Ahad, 11 Januari 2004/19 Dzulqa’dah 1424
Brosur nomor : 1210/1250/IF
Thaharah
(ke-9)
Tayammum
adalah suatu syariat agama sebagai pengganti wudlu atau mandi janabat bagi yang
hendak melaksanakan shalat karena sesuatu keadaan.
وَ
اِنْ كُنْتُمْ مَرْضى اَوْ عَلى سَفَرٍ اَوْ جَآءَ اَحَدٌ مّنْكُمْ مّنَ اْلغَآئِطِ
اَوْ لَمَسْتُمُ النّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا
طَيّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَ اَيْدِيْكُمْ.... النساء 43 و
المائدة:6
Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan
tanganmu.
[QS. An-Nisaa’ : 43 dan Al-Maaidah : 6]
Keterangan
:
Yang
dimaksud orang sakit ialah, orang sakit yang apabila terkena air akan
membahayakan baginya atau memperlambat kesembuhannya.
Termasuk
dalam pengertian “tidak mendapat air”, ialah walaupun ada air tetapi tempatnya
sangat jauh menurut ukuran yang umum, atau tempatnya berbahaya. Atau walaupun
ada tetapi sangat sedikit/terbatas dan dipergunakan untuk keperluan penting
lainnya (mencuci, memasak dan lain-lain), sehingga adanya seolah sama dengan
tidak ada.
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّهَا اسْتَعَارَتْ مِنْ اَسْمَاءَ قِلاَدَةً فَهَلَكَتْ، فَبَعَثَ
رَسُوْلُ اللهِ ص رِجَالاً فِى طَلَبِهَا. فَوَجَدُوْهَا فَاَدْرَكَتْهُمُ
الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَصَلَّوْا بِغَيْرِ وُضُوْءٍ. فَلَمَّا
اَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ ص شَكَوْا ذلِكَ اِلَيْهِ، فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ
ايَةَ التَّيَمُّمِ. الجماعة الا الترمذى
Dari
‘Aisyah, sesungguhnya dia pernah meminjam sebuah kalung dari Asma’, lalu kalung
itu hilang. Kemudian Rasulullah SAW mengutus beberapa orang untuk mencarinya,
lalu mereka menemukannya, lalu mereka menjumpai waktu shalat, padahal tidak ada
air, lantas mereka shalat tanpa wudlu. Maka tatkala mereka datang kepada
Rasulullah SAW, mereka mengadukan hal tersebut kepadanya, lalu Allah ‘Azza wa
Jalla menurunkan ayat tayammum.
[HR. Jama’ah, kecuali Tirmidzi, dalam Nailul Authar I :
313]
عَنْ
عَلِيّ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اُعْطِيْتُ مَا لَمْ
يُعْطَ اَحَدٌ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ. نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَ اُعْطِيْتُ
مَفَاتِيْحَ اْلاَرْضِ، وَ سُمّيْتُ اَحْمَدَ وَ جُعِلَ لِيَ التُّرَابُ طَهُوْرًا
وَ جُعِلَتْ اُمَّتِى خَيْرَ اْلاُمَمِ. احمد
Dari
‘Ali karramallaahu wajhah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Aku diberi
sesuatu yang tidak diberikan kepada seorang pun dari para nabi-nabi, yaitu : Aku
diberi kemenangan dengan rasa takut di pihak lawan, aku diberi kunci-kunci untuk
menaklukkan beberapa negeri, aku diberi nama Ahmad, dijadikan tanah bagiku
sebagai pensuci, dan dijadikan ummatku sebaik-baik ummat”.
[HR. Ahmad, dalam Nailul Authar I : 307]
عَنْ
حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فُضّلْنَا عَلَى النَّاسِ بِثَلاَثٍ.
جُعِلَتْ صُفُوْفُنَا كَصُفُوْفِ اْلمَلاَئِكَةِ، وَ جُعِلَتْ لَنَا اْلاَرْضُ
كُلُّهَا مَسْجِدًا، وَ جُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُوْرًا اِذَا لَمْ نَجِدِ
اْلمَاءَ. مسلم
Dari
Hudzaifah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Kami diberi kelebihan atas
manusia dengan tiga perkara, yaitu : Dijadikan barisan-barisan kami seperti
barisan-barisan malaikat, dijadikan bagi kami bumi seluruhnya sebagai tempat
shalat, dan dijadikan bagi kami debunya sebagai pensuci apabila kami tidak
mendapatkan air”.
[HR. Muslim, dalam Nailul Authar I : 308]
عَنْ
عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى سَفَرٍ فَصَلَّى
بِالنَّاسِ. فَاِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِلٍ فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ اَنْ
تُصَلّيَ؟ قَالَ: اَصَابَتْنِى جَنَابَةٌ وَ لاَ مَاءَ. قَالَ: عَلَيْكَ
بِالصَّعِيْدِ، فَاِنَّهُ يَكْفِيْكَ. احمد و البخارى و مسلم فى نيل الاوطار 1:
300
Dari
‘Imran bin Hushain, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam safar
(bepergian), lalu beliau SAW shalat bersama orang banyak, tiba-tiba ada seorang
laki-laki menyendiri, lalu beliau bertanya, “Apa yang menghalangi kamu untuk
shalat ?”. Ia menjawab, “Saya sedang junub, padahal tidak ada air”. (Kemudian)
Nabi SAW bersabda, “Gunakanlah debu, karena sesungguhnya ia cukup
bagimu”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar I :
300]
عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: خَرَجَ رَجُلاَنِ فِى
سَفَرٍ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَ لَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيْدًا
طَيّبًا فَصَلَّيَا. ثُمَّ وَجَدَ اْلمَاءَ فِى اْلوَقْتِ فَاَعَادَ اَحَدُهُمَا
اْلوُضُوْءَ وَ الصَّلاَةَ وَ لَمْ يُعِدِ اْلآخَرُ. ثُمَّ اَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ
ص فَذَكَرَا ذلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِى لَمْ يُعِدْ: اَصَبْتَ السُّنَّةَ وَ
اَجْزَاَتْكَ صَلاَتُكَ. وَ قَالَ لِلَّذِى تَوَضَّأَ وَ اَعَادَ: لَكَ اْلاَجْرُ
مَرَّتَيْنِ. النسائى و ابو داود و هذا لفظه
Dari
‘Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Dua orang laki-laki
keluar dalam satu bepergian, lalu datang waktu shalat (padahal keduanya tidak
membawa air), kemudian kedua orang itu bertayammum dengan debu yang bersih,
lantas keduanya shalat. Kemudian (selesai shalat) mereka mendapati air dalam
waktu itu. Lalu salah seorang dari padanya mengulangi dengan wudlu dan shalat,
sedang yang lain tidak mengulangi. Kemudian kedua orang itu menghadap Rasulullah
SAW, lalu menceritakan hal itu kepada beliau, maka Nabi SAW bersabda kepada
orang yang tidak mengulangi, “Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah
memadai”. Dan terhadap orang yang wudlu dan mengulangi, beliau bersabda, “Bagimu
pahala dua kali”.
[HR. Nasai dan Abu Dawud, dan ini adalah lafadh Abu Dawud, dalam Nailul Authar I
: 311]
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ: خَرَجْنَا فِى سَفَرٍ فَاَصَابَ رَجُلاً مِنَّا حَجَرٌ، فَشَجَّهُ
فِى رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ اَصْحَابَهُ: هَلْ تَجِدُوْنَ لِى رُخْصَةً
فِى التَّيَمُّمِ؟ فَقَالُوْا: مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَ اَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى
اْلمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص
اُخْبِرَ بِذلِكَ فَقَالَ: قَتَلُوْهُ قَتَلَهُمُ اللهُ. اَلاَ سَأَلُوْا اِذْ لَمْ
يَعْلَمُوْا؟ فَاِنَّمَا شِفَاءُ اْلعَيّ السُّؤَالُ. اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْهِ
اَنْ يَتَيَمَّمَ وَ يَعْصِرَ اَوْ يَعْصِبَ عَلَى جُرْحِهِ ثُمَّ يَمْسَحَ
عَلَيْهِ وَ يَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ. ابو داود و الدارقطنى
Dari
Jabir, ia berkata : Kami pernah keluar dalam safar (bepergian), lalu salah
seorang diantara kami kena batu, sehingga luka di kepalanya, kemudian ia mimpi
keluar mani, lalu bertanya kepada kawan-kawannya, “Apakah kamu mendapatkan dalil
yang membolehkan aku tayammum ?”. Mereka menjawab, “Kami tidak mendapati dalil
yang membolehkan kamu tayammum, karena dapat menggunakan air”. Lalu ia mandi,
kemudian ia mati. Maka tatkala kami sampai di hadapan Nabi SAW, hal itu
diceritakan kepada beliau, lalu Nabi SAW bersabda, “Celaka mereka itu, karena
mereka telah membunuhnya ! Mengapa mereka tidak bertanya. Jika tidak mengetahui,
karena obatnya orang yang tidak tahu itu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup
baginya bertayammum dan membalut lukanya itu dengan sepotong kain, lantas ia
mengusap di atasnya, dan membasuh seluruh badannya”.
[HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dalam Nailul Authar I :
301]
عَنْ
عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ اَنَّهُ لَمَّا بُعِثَ فِى غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ
قَالَ: احْتَلَمْتُ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ اْلبَرْدِ، فَاَشْفَقْتُ
اِنِ اغْتَسَلْتُ اَنْ اَهْلِكَ. فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِاَصْحَابِى
صَلاَةَ الصُّبْحِ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ذَكَرُوْا ذلِكَ
لَهُ. فَقَالَ: يَا عَمْرُو، صَلَّيْتَ بِاَصْحَابِكَ وَ اَنْتَ جُنُبٌ؟ قُلْتُ:
ذَكَرْتُ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ {وَ لاَ تَقْتُلُوْآ اَنْفُسَكُمْ، اِنَّ
اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا} فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ. فَضَحِكَ رَسُوْلُ
اللهِ ص وَ لَمْ يَقُلْ شَيْئًا. احمد و ابو داود و الدارقطنى
Dari
‘Amr bin Al-‘Ash, sesungguhnya ketika ia diutus dalam peperangan Dzatus Salasil,
ia berkata : Saya mimpi sampai keluar mani pada suatu malam yang sangat dingin.
Kalau saya mandi, maka saya khawatir celaka, karena itu saya bertayammum.
Kemudian saya mengimami kawan-kawan shalat Shubuh. Ketika kami sampai di hadapan
Rasulullah SAW, lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Kemudian
Rasulullah SAW bersabda, “Ya ‘Amr, apakah kamu telah mengimami shalat
kawan-kawanmu padahal kamu junub ?”. Saya menjawab, “Saya ingat firman Allah
‘Azza wa Jalla (yang artinya : Dan jangan kamu membunuh diri-dirimu,
sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kamu)” [QS.
An-Nisaa’ : 29], lalu saya tayammum, kemudian shalat”. Maka Rasulullah SAW
tertawa, tanpa mengatakan sesuatu apapun”. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan
Daruquthni, dalam Nailul Authar I : 302]
Cara
tayammum :
Cara
yang dituntunkan oleh Nabi SAW untuk melakukan tayammum adalah
:
=
Menepukkan tangan ke sembarang tempat yang suci dan mengandung debu
dengan satu kali tepukan.
=
Kemudian mengusapkannya ke wajah dan pada kedua tangan hingga
pergelangan, atau tangannya dahulu kemudian wajah, dengan tanpa mengulangi
menepuk tempat yang berdebu tersebut.
= Boleh
pula dengan meniup-niupnya terlebih dahulu.
Hadits
Nabi SAW :
عَنْ
عَمَّارِ يْنِ يَاسِرٍ قَالَ: بَعَثَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص فِى حَاجَةٍ فَاَجْنَبْتُ
فَلَمْ اَجِدِ اْلمَاءَ فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيْدِ كَمَا تَمَرَّغُ
الدَّابَّةُ، ثُمَّ اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص، فَذَكَرْتُ ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ:
اِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ اَنْ تَقُوْلَ بِيَدَيْكَ هكَذَا. ثُمَّ ضَرَبَ
بِيَدَيْهِ اْلاَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ مَسَحَ الشّمَالَ عَلَى
اْليَمِيْنِ وَ ظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَ وَجْهَهُ. متفق عليه و اللفظ
لمسلم
Dari
‘Ammar bin Yasir RA, ia berkata : Nabi SAW pernah mengutus saya untuk suatu
keperluan. Kemudian dalam perjalanan itu saya berjunub, tetapi saya tidak
memperoleh air, lalu saya berguling di tanah sebagaimana binatang berguling.
(Setelah pulang) saya menghadap Nabi SAW, serta menceritakan pengalaman saya
tersebut. Beliau bersabda, “Hanyasanya kamu cukup (bertayammum) dengan kedua
tanganmu demikian”. Kemudian beliau menepukkan kedua tangannya ke bumi satu
kali, lalu menyapu tangan kanannya dengan tangan kirinya serta punggung kedua
telapak tangannya lalu mukanya.
[HR. Muttafaq ‘alaih, dan lafadh itu bagi Muslim 1 : 280]
Dan
dalam riwayat lain :
فَضَرَبَ
النَّبِيُّ ص بِكَفَّيْهِ اْلاَرْضَ وَ نَفَخَ فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا
وَجْهَهُ وَ كَفَّيْهِ. البخارى و مسلم و اللفظ للبخارى 1: 87
Lalu
Nabi SAW menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu meniup keduanya, kemudian
menyapukannya ke muka dan dua tangannya (hingga pergelangan)”.
[HR. Muttafaq ‘alaih, dan ini lafadh Bukhari I : 87]
Kesimpulan
:
Tayammum
adalah sebagai pengganti wudlu atau mandi junub bagi orang yang dalam keadaan
sebagai berikut :
1. Sakit, yang akan membahayakan atau
memperlambat kesembuhan-nya bila terkena air.
2. Orang yang tidak mendapatkan air, baik di
tempat muqim maupun di tempat safar.
Adapun
tentang musafir yang mendapat air, di sini ulama ada dua pendapat.
Pendapat
pertama,
orang musafir boleh tayammum sebagai pengganti wudlu atau mandi junub, walaupun
ada air. Mereka beralasan dari pemahaman surat An-Nisaa’ ayat 43 dan Al-Maaidah
ayat 6.
Pendapat
kedua,
orang musafir tidak boleh tayammum sebagai pengganti wudlu atau mandi junub,
bila ada air. Mereka beralasan karena tidak adanya praktek dari Nabi SAW atau
shahabat bertayammum diwaktu safar dalam keadaan ada air, bukan karena sakit
atau udara yang amat dingin.
Bersambung…………
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak