataan semacam itu lalu menyahut, “Ah, itu omong
kosong. Semuanya itu dari godaan syaitan saja”.
Kemudian
apa yang dikatakan oleh Juhaim tadi terdengarlah oleh Abu Jahl, ‘Utbah dan
lain-lainnya. Abu Jahl lalu datang menemui Juhaim seraya berkata, “Hai
Juhaim, saya dengar katanya kamu mendatangkan khabar dusta kepada orang-orang
banyak. Kamu akan tahu sendiri nanti, siapa yang akan mati terbunuh. Siapa yang
akan kocar-kacir. Dan nanti mesti kamu akan melihat sendiri, siapa yang
terbunuh, saya ataukah Muhammad”.
Selanjutnya
Abu Jahl berkata kepada orang banyak, “Inilah Nabi dari Bani Muththalib”.
Demikian perkataan Abu Jahl dengan sombongnya. Maka ketika itu dari sebab
pengaruh Abu Jahl, sebagian besar dari tentara Quraisy timbul kebencian kepada
Juhaim bin Ash-Shalt.
Kemudian
timbul pula kejadian yang lain lagi di tengah perjalanan tentara Quraisy. Di
antara tentara Quraisy pada waktu itu ada segolongan pasukan yang orang-orangnya
terdiri dari kaum Bani Zuhrah yang dikepalai oleh seorang yang bernama Akhnas
bin Syuraiq, banyaknya + 100 orang.
Ketika
itu Akhnas berkata, “Jika kita mengikut kemauan Abu Jahl, kita akan mendapat
kerugian yang banyak. Sekarang buat apa kita mengikut kemauan orang yang sombong
!”. Akhnas lalu mengumpulkan kaumnya lebih kurang 100 orang tersebut dan
diberitahu, Akhnas berkata, “Hai Bani Zuhrah ! Sekarang oleh karena Tuhan
telah menyelamatkan harta benda dan pimpinan kita dari kejaran kaum Muhammad,
angkatan perdagangan kita yang dikepalai oleh Abu Sufyan sekarang telah sampai
di Makkah, pada hal kita keluar dari Makkah ini sengaja untuk menjaga keamanan
angkatan perdagangan kita dfan menjaga Makhramah bin Naufal. Maka sekarang telah
selamat semuanya, maka lebih baik kita kembali (pulang) saja, sebab sudah tidak
berguna lagi bagi kita meneruskan perjalanan ini, dan akan sia-sia jika kita
sampai bertempur dengan Muhammad”.
Akhnas
memang seorang kepala dari Bani Zuhrah, maka sudah barang tentu semua
perkataannya diikuti oleh kaumnya. Abu Jahl setelah mendengar perkataan Akhnas
kepada kaumnya, lalu marah-marah kepadanya. Abu Jahl berkata kepadanya,
“Mengapa kamu berani berkata kalau kamu sampai bertempur dengan Muhammad,
kamu menganggap sia-sia ?”.
Akhnas
menjawab, “Ya, sudah tentu. Kita masing-masing keluar dari Makkah ini tidak
untuk bertempur dengan Muhammad dan kaumnya. Tetapi untuk menjaga angkatan
perdagangan kita, maka dari itu apa gunanya kita bertempur dengan Muhammad
?”.
Abu
Jahl berkata, “Sekalipun begitu, apakah kamu tidak mengerti, bahwa Muhammad
itu seorang pendusta besar, penyesat orang banyak dan penipu yang
licin”.
Akhnas
berkata, “Saya mengerti. Tetapi pengertian saya tidak seperti pengertianmu.
Saya mengerti bahwa Muhammad itu seorang yang terpercaya. Dia dari sejah kecil
telah terkenal dengan nama “Al-Amin” bukan “Al-Khain”.
Kemudian
Abu Jahl dan Akhnas bertengkar mulut, dan makin lama semakin ramai, lalu Akhnas
mengundurkan diri. Dan akhirnya Akhnas membelakangkan diri dari barisan Quraisy
bersama kaumnya, kemudian terus pulang ke Makkah. Jadi dalam peperangan di Badr,
tidak ada seorang pun dari Bani Zuhrah yang ikut
berperang.
6.
Permohonan Nabi SAW Kepada Allah
Nabi
SAW bersama tentara Islam setelah mendengar khabar dari budak kaum Quraisy
tersebut dan beliau memperkirakan, bahwa tentara Quraisy lebih kurang ada 1000
orang, dan sudah tentu dengan bersenjata lengkap serta persediaan cukup. Maka
waktu itu Nabi SAW mengingat bahwa tentaranya hanya 300 orang lebih sedikit,
jadi sepertiganya tentara kaum Quraisy dengan senjata kurang lengkap, dan
persediaan perang serba kurang. Oleh sebab itu untuk menebalkan iman tentaranya,
dan untuk meneguhkan semangat barisannya, maka Nabi SAW lalu berdoa kepada
Allah,
اَللّهُمَّ اِنَّهُمْ حُفَاةٌ فَاحْمِلْهُمْ. اَللّهُمَّ اِنَّهُمْ
عُرَاةٌ فَاكْسُهُمْ. اَللّهُمَّ اِنَّهُمْ جِيَاعٌ فَاَشْبِعْهُمْ. اَللّهُمَّ
اِنَّهُمْ عَالَةٌ فَاَغْنِهِمْ.
“Ya
Allah ! Sesungguhnya mereka (tentara Islam) ini sama kosong (tidak membawa
apa-apa), maka dari itu berilah mereka itu kendaraan. Ya Allah ! Sesungguhnya
mereka itu telanjang, maka dari itu berilah mereka itu pakaian. Ya Allah !
Sesungguhnya mereka itu lapar, maka dari itu berilah mereka itu kenyang. Ya
Allah ! Sesungguhnya mereka menderita maka dari itu berilah mereka
kekayaan”.
Kemudian
Nabi SAW dengan diiringkan oleh tentaranya terus berjalan sehingga sampai pada
suatu lembah yang jauh dari tempat air, di tempat yang penuh pasir lagi kering.
Oleh sebab itu tentara Islam banyak yang merasa dahaga, dan kekurangan air.
Kemudiam
Allah menurunkan hujan dengan lebatnya, yang sebelumnya tidak seorang pun yang
menyangka akan turun hujan.
Dengan
sebab hujan yang sangat lebat itu, tentara Islam mendapat air yang
sebanyak-banyaknya, lembah-lembah mengalirkan air, kolam-kolam penuh air, lalu
masing-masing bisa mandi, berwudlu dan lain sebagainya, dan tanah yang
ditempatinya menjadi lekat.
Diriwayatkan,
bahwa sebelum Nabi SAW dan tentaranya mendapat air, beliau dengan diiringkan
oleh tentaranya terburu-buru datang ke tempat air di Badr. Setelah sampai di
tempat itu, Nabi lalu berhenti dengan maksud bahwa tempat itu akan dipergunakan
menjadi tempat pertempuran dengan tentara Quraisy. Ketika itu oleh seorang
sahabat yang bernama Habbab bin Al-Mundzir, Nabi ditanya,
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَ رَاَيْتَ هذَا اْلمَنْزِلَ. اَ مَنْزِلاً
اَنْزَلَكَهُ اللهُ لَيْسَ لَنَا اَنْ نَتَقَدَّمَ وَ لاَ اَنْ نَتَأَخَّرَ عَنْهُ
اَمْ هُوَ الرَّأْيُّ وَ اْلحَرْبُ وَ اْلمَكِيْدَةُ ؟ قَالَ: بَلْ هُوَ اْلحَرْبُ
وَ الرَّأْيُ وَ اْلمَكِيْدَةُ. فَقَالَ: فَاِنَّ هذَا لَيْسَ بِمَنْزِلٍ فَانْهَضْ
بِالنَّاسِ حَتَّى نَأْتِيَ اَدْنَى مَاءٍ مِنَ الْقَوْمِ فَنَنْزِلُهُ ثُمَّ
نُغَوِّرُ مَا وَرَاءَهُ مِنَ اْلآَبَارِ، ثُمَّ نَبْنِى عَلَيْهِ حَوْضًا
فَنَمْلَؤُهُ مَاءً، ثُمَّ نُقَاتِلُ الْقَوْمَ فَنَشْرَبُ وَ لاَ
يَشْرَبُوْنَ.
“Ya
Rasulullah, Apakah dalam memilih tempat ini tuan menerima wahyu dari Allah SWT
sehingga tidak dapat diubah lagi ? Ataukah berdasarkan pendapat dan tipu
muslihat peperangan ?” Rasulullah SAW menjawab, “Tempat ini ku pulih berdasarkan
pendapat dan tipu musilihat peperangan. Kemudian Al-Habbab mengusulkan, “Ya
Rasulullah, jika demikian, ini bukan tempat yang tepat. Ajaklah pasukan pindah
ke tempat air yang dekat dengan musuh. Kita membuat kubu pertahanan di sana dan
menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kolam dan kita isi dengan air
hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan mempunyai
persediaan air minum yang cukup, Sedangkan musuh tidak akan memperoleh air
minum”. Rasulullah SAW menjawab, “Pendapatmu sungguh
baik”.
Kemudian
Rasulullah SAW bergerak dan pindah ke tempat yang diusulkan oleh Khabbab RA.
[Bersambung].
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak