Ahad,
13 Agustus 2000/13 Jumadil awal 1421
Brosur no. : 1047/1087/IF
Halal
Haram dalam Islam (ke-35)
عَنِ
اْلمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ اَنَّهُ خَطَبَ امْرَأَةً فَقَالَ النَّبِيُّ ص:
اُنْظُرْ اِلَيْهَا فَاِنَّهُ اَحْرَى اَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا. الخمسة الا ابا
داود
Dari
Mughirah bin Syu’bah, sesungguhnya ia pernah meminang seorang wanita, lalu Nabi
SAW bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya hal itu lebih menjamin untuk
melangsungkan hubungan kamu berdua”.
[HR. Khamsah kecuali Abu Dawud]
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ ص يَقُوْلُ: اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ
اْلمَرْأَةَ فَقَدَرَ اَنْ يَرَى مِنْهَا بَعْضَ مَا يَدْعُوْهُ اِلَى نِكَاحِهَا
فَلْيَفْعَلْ. احمد و ابو داود
Dari
Jabir, ia berkata : Aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, “Apabila salah
seorang diantara kamu meminang seorang wanita kemudian ia dapat melihat sebagian
apa yang (bisa) mendorongnya untuk menikahinya, maka
kerjakanlah”.
[HR. Ahmad dan Abu Dawud]
عَنْ
مُوْسَى بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِى حُمَيْدٍ اَوْ حُمَيْدَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ
يَنْظُرَ مِنْهَا، اِذَا كَانَ اِنَّمَا يَنْظُرُ اِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ وَ اِنْ
كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ. احمد
Dari
Musa bin ‘Abdillah dari Abi Humaid atau Humaidah, ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda, “Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang wanita, maka
tidaklah berdosa melihatnya, apabila melihatnya itu semata-mata untuk
meminangnya meskipun wanita itu sendiri tidak mengerti”.
[HR. Ahmad]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: خَطَبَ رَجُلٌ امْرَأَةً، فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اُنْظُرْ
اِلَيْهَا فَاِنَّ فِى اَعْيُنِ اْلاَنْصَارِ شَيْئًا. احمد و النسائى
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang meminang seorang wanita
lalu Nabi SAW bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya pada mata orang-orang
Anshar itu ada sesuatu (sipit)”.
[HR. Ahmad dan Nasai]
عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِذَا
اَلْقَى اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ فِى قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ فَلاَ بَأْسَ
اَنْ يَنْظُرَ اِلَيْهَا. احمد و ابن ماجه
Dari
Muhammad bin Maslamah, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Apabila Allah ‘Azza wa Jalla telah memantapkan di hati seseorang
(keinginan) meminang seorang wanita, maka ia tidak berdosa untuk
melihatnya”.
[HR. Ahmad dan Ibnu Majah]
5.
Wali meminta persetujuan pada wanita yang akan dinikahkan
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص تَزَوَّجَهَا وَ هِيَ بِنْتُ سِتِّ سِنِيْنَ وَ
اُدْخِلَتْ عَلَيْهِ وَ هِيَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِيْنَ وَ مَكَثَتْ عِنْدَهُ تِسْعًا.
احمد و البخارى و مسلم
Dari
Aisyah, sesungguhnya Nabi SAW menikahinya sedang ia berusia enam tahun, ia mulai
serumah dengan Nabi SAW dalam usia sembilan tahun dan hidup bersama beliau
selama sembilan tahun”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
و
فى رواية: تَزَوَّجَهَا وَ هِيَ بِنْتُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَ زُفَّتْ اِلَيْهِ وَ
هِيَ بِنْتُ تِسْعِ سِنِيْنَ. احمد و مسلم
Dan
dalam satu riwayat (dikatakan), “Nabi SAW menikahinya sedang ia berusia tujuh
tahun dan mulai serumah dengan Nabi SAW dalam usia sembilan
tahun”.
[HR. Ahmad dan Muslim]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلثَّيِّبُ اَحَقُّ بِنَفْسِهَا
مِنْ وَلِيِّهَا، وَ اْلبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِى نَفْسِهَا، وَ اِذْنُهَا
صُمَاتُهَا. الجماعة الا البخارى
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janda itu lebih berhak atas
dirinya dari pada walinya, sedang gadis diminta idzinnya dan idzinnya adalah
diamnya”.
[HR. Jamaah kecuali Bukhari]
و
فى رواية لاحمد و مسلم و ابى داود و النسائى : اْلبِكْرُ يَسْتَأْمِرُهَا
اَبُوْهَا.
Dan
dalam riwayat lain oleh Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Nasai (dikatakan), “Dan
gadis dimintai idzinnya oleh ayahnya”.
وَ
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِدَامٍ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ
هِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذلِكَ. فَاَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَرَدَّ نِكَاحَهَا.
الجماعة الا مسلما
Dari
Khansa’ binti Khidam Al-Anshariyah, bahwa ayahnya telah mengawinkannya, sedang
ia seorang janda, tetapi ia tidak menyukai perkawinan itu, lalu ia datang kepada
Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW membatalkan pernikahannya
itu”.
[HR. Jamaah kecuali Muslim]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تُنْكَحُ اْلاَيِّمُ حَتَّى
تُسْتَأْمَرَ، وَ لاَ اْلبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، وَ كَيْفَ اِذْنُهَا؟ قَالَ: اَنْ تَسْكُتَ. الجماعة
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Seorang janda tidak
(boleh) dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah, dan seorang gadis tidak (boleh
dinikahkan) sehingga dimintai idzinnya”. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, lalu
bagaimana idzinnya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Ia diam”.
[HR. Jamaah]
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، تُسْتَأْمَرُ النِّسَاءُ فِى
اَبْضَاعِهِنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: اِنَّ اْلبِكْرَ تُسْتَأْمَرُ فَتَسْتَحِى
فَتَسْكُتُ. فَقَالَ: سُكَاتُهَا اِذْنُهَا. احمد و البخارى و مسلم
Dari
‘Aisyah RA ia berkata : Aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah
wanita-wanita itu (harus) diminta idzinnya dalam urusan perkawinan mereka ?”.
Beliau menjawab, “Ya”. Aku bertanya (lagi), “Sesungguhnya seorang gadis
(apabila) diminta idzinnya ia malu dan diam”. Rasulullah SAW menjawab, “Diamnya
itulah idzinnya”.
[HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim]
و
فى رواية قالت: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ. قُلْتُ: اِنَّ
اْلبِكْرَ تُسْتَأْذَنُ وَ تَسْتَحِى. قَالَ: اِذْنُهَا صُمَاتُهَا. احمد و البخارى
و مسلم
Dan
dalam riwayat lain, Aisyah berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Gadis itu diminta
idzinnya”. Aku bertanya, “Sesungguhnya gadis itu bila diminta idzinnya, ia
malu”. Beliau bersabda, “Idzinnya adalah diamnya”.
[HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: تُسْتَأْمَرُ اْليَتِيْمَةُ فِى
نَفْسِهَا، فَاِنْ سَكَتَتْ فَهُوَ اِذْنُهَا. وَ اِنْ اَبَتْ فَلاَ جَوَازَ
عَلَيْهَا. الخمسة الا ابن ماجه
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Gadis yatim diajak
musyawarah tentang urusan dirinya, kemudian jika ia diam maka itulah idzinnya,
tetapi jika ia menolak maka tidak ada paksaan atasnya”.
[HR. Khamsah kecuali Ibnu Majah]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا اَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَذَكَرَتْ اَنَّ
اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ كَارِهَةٌ، فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ ص. احمد و ابو
داود و ابن ماجه و الدارقطنى
Dari
Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya ada seorang gadis datang kepada Rasulullah SAW, lalu
ia menerangkan bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedang ia tidak suka. Lalu
Nabi SAW menyuruhnya untuk memilih.
[HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Daruquthni]
6.
Tidak ada nikah tanpa wali
عَنْ
اَبِى مُوْسَى رض عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ. الخمسة
الا النسائى
Dari
Abu Musa RA dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan
(adanya) wali”.
[HR. Khamsah kecuali Nasai]
عَنْ
سُلَيْمَانَ بْنِ مُوْسَى عَنِ الزُّهْرِيِ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ
النَّبِيَّ ص قَالَ: اَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا
فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ. فَاِنْ دَخَلَ
بِهَا، فَلَهَا اْلمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَاِنِ اشْتَجَرُوْا
فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ. الخمسة الا السائى
Dari
Sulaiman bin Musa dari Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah, sesungguhnya Nabi SAW
bersabda, “Siapa saja wanita yang menikah tanpa idzin walinya maka nikahnya
batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal. Kemudian jika (suaminya) telah
mencampurinya, maka bagi wanita itu berhak memperoleh mahar sebab apa yang telah
ia anggap halal dari mencampurinya. Kemudian jika mereka (wali-walinya)
berselisih, maka penguasa (hakimlah) yang menjadi walinya”.
[HR. Khamsah kecuali Nasai].
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ أَيُّمَا
امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ وَلِيٍّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، بَاطِلٌ باَطِلٌ.
فَاِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيٌّ فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا.
ابو داود الطيالسى
Dari
‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan (adanya)
wali, dan siapasaja wanita yang nikah tanpa wali maka nikahnya batal, batal,
batal. Jika dia tidak punya wali, maka penguasa (hakimlah) walinya wanita yang
tidak punya wali”.
[HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تُزَوِّجِ اْلمَرْأَةُ
اْلمَرْأَةَ، وَ لاَ تُزَوِّجِ اْلمَرْأَةُ نَفْسَهَا، فَاِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ
الَّتِى تُزَوِّجُ نَفْسَهَا. ابن ماجه و الدارقطنى
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah wanita
menikahkan wanita dan janganlah wanita menikahkan dirinya sendiri, karena wanita
pezina itu ialah yang menikahkan dirinya sendiri”.
[HR. Ibnu Majah dan Daruquthni]
عَنْ
عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ قَالَ: جَمَعَتِ الطَّرِيْقُ رَكْبًا فَجَعَلَتِ امْرَأَةٌ
مِنْهُنَّ ثَيِّبٌ اَمْرَهَا بِيَدِ رَجُلٍ غَيْرَ وَلِيٍّ فَاَنْكَحَهَا فَبَلَغَ
ذلِكَ عُمَرَ. فَجَلَدَ النَّاكِحَ وَ اْلمُنْكِحَ وَ رَدَّ نِكَاحَهَا. الشافعى و
الدارقطنى
Dari
Ikrimah bin Khalid, ia berkata, “Pernah terjadi di jalan penuh kendaraan. Ada
seorang janda diantara mereka menyerahkan urusan dirinya kepada seorang
laki-laki yang bukan walinya, lalu laki-laki itu menikahkannya. Kemudian
sampailah hal itu kepada Umar, lalu Umar menjilid (mendera) orang yang menikah
dan yang menikahkannya serta membatalkan pernikahannya”.
[HR. Syafi’i dan Daruquthni]
عَنِ
الشَّعْبِ قَالَ: مَا كَانَ اَحَدٌ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيِّ ص اَشَدُّ فِى
النِّكَاحِ بِغَيْرِ وَلِيٍّ مِنْ عَلِيٍّ، كَانَ يَضْرِبُ فِيْهِ.
الدارقطنى
Dari
Asy-Sya’bi ia berkata, “Tidak ada seorang pun diantara shahabat Nabi SAW yang
paling keras (tindakannya) terhadap pernikahan tanpa wali daripada Ali, ia
memukul (pelakunya)”.
[HR. Daruquthni]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits diatas menunjukkan harus adanya wali dalam pernikahan. Namun ada
juga ulama yang berpendapat bahwa wali itu bukan merupakan suatu
keharusan.
7.
Saksi dalam pernikahan
عَنْ
عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ
شَاهِدَى عَدْلٍ. احمد بن
حنبل
Dari
‘Imran bin Hushain dari Nabi SAW beliau bersabda, “Tidak ada nikah melainkan
dengan wali dan dua saksi yang adil”.
[HR. Ahmad bin Hanbal]
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ نِكَاحَ اِلاَّ بِوَلِيٍّ وَ
شَاهِدَىْ عَدْلٍ، فَاِنْ تَشَاجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ
لَهُ. الدارقطنى
Dari
‘Aisyah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada nikah melainkan dengan
wali dan dua orang saksi yang adil, kemudian jika mereka berselisih, maka
penguasa (hakim)-lah yang menjadi wali bagi orang yang tidak punya
wali”.
[HR. Daruquthni]
و
لمالك فى الموطأ عن ابى الزبير المكي اَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ اُتِيَ
بِنِكَاحٍ لَمْ يَشْهَدْ عَلَيْهِ اِلاَّ رَجُلٌ وَ امْرَأَةٌ فَقَالَ: هذَا
نِكَاحُ السِّرِّ وَ لاَ اُجِيْزُهُ وَ لَوْ كُنْتَ تَقَدَّمْتَ فِيْهِ
لَرُجِمْتَ.
Dan
bagi Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ dari Abu Zubair Al-Makki, bahwa sesungguhnya
pernah diajukan kepada Umar bin Khaththab suatu pernikahan yang tidak disaksikan
melainkan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita. Umar berkata, “Ini adalah
nikah sirri, aku tidak memperkenankannya dan kalau engkau tetap melakukannya
tentu aku rajam”.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak