POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Thaharah, Hal-hal yang disunnatkan kita berwudlu

Posted by

Ahad, 15 Oktober 1995/20 Jumadil awal 1416     Brosur no. : 799/839/IF
YANG MEMBATHALKAN WUDLU


 1.  Hal-hal yang disunnatkan kita berwudlu
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لَوْ لاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى َلاَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ بِوُضُوْءٍ وَ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ بِسِوَاكٍ. احمد باسناد صحيح، فى نيل الاوطار 1:245
Dari Abu Hurairar dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sekiranya tidak akan memberatkan ummatku, tentu aku perintahkan kepada mereka supaya berwudlu untuk tiap-tiap shalat dan setiap berwudlu supaya bersiwak (menggosok gigi)”. [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih, dalam Nailul Authar 1 : 246]
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ. قِيْلَ لَهُ: فَاَنْتُمْ كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُوْنَ؟ قَالَ: كُنَّا نُصَلِّى الصَّلَوَاتِ بِوُضُوْءٍ وَاحِدٍ مَا لَمْ يُحْدِثْ. الجماعة الا مسلما
Dari Anas, ia berkata, “Biasanya Rasulullah SAW berwudlu pada tiap-tiap akan shalat”. Lalu ada orang bertanya keapda Anas, “Sedangkan kalian, bagaimana kalian berbuat ?”. Anas menjawab, “Kami biasa shalat beberapa shalat dengan satu kali wudlu, selama kami belum bathal”. [HR. Jama’ah, kecuali Muslim, dalam Nailul Authar 1 : 248]
2.  Berwudlu setelah makan makanan yang disentuh api
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قَالَ النَّبِيُّ ص: تَوَضَّئُوْا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ. احمد و مسلم و النسائى
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Berwudlulah kamu karena makan makanan yang disentuh api”. [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]
عَنْ مَيْمُوْنَةَ رض قَالَتْ: اَكَلَ النَّبِيُّ ص مِنْ كَتِفِ شَاةٍ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى وَ لَمْ يَتَوَضَّأْ. متفق عليه
Dari Maimunah RA, ia berkata : Nabi SAW pernah makan daging sampil depan kambing, sesudah itu beliaupun bangun lalu shalat dengan tidak berwudlu lagi”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Keterangan :
Pada hadits pertama, Nabi SAW memerintahkan kepada ummatnya supaya berwudlu setelah makan makanan yang disentuh api. Sedang pada riwayat kedua, Maimunah menjelaskan bahwa Nabi pernah makan sampil depan kambing (yang tentunya dimasak diatas api), setelah itu beliau shalat tanpa berwudlu lagi.
Dari riwayat ini, dapat diambil kesimpulan bahwa perintah supaya berwudlu sehabis makan makanan yang tersentuh api pada hadits pertama itu hukumnya adalah sunnah.
3.  Sunnah berwudlu sebelum tidur
عَنِ اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ اْلاَيْمَنِ وَ قُلْ: اَللّهُمَّ اَسْلَمْتُ نَفْسِى اِلَيْكَ وَ فَوَضْتُ اَمْرِى اِلَيْكَ وَ اَلْجَأْتُ ظُهْرِى اِلَيْكَ رَهْبَةً وَ رَغْبَةً اِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَى مِنْكَ اِلاَّ اِلَيْكَ امَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى اَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. فَاِنْ مُتَّ مُتَّ عَلَى اْلفِطْرَةِ. وَ اجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُوْلُ. فَقُلْتُ: اَسْتَذْكِرُهُنَّ وَ بِرَسُوْلِكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. قَالَ: لاَ، وَ نَبِيِّكَ الَّذِى اَرْسَلْتَ. البخارى 5:146
Dari Baraa’ bin ‘Azib RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu akan tidur, maka berwudlulah sebagaimana wudlu untuk shalat. Kemudian berbaringlah atas lambung kananmu dan bacalah [Allaahumma aslamtu nafsii ilaika wa fawwadltu amrii ilaika wa alja’tu dhahrii ilaika rahbatan wa raghbatan ilaika laa malja-a wa laa manjaa minka illaa ilaika. Aamantu bi kitaabika alladzii anzalta wa bi Nabiyyika alladzii arsalta] (Ya Allah aku serahkan diriku kepada-Mu, aku pulangkan segala urusanku kepada-Mu dan aku melindungkan diriku kepada-Mu, karena takutku dan cintaku kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan melepaskan diri dari-Mu melainkan kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus), maka jika kamu mati, niscaya kamu mati di dalam fithrah (kesucian) dan jadikanlah doa itu sebagai akhir perkataanmu. (Baraa’ berkata) lalu aku mengulangi doa itu (supaya didengar Nabi SAW) dengan [Wa bi rasuulika alladzii arsalta]. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak begitu, tetapi [Wa bi Nabiyyika alladzii arsalta]”. [HR. Bukhari 7 : 146]
4.  Orang yang berjunub, bila hendak tidur, disunnatkan mencuci kemaluannya dan berwudlu
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ. الجماعة
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Nabi SAW apabila akan tidur sedang beliau junub, beliau membasuh kemaluannya dan berwudlu sebagaimana wudlunya untuk shalat”. [HR. Jama’ah]
5.  Orang-orang yang berjunub disunnatkan wudlu bila hendak mengulangi persetubuhannya
عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ رض قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص: اِذَا اَتَى اَحَدُكُمْ اَهْلَهُ ثُمَّ اَرَادَ اَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ. الجماعة الا البخارى
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kamu telah mengumpuli istrinya kemudian hendak mengulanginya hendaklah ia berwudlu”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari]
6.  Bila hendak makan dan minum, bagi orang yang junub disunnatkan berwudlu
عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص رَخَّصَ لِلْجُنُبِ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ اَوْ يَشْرَبَ اَوْ يَنَامَ اَنْ يَتَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ. احمد و الترمذى
Dari ‘Ammar bin Yasir RA, ia berkata, “Bahwasanya Nabi SAW membolehkan bagi orang berjunub, apabila hendak makan-minum atau tidur supaya berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat”. [HR. Ahmad dan Tirmidzi]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ اَوْ يَشْرَبَ اَوْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ يَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَ يَشْرَبُ. احمد و النسائى
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Nabi SAW apabila hendak makan-minum atau tidur sedang beliau junub, beliau membasuh kedua tangannya, sesudah itu beliau makan dan minum”. [HR. Ahmad dan Nasai]
Bacaan sesudah wudlu
عَنْ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَا مِنْكُمْ مِنْ اَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْلُ: اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. اِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ اْلجَنَّةِ الثَّمَانِيَّةُ يَدْخُلُ مِنْ اَيِّهَا شَاءَ. احمد و ابو داود و الترمذى
Dari ‘Umar bin Khaththab RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang diantara kalian yang berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya, lalu membaca [Asyhadu allaa illaaha illaallaah wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluh] (Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya), melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan, ia boleh masuk dari pintu manasaja yang ia kehendaki”. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi]
Orang yang berhadats boleh membaca/menyentuh Al-Qur’an
قَالَتْ عَائِشَةُ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ اَحْيَانِهِ. مسلم
‘Aisyah RA telah berkata, “Rasulullah SAW selalu menyebut (nama) Allah di setiap waktu”. [HSR Muslim]
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: اَخْبَرَنِى اَبُوْ سُفْيَانَ اَنَّ هِرَقْلَ دَعَا بِكِتَابِ النَّبِيِّ ص فَقَرَأَهُ، فَاِذَا فِيْهِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. يَا اَهْلَ اْلكِتَابِ تَعَالَوْا اِلى كَلِمَةٍ ... البخارى
Ibnu ‘Abbas berkata : Abu Sufyan telah memberitahukan kepada saya, bahwa Heraclius pernah meminta surat yang (dibawa) dari Nabi SAW, kemudian ia membacanya, sedang di situ tertulis “Bismillaahir rahmaanir rahiim. (Dengan nama Allah, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), hai orang-orang ahli kitab, marilah kepada agama ..... “. [HR. Bukhari]
اِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ لَمْ يَرَ بِاْلقِرَاءَةِ لِلْجُنُبِ بَأْسًا. البخارى
Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas RA tiada memandang sebagai suatu kesalahan bagi seorang yang sedang berjunub membaca Al-Qur’an. [HR. Bukhari]
اِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَقْرَأُ وِرْدَهُ وَ هُوَ جُنُبٌ. ابن المنذى
Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas biasa membaca wirid (sebagian dari Al-Qur’an) walaupun ia junub. [HR. Ibnu Mundzir]
قَالَ اْلحَكَمُ: اِنِّى َلاَذْبَحُ وَ اَنَا جُنُبٌ وَ قَالَ اللهُ: وَ لاَ تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللهِ. البخارى
Hakam (salah seorang shahabat) berkata : Sesungguhnya saya pernah menyembelih (dengan membaca basmalah), padahal saya sedang junub, karena Allah berfirman, “Janganlah kalian memakan (sembelihan) yang tidak disebut nama Allah”. [HR. Bukhari]
Keterangan :
Dari hadits ‘Aisyah RA diatas dengan keumuman lafadhnya, berarti Nabi SAW selalu menyebut nama Allah, baik dalam keadaan suci maupun berhadats besar ataupun kecil.
Shahabat Ibnu ‘Abbas membolehkan orang berjunub membaca Al-Qur’an dan beliau sendiri melakukannya. Riwayat shahabat Hakam yang menyembelih dengan (enyebut) nama Allah, yaitu Bismillah yang merupakan sebagian dari ayat Al-Qur’an, padahal beliau sedang junub. Begitu pula riwayat Abu Sufyan, bahwa seorang penguasa Roma yang beragama Nashrani yang tentu saja tidak mengenal syariat mandi janabat atau wudlu bila berhadats, dia dikirimi surat oleh Nabi SAW dengan menyertakan ayat sebagai materi dakwah kepadanya.
Maka dari seluruh hadits dan riwayat tersebut, bisa diambil kesimpulan, bahwa hukum bagi seseorang yang sedang berhadats besar maupun kecil untuk membaca Al-Qur’an adalah boleh dan tidak dilarang oleh agama.
Tentang wanita haidl atau nifas membaca Al-Qur’an
Tentang wanita haidl atau nifas membaca Al-Qur’an ini, memang ada hadits yang melarangnya, tetapi setelah diselidiki, ternyata hadits itu lemah, hadits  itu sebagai berikut :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَإِ اْلجُنُبُ وَ لاَ اْلحَائِضُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ. ابو داود و الترمذى و ابن ماجه
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang yang berjunub dan wanita yang haidl tidak boleh membaca sesuatu dari Al-Qur’an”. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Nailul Authar I : 266]
عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ يَقْرَإِ اْلحَائِضُ وَ لاَ النُّفَسَآءُ مِنَ اْلقُرْآنِ شَيْئًا. الدارقطنى
Dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Wanita yang sedang haidl dan yang sedang nifas tidak boleh membaca sesuatu dari Al-Qur’an”. [HR. Daruquthni, Nailul Authar I : 267]
Hadits-hadits tersebut adalah lemah dan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan hukum, karena pada hadits pertama dalam isnadnya terdapat Ismail bin ‘Iyasy dan dia dilemahkan oleh imam-imam Bukhari, Ahmad dan lain-lain ahli hadits.
Sedang hadits kedua dalam isnadnya terdapat seorang yang bernama Muhammad bin Fadl yang dikenal oleh para ahli hadits sebagai seorang pemalsu hadits yang populair.
Kesimpulan :
Karena tidak ada dasar yang kuat yang melarang wanita yang sedang haidl dan nifas untuk membaca Al-Qur’an, maka hukumnya kembali kepada hukum asal, yaitu boleh.

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: Oktober 17, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak