Ahad,
08 Agustus 1999/25 Rabi’uts Tsani 1420 Brosur no. :
994/1034/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-65)
Setelah
Nabi SAW dan kaum muslimin berpindah ke tempat yang diusulkan Hubab, selanjutnya
di tempat tersebut shahabat Sa’ad bin Mu’adz mengemukakan pendapatnya kepada
Nabi SAW, ia berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah lebih baik tuan kami buatkan
‘arisy (pos/gardu) buat tempat tuan ? Dan kami menyediakan satu kendaraan untuk
tuan ? Jika nanti kami bertempur dengan musuh, kami minta tuan supaya berada di
dalam ‘arisy saja, dan kami yang bertempur dengan musuh. Jika Tuhan memberi
kemenangan kepada kita, dan kita dapat menghancurkan musuh, itulah yang kita
harapkan. Dan jika kita kalah, kami persilahkan tuan kembali kepada orang-orang
yang masih banyak di belakang kita, karena di belakang kita masih banyak orang
yang belum ikut berangkat kemari. Kecintaan kami kepada tuan tidak melebihi dari
kecintaan mereka kepada tuan. Seandainya mereka tahu bahwa tuan akan berperang,
niscaya mereka tidak akan berpisah dari tuan. Tuhan menolong kepada tuan dengan
sebab mereka, dan mereka akan berperang melawan musuh bersama-sama
tuan”.
Demikianlah
perkataan shahabat Sa’ad bin Mu’adz waktu itu. Dan pendapat tersebut diterima
dengan baik dan dipuji oleh Nabi SAW. Lalu seketika itu juga dibuatlah suatu
‘arisy dari pelepah pohon kurma diatas bukit yang tampak dari medan peperangan.
Maka setelah ‘arisy dibuat dengan kokoh, Nabi SAW lalu dipersilakan masuk ke
dalamnya, dan untanya diikat di belakang ‘arisy, dan shahabat Abu Bakar RA
sebagai kawan yang tercinta diajak masuk bersama-sama oleh Nabi
SAW.
8.
Kedatangan tentara Quraisy dan doa Nabi SAW.
Sesudah
tentara Islam mendapat tempat yang baik, dan keadaan air pun tidak kekurangan,
serta berbenteng di gunung-gunung yang begitu kokoh lagi pula tempat bagi Nabi
SAW telah selesai dibuat, dan kemah-kemah yang dipergunakan tempat beristirahat
oleh masing-masing tentara telah selesai dipasang juga, maka ketika itu
datanglah pasukan tentara musyrikin Quraisy dengan sombong dan
congkak.
Nabi
SAW setelah melihat kedatangan tentara Quraisy yang begitu sombong dan congkak
itu lalu berdoa kepada Allah :
اَللّهُمَّ هذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ اَقْبَلَتْ بِخُيَلاَئِهَا وَ فَخْرِهَا
تُحَادُّكَ وَ تُكَذِّبُ رَسُوْلَكَ، اَللّهُمَّ فَنَصْرَكَ الَّذِى وَعَدْتَنِى.
اَللّهُمَّ اَحِنْهُمُ اْلغَدَاةَ. ابن هشام 3:168
Ya
Allah, Inilah kaum Quraisy telah datang dengan sombong dan congkak. Mereka
memusuhi Engkau dan mendustakan Rasul Engkau. Ya Allah, maka pertolongan Engkau
yang telah Engkau janjikan kepada hamba (itulah yang kami
nantikan).
Ya Allah, binasakanlah mereka itu besok pagi hari. [Ibnu Hisyam 3 :
168]
Kemudian
kepala tentara Quraisy menyuruh seseorang yang bernama ‘Umair bin Wahb
Al-Jumahiy supaya datang ke tempat tentara Islam untuk menghitung banyaknya.
‘Umair lalu datang dan memperkirakan banyaknya, lantas kembali melapor kepada
kepala tentara Qurais, bahwa tentara Muhammad kurang lebih 300 orang. Tetapi
‘Umair juga berkata, “Sekalipun begitu, cobalah kita per-hatikan dulu dari
jauh dan dari atas gunung, apakah memang tentara Muham-mad hanya itu, ataukah
ada lagi yang bersembunyi ? Sebab saya khawatir, jika Muhammad menyembunyi-kan
tentaranya di belakang gunung ini”.
Perkataan
‘Umair yang demikian itu diterima baik oleh kepala-kepala Quraisy, dan mereka
lalu berangkat bersama ‘Umair naik ke atas gunung dekat lembah Badr. Mereka
setelah sampai diatas gunung, lalu masing-masing melihat ke sebelah bawah (ke
kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang), tetapi mereka tidak melihat
apa-apa. Karena tentara Muhammad memang hanya itu.
Kemudian
ketika itu dalam pasukan tentara Quraisy timbul pula suatu kekacauan yang hebat
yaitu kekacauan yang ditimbulkan oleh seseorang dari antara kepala pasukan
Quraisy sendiri, ialah ‘Utbah bin Rabi’ah.
‘Utbah
waktu itu mendadak berpendapat, bahwa berperang dengan Muhammad jangan
dilanjutkan, karena bukan semestinya kalau tentara Quraisy berperang dengan
Muhammad dan tentaranya, karena sebagian dari tentaranya masih famili kaum
Quraisy sendiri.
Oleh
sebab itu dengan adanya pendapat ‘Utbah ini, lalu timbul perdebatan dan
pertengkaran mulut dengan Abu Jahl, sehingga ketika itu Abu Jahl mengatakan,
bahwa ‘Utbah penakut, pengecut dan sebagainya.
Dan
ketika timbul perdebatan tadi, Nabi SAW mengetahui dari jauh dan saat itu juga
tentara Islam ketika melihat tentara Quraisy, tidak merasa takut dan gentar
sedikitpun.
Pendapat
‘Utbah tadi setelah diperbincangkan oleh kepala-kepala pasukan, maka akhirnya
‘Utbah kalah suara, dan diputuskan oleh kepala-kepala pasukan Quraisy, bahwa
peperangan dilanjutkan.
Kemudian
waktu itu ada seorang Quraisy yang dengan sombong keluar lebih dulu dari barisan
tentaranya. Orang tersebut bernama Aswad bin ‘Abdul Asad Al-Makhzumiy. Ia keluar
terus berjalan menuju ke kolam-kolam yang telah penuh air bagi tentara Islam,
sambil berkata, “Saya bersumpah dengan nama Allah, sungguh saya akan minum
dari kolam mereka, dan saya akan merusak kolam-kolam mereka, jika tidak bisa
lebih baik saya mati”.
Ketika
itu terdengar oleh shahabat Hamzah, lalu beliau mengejar Aswad. Kemudian setelah
diketahui bahwa ia hendak merusak kolam kepunyaan tentara Islam, lalu didahului
dengan pukulan pedang sekeras-kerasnya oleh shahabat Hamzah, maka seketika itu
juga jatuhlah Aswad tertelungkup di kolam dengan mengucurkan darah yang banyak,
lalu Hamzah memukulnya hingga mati bersimbah darah.
Selanjutnya
sebagaimana biasa bagi bangsa Arab umumnya terutama bagi bangsa Quraisy, apabila
hendak berperang, maka diantara pahlawan-pahlawannya lebih dulu harus bertanding
dan beradu kekuatan dengan pahlawan-pahlawan musuh, seorang lawan seorang. Maka
dari itu sewaktu sebelum terjadi pertempuran dan peperangan, kepala tentara
Quraisy minta dan menentang dengan sombong kepada Nabi SAW supaya Nabi
mengeluarkan tiga orang dari pahlawan tentaranya untuk bertanding dan beradu
kekuatan dengan pahlawan-pahlawan tentara Quraisy.
Maka
setelah tentara Quraisy mengeluarkan 3 orang pahlawannya yang gagah berani di
tengah medan yang akan dipergunakan berperang, maka Nabi SAW bersabda kepada 3
orang pahlawan tentaranya dari golongan shahabat Anshar. Adapun 3 orang dari
pahlawan tentara Quraisy tadi ialah : 1. ‘Utbah bin Rabi’ah, 2. Syaibah bin
Rabi’ah, dan 3. Walid bin ‘Utbah. Adapun dari pahlawan tentara Islam yang
disuruh keluar oleh Nabi, ialah : 1. ‘Auf bin Al-Harits, 2. Mu’adz bin
Al-Harits, dan 3. ‘Abdullah bin Rawahah. Masing-masing dari shahabat
Anshar.
Kemudian
pahlawan-pahlawan Quraisy tersebut bertanya, “Siapa kalian ?”.
Pahlawan-pahlawan Islam itu menjawab, “Kami dari golongan Anshar, dan dari
Madinah”. Lalu oleh pahlawan Quraisy tadi ditolak dengan ejekan, “Ah,
bukan sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu, karena kamu bukan dari
bangsa kami. Percuma kalau kamu bertanding dengan kami”. Lalu mereka
berteriak meminta kepada Nabi SAW, “Ya Muhammad, keluarkanlah 3 orang dari
golongan kita (Quraisy) dan yang dari keturunan Hasyim”. Oleh sebab itu Nabi
SAW lalu menyuruh 3 orang Anshar tadi supaya mengundurkan diri, dan beliau
menyuruh kepada 3 orang pahlawan Islam dari bangsa Quraisy dan Bani Hasyim,
yaitu : 1. Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, 2. ‘Ali bin Abu Thalib, dan 3. ‘Ubaidah
bin Al-Harits supaya keluar menggantikan 3 orang pahlawan dari Anshar
tadi.
Shahabat
Hamzah, shahabat ‘Ali dan shahabat ‘Ubaidah seketika itu juga berdiri dengan
tegak, terus keluar dari tempatnya masing-masing dan menuju ke tengah medan
pertempuran, lalu mendekati mereka masing-masing yang sombong itu. Kemudian
setelah masing-masing berdekatan dan berhadapan muka, lalu mereka bertanya
dengan sombong, “Siapakah kamu sekalian itu ?”. Shahabat ‘Ubaidah
menjawab, “Saya ‘Ubaidah bin Al-Harits”. Kemudian shahabat Hamzah
mengatakan, “Saya Hamzah bin ‘Abdul Muththalib”. Dan shahabat ‘Ali
mengatakan, “Saya ‘Ali bin Abu Thalib”. Mereka berkata, “Ya baiklah.
Memang sudah sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu. Kami dari Quraisy,
dan kamu juga dari Quraisy”.
Kemudian
pertandingan beradu kekuatan dimulai seorang dengan seorang. Shahabat ‘Ubaidah
dengan ‘Utbah bin Rabi’ah, shahabat Hamzah dengan Syaibah bin Rabi’ah dan
shahabat ‘Ali dengan Walid bin ‘Utbah.
Maka
setelah masing-masing saling memukul dan beradu kekuatan, shahabat Hamzah dengan
mudah mengalahkan Syaibah sampai mati. Shahabat ‘Ali dengan mudah mengalahkan
Walid hingga mati. Adapun shahabat ‘Ubaidah dalam bertanding dengan Utbah bin
Rabi’ah, mereka saling memukul. Dan akhirnya shahabat ‘Ubaidah dipukul dengan
keras oleh ‘Utbah sehingga kakinya terkena dan hampir putus. Sebab itu shahabat
‘Ubaidah lalu jatuh, dan segera diangkat shahabat Hamzah dan ‘Ali dibawa ke
hadapan Nabi SAW. Lalu shahabat Hamzah dan ‘Ali kembali lagi ke medan perang dan
bertanding dengan ‘Utbah, dan dengan sekejap ‘Utbah terpukul oleh ‘Ali hingga
menghem-buskan nafas yang terakhir.
Keadaan
shahabat ‘Ubaidah setelah di hadapan Nabi SAW lalu disuruh berbaring diatas
tikar beliau, maka setelah ia berbaring diatas tikar lalu berkata, “Bukankah
saya mati syahid, ya Rasulullah ?”. Nabi SAW bersabda
:
اَشْهَدُ اَنَّكَ شَهِيْدٌ
Aku
menyaksikan, bahwa engkau mati syahid.
Maka
seketika itu juga, wafatlah shahabat ‘Ubaidah dengan hati
gembira.
Jadi
dalam pertandingan adu kekuatan tadi, tentara Quraisy kehilangan tiga orang
pahlawannya, dan tentara Islam kehilangan seorang pahlawan, dan dengan kejadian
ini menjadi suatu tanda, bahwa dalam peperangan nanti kemenangan akan didapat
oleh kaum muslimin.
9.
Pertempuran tentara Quraisy dengan tentara Islam.
Setelah
selesai pertandingan tersebut, lalu Nabi SAW keluar dari ‘arisy untuk mengatur
barisan tentaranya sambil memberi pengarahan tentang cara-caranya orang
melepaskan anak panahnya kepada musuh dan lain sebagainya.
Dan
diriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika mengatur barisan, beliau memukul seorang
shahabat yang bernama Sawad bin Ghaziyah (Anshar) dengan tongkatnya, karena
waktu Nabi SAW mengatur, ia beromong kosong dengan kawannya sambil dirinya
keluar dari barisan yang tengah diatur dengan sebaik-baiknya. Beliau menegur,
“Disiplinlah, hai Sawad”, beliau sambil memukul perut Sawad dengan
tongkat. Lalu Sawad menjawab, “Ya Rasulullah, engkau diutus dengan membawa
kebenaran dan keadilan, maka aku akan membalasmu”. Lalu Rasulullah SAW
membuka bajunya dan bersabda, “Silakan membalas, hai Sawad”. Kemudian
Sawad merangkul dan menciumi perut beliau. Lalu Nabi SAW bertanya, “Apa yang
menyebabkan kamu berlaku demikian ?”. Sawad menjawab, “Sungguh telah
datang apa yang kamu lihat, maka aku menginginkan supaya akhir hayatku kulitku
bisa bertemu dengan kulitmu”. Kemudian Rasulullah SAW mendoakan kebaikan
untuknya.
Setelah
selesai mengatur pasukan, beliau kembali ke ‘arisy bersama Abu Bakar, sedangkan
shahabat Sa’ad bin Mu’adz berjaga di pintu ‘arisy dengan pedang terhunus. Lalu
beliau SAW tidak henti-hentinya berdoa :
اَللّهُمَّ اَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَ وَعْدَكَ ، اَللّهُمَّ اِنْ شِئْتَ
لَمْ تُعْبَدْ. نور اليقين:107
Ya
Allah, hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau. Ya Allah,
jika Engkau berkehendak (mengalahkan pada hamba), Engkau tidak akan
disembah.
[Nurul Yaqin 107].
Dan
dalam satu riwayat Nabi SAW menghadap ke qiblat dan berdoa
:
اَللّهُمَّ اَنْجِزْ لِى مَا وَعَدْتَنِى، اَللّهُمَّ اِنْ تُهْلِكْ
هذِهِ اْلعِصَابَةَ مِنْ اَهْلِ اْلاِسْلاَمِ فَلاَ تُعْبَدُ بَعْدُ فِى اْلاَرْضِ
اَبَدًا. نور اليقين: 107
Ya
Allah, sempurnakanlah kepadaku janji-Mu. Ya Allah, jika Engkau mengalahkan kaum
muslimin, maka Engkau tidak akan disembah di bumi ini sesudah itu
selamanya.
[Nurul Yaqin : 107]
Beliau
SAW terus-menerus berdoa kepada Allah sehingga selendangnya jatuh, kemudian Abu
Bakar mengambilnya dan menyelempangkannya kembali sambil berkata, “Cukuplah
ya Rasulullah, pasti Allah akan menyempurnakan janji-Nya kepadamu”. Kemudian
Rasulullah SAW keluar dari ‘arisy dan bersabda sebagaimana firman Allah dalam
QS. Al-Qamar ayat 45 :
سَيُهْزَمُ اْلجَمْعُ وَ يُوَلُّوْنَ الدُّبُرَ. القمر:45
Golongan
itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.
Diriwayatkan
pula, bahwa sebelum terjadi pertempuran, Nabi SAW bersabda sambil berisyarat
dengan tangannya, “Itu tempat bangkainya Abu Jahl, itu tempat binasanya si
Fulan, ini tempat tewasnya si Fulan”, dan demikianlah selanjutnya. Adapun
yang dimaksud dengan si Fulan dan si Fulan tadi ialah dari orang-orang Quraisy
yang akan binasa dalam peperangan tersebut.
Selanjutnya
Nabi SAW menyampaikan peringatan kepada segenap tentara muslimin, yang arinya,
“Hai manusia, janganlah kamu mencita-citakan hendak bertempur dengan musuh,
dan mohonlah ampunan kepada Allah. Akan tetapi jika kamu bertemu dengan musuh,
hendaklah kamu bertahan (berani bertempur dengan musuh), dan ketahuilah olehmu,
bahwa sesungguhnya surga itu di bawah naungan pedang”.
Menurut
riwayat, Nabi SAW ketika itu juga berpesan kepada segenap tentaranya
:
اِنِّى قَدْ عَرَفْتُ اَنَّ رِجَالاً مِنْ بَنِى هَاشِمٍ وَ غَيْرِهِمْ
قَدْ اُخْرِجُوْا كُرْهًا لاَ حَاجَةَ لَهُمْ بِقِتَالِنَا. فَمَنْ لَقِيَ مِنْكُمْ
اَحَدًا مِنْ بَنِى هَاشِمٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ اَبَا اْلبُخْتُرِيِّ
بْنَ هِشَامٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ اْلعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ
اْلمُطَّلِبِ عَمَّ رَسُوْلِ اللهِ، فَلاَ يَقْتُلْهُ، فَاِنَّهُ اِنَّمَا اُخْرِجَ
مُسْتَكْرَهًا.
Sesungguhnya
saya mengetahui, bahwa beberapa orang lelaki dari Bani Hasyim dan lainnya,
mereka itu dikeluarkan dengan paksaan (untuk berperang), padahal mereka itu
tidak ada kemauan untuk memerangi kita. Oleh sebab itu, maka barangsiapa
diantara kalian bertemu salah seorang dari bani Hasyim, janganlah ia
membunuhnya. Barangsiapa bertemu dengan Abul Bukhturiy bin Hisyam janganlah ia
membunuhnya. Dan barangsiapa bertemu dengan ‘Abbas bin Abdul Muththalib (paman
Rasulullah SAW), maka janganlah ia membunuhnya. Karena sesungguhnya ia
dikeluarkan untuk berperang dengan dipaksa.
Waktu
Nabi SAW berpesan demikian itu, shahabat Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bertanya,
“Ya Rasulullah, mengapa begitu ? Tidakkah engkau telah menyuruh kami supaya
membunuh ketua-ketua kami, orang-orang tua kami, anak-anak kami, saudara-saudara
kami dan kawan-kawan kami yang masih dalam kemusyrikan ? Mengapa engkau melarang
kami membunuh ‘Abbas ? Bukankah ia dari kaum musyrikin juga ? Demi Allah, jika
saya bertemu dengan dia, tentu akan saya potong dengan pedang
ini”.
Di
kala itu Nabi SAW tetap berpesan, “Janganlah mereka itu dibunuh, karena
mereka itu keluar dari kota Makkah mengikuti tentara musyrikin dengan
dipaksa”.
Pesan
Nabi SAW yang demikian itu karena beliau mengerti bahwa pada hakekatnya mereka
itu tidak ada kemauan untuk berperang, memerangi kaum muslimin. Dan Abul
Bukhturiy sekalipun termasuk pemuka Quraisy, tetapi bukanlah termasuk yang
menganiaya Nabi. Bahkan dialah yang berdiri untuk merobek naskah pemboikotan
yang pernah dilakukan segenap pemuka Quraisy terhadap Nabi dan pengikutnya serta
bani Hasyim di Makkah dulu. Adapun ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib dikala itu
meskipun pada lahirnya masih mengikut agama berhala, namun nampaknya Nabi SAW
menginginkan bahwa ia nanti akan menjadi muslim. Dan dia pernah menguatkan
perjajian rahasia yang pernah dilakukan Nabi dengan kaum ‘Aus dan Khajraj yang
terkenal dengan baiatul ‘Aqabah. Demikianlah sebabnya Nabi SAW melarang mereka
itu dibunuh mengingat jasa-jasa mereka.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak