Ahad,
12 Nopember 2000/15 Sya’ban 1421
Brosur no. : 1059/1099/IF
1.
Tentang susuan yang menjadikan mahram
عَنْ
عَائِشَةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ تُحَرِّمُ اْلمَصَّةُ وَ لاَ
اْلمَصَّتَانِ. الجماعة الا البخارى
Dari
‘Aisyah RA, bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Sekali hisapan dan dua kali
hisapan itu tidak menjadikan mahram”.
[HR. Jama’ah kecuali Bukhari]
عَنْ
اُمِّ اْلفَضْلِ اَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ ص اَ تُحَرِّمُ اْلمَصَّةُ؟
فَقَالَ: لاَ تُحَرِّمُ الرَّضْعَةُ وَ الرَّضْعَتَانِ، وَ اْلمَصَّةُ وَ
اْلمَصَّتَانِ. احمد و مسلم
Dari
Ummu Fadlil, bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW,
“Apakah sekali hisapan itu dapat menjadikan mahram ?”. Nabi SAW menjawab, “Tidak
dapat menjadikan mahram sekali susuan dan dua kali susuan, sekali hisapan dan
dua kali hisapan”.
[HR. Ahmad dan Muslim]
و
فى رواية قالت: دَخَلَ اَعْرَابِيٌّ عَلَى النَّبِيِّ ص وَ هُوَ فِى بَيْتِى،
فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، اِنِّى كَانَتْ لِى امْرَأَةٌ فَتَزَوَّجْتُ عَلَيْهَا
اُخْرَى، فَزَعَمَتِ امْرَأَتِى اْلاُوْلَى اَنَّهَا اَرْضَعَتِ امْرَأَتِى
اْلحُدْثَى رَضْعَةً اَوْ رَضْعَتَيْنِ. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: لاَ تُحَرِّمُ
اْلاِمْلاَجَةُ وَ لاَ اْلاِمْلاَجَتَانِ. احمد و مسلم
Dan
dalam satu riwayat (dikatakan), ‘Aisyah berkata : Seorang ‘Arab gunung masuk ke
tempat Nabi SAW, sedang Nabi SAW berada di rumahku. Lalu ia berkata, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai seorang istri, kemudian aku menikah lagi
dengan seorang perempuan lain, tetapi istriku yang pertama itu merasa pernah
menyusui istriku yang kedua ini sekali atau dua kali susuan”. Kemudian Nabi SAW
bersabda, “Tidak dapat menjadikan mahram, sekali hisapan dan tidak (pula) dua
kali hisapan”.
[HR. Ahmad dan Muslim].
عَنْ
عَائِشَةَ رض اَنَّ رِسُوْلَ اللهِ ص اَمَرَ امْرَأَةَ اَبِى حُذَيْفَةَ
فَاَرْضَعَتْ سَالِمًا خَمْسَ رَضَعَاتٍ. وَ كَانَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا بِتِلْكَ
الرَّضَاعَةِ. احمد
Dari
‘Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah SAW pernah menyuruh istri Abu Hudzaifah
(supaya menyusui Salim) maka Salim ia susui sebanyak lima kali susuan. Dan Salim
keluar-masuk rumahnya sebab penyusuan tersebut.
[HR. Ahmad].
و
فى رواية اَنَّ اَبَا حُذَيْفَةَ تَبَنَّى سَالِمًا وَ هُوَ مَوْلًى ِلامْرَأَةٍ
مِنَ اْلاَنْصَارِ، كَمَا تَبَنَّى النَّبِيُّ ص زَيْدًا. وَ كَانَ مَنْ تَبَنَّى
رَجُلاً فِى اْلجَاهِلِيَّةِ دَعَاهُ النَّاسُ ابْنَهُ وَ وَرِثَ مِيْرَاثَهُ
حَتَّى اَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ اُدْعُوْهُمْ ِلآبَائِهِمْ هُوَ اَقْسَطُ
عِنْدَ اللهِ فَاِنْ لَمْ تَعْلَمُوْا آبَاءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدّيْنِ وَ
مَوَالِيْكُمْ. فَرُدُّوْا اِلَى آبَائِهِمْ. فَمَنْ لَمْ يُعْلَمْ لَهُ اَبٌ.
فَمَوْلىً وَ اَخٌ فِى الدِّيْنِ. فَجَاءَتْ سَهْلَةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، كُنَّا نَرَى سَالِمًا وَلَدًا يَأْوِى مَعِى وَ مَعَ اَبِى حُذَيْفَةَ وَ يَرَانِى فُضْلَى وَ قَدْ اَنْزَلَ اللهُ
عَزَّ وَ جَلَّ فِيْهِمْ مَا قَدْ عَلِمْتَ، فَقَالَ: اَرْضِعِيْهِ خَمْسَ
رَضَعَاتٍ. فَكَانَ بِمَنْزِلَةِ وَلَدِهِ مِنَ الرَّضَاعَةِ. ملك فى الموطأ و
احمد
Dan
dalam satu riwayat lain (dikatakan) : Sesungguhnya Abu Hudzaifah mengangkat
Salim (sebagai anak angkatnya), sedang Salim adalah bekas hamba seorang
perempuan Anshar, sebagaimana Nabi SAW mengangkat Zaid. Di jaman jahiliyah orang
laki-laki yang dijadikan anak angkat, maka orang-orang menganggap dan
memanggilnya sebagai anaknya dan dia mewarisi hartanya, sehingga Allah ‘Azza wa
Jalla menurunkan (ayat) [Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah
yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu. (QS. Al-Ahzaab : 5)]. Kemudian mereka dikembalikan kepada
ayah-ayah mereka, maka bagi yang tidak diketahui siapa ayahnya (dianggap
sebagai) maula dan saudara seagama. Kemudian datanglah Sahlah, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, kami memandang Salim sebagai anak yang ikut hidup bersamaku dan
bersama Abu Hudzaifah, ia masuk (rumah kami) dan melihatku tidak berkudung (di
rumah), padahal Allah telah menurunkan (ayat) kepada mereka sebagaimana telah
engkau ketahui, yang demikian itu bagaimana ?”. Kemudian Nabi SAW bersabda,
“Susuilah ia lima kali susuan. Dengan begitu, maka (menjadilah Salim) berstatus
sebagai anak susuan”. [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ dan
Ahmad].
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits diatas bisa diambil kesimpulan bahwa menyusu yang bisa menjadikan
sebagai anak susu itu paling sedikit adalah lima kali
susuan.
2.
Tentang menyusui orang dewasa
عَنْ
زَيْنَبَ بِنْتِ اُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: قَالَتْ اُمُّ سَلَمَةَ لِعَائِشَةَ:
اِنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْكِ اْلغُلاَمُ اْلاَيْفَعُ الَّذِى مَا اُحِبُّ اَنْ
يَدْخُلَ عَلَيَّ؟ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اَمَا لَكِ فِى رَسُوْلِ اللهِ ص اُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ؟ وَ قَالَتْ: اِنَّ امْرَأَةَ اَبِى حُذَيْفَةَ قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، اِنَّ سَالِمًا يَدْخُلُ عَلَيَّ وَ هُوَ رَجُلٌ وَ فِى نَفْسِ اَبِى
حُذَيْفَةَ مِنْهُ شَيْءٌ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَرْضِعِيْهِ حَتَّى يَدْخُلَ
عَلَيْكِ. احمد و مسلم
Dari
Zainab binti Ummu Salamah, ia berkata : Ummu Salamah berkata kepada A’isyah,
“Sesungguhnya ada seorang yang sudah baligh keluar-masuk ke (rumah)mu yang aku
sendiri tidak menyukai ia masuk (rumah)ku”. Lalu Aisyah menjawab, “Tidakkah pada
diri Rasulullah SAW ada suri teladan yang baik bagimu ?”. Dan ‘Aisyah berkata
(lagi) : Sesungguhnya istri Abu Hudzaifah pernah berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya Salim keluar masuk (rumah)-ku, sedang ia kini telah dewasa
sedangkan pada diri Abu Hudzaifah ada sesuatu terhadapnya, yang demikian itu
bagaimana ?”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Susuilah ia, sehingga ia
(boleh) keluar masuk (rumah)mu”.
[HR. Ahmad dan Muslim].
و
فى رواية عَنْ زَيْنَبَ عَنْ اُمِّهَا اُمِّ سَلَمَةَ اَنَّهَا قَالَتْ: اَبَى
سَائِرُ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ ص اَنْ يُدْخِلْنَ عَلَيْهِنَّ اَحَدًا بِتِلْكَ
الرَّضَاعَةِ وَ قُلْنَ لِعَائِشَةَ: مَا نَرَى هذَا اِلاَّ رُخْصَةً اَرْخَصَهَا
رَسُوْلُ اللهِ ص لِسَالِمٍ خَاصَّةً، فَمَا هُوَ بِدَاخِلٍ عَلَيْنَا اَحَدٌ
بِهذِهِ الرَّضَاعَةِ، وَ لاَ رَائِيْنًا. احمد و مسلم و النسائى و ابن
ماجه
Dan
dalam riwayat lain dari Zainab dari Ibunya (yaitu) Ummu Salamah, bahwa
sesungguhnya Ummu Salamah berkata : Seluruh istri-istri Nabi SAW menolak
keluar-masuk (rumah) mereka dengan (cara) susuan seperti itu, dan mereka (juga)
pernah menyanggah ‘Aisyah, “Tidakkah engkau tahu, bahwa itu hanya suatu
keringanan yang dikhususkan oleh Rasulullah SAW buat Salim saja ?. Maka tidaklah
seseorang (boleh) masuk (rumah) kami dengan susuan seperti itu dan (juga) tidak
(boleh) melihat kami”.
[HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah].
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ اِلَى النَّبِيِّ ص
فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنِّى اَرَى فِى وَجْهِ اَبِى حُذَيْفَةَ مِنْ
دُخُوْلِ سَالِمٍ (وَ هُوَ حَلِيْفُهُ). فَقَالَ النَّبيُّ ص: اَرْضِعِيْهِ.
قَالَتْ: وَ كَيْفَ اُرْضِعُهُ وَ هُوَ رَجُلٌ كَبِيْرٌ؟ فَتَبَسَّمَ رَسُوْلُ
اللهِ ص وَ قَالَ: قَدْ عَلِمْتُ اَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيْرٌ. مسلم
Dari
‘Aisyah, ia berkata : Sahlah binti Suhail (istri Abu Hudzaifah) datang kepada
Nabi SAW lalu bertanya, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku melihat perubahan wajah
Abu Hudzaifah berkenaan dengan keberadaan Salim di rumah kami, bagaimanakah yang
demikian itu ?”. (Salim adalah anak angkatnya). Nabi SAW bersabda, “Susuilah dia
!”. Sahlah berkata, “Bagaimana aku menyusuinya sedangkan dia adalah seorang
laki-laki yang sudah besar ?”. Maka Rasulullah SAW tersenyum lalu bersabda, “Aku
tahu dia itu seorang laki-laki yang sudah besar”.
[HR. Muslim]
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ سَالِمًا مَوْلَى اَبِى حُذَيْفَةَ كَانَ مَعَ اَبِى حُذَيْفَةَ وَ
اَهْلِهِ فِى بَيْتِهِمْ. فَاَتَتْ (تَعْنِى اِبْنَةَ سُهَيْلٍ) النَّبِيَّ ص،
فَقَالَتْ: اِنَّ سَالِمًا قَدْ بَلَغَ مَا يَبْلُغُ الرِّجَالُ، وَ عَقَلَ مَا
عَقَلُوْا، وَ اِنَّهُ يَدْخُلُ عَلَيْنَا وَ اِنِّى اَظُنُّ اَنَّ فِى نَفْسِ
اَبِى حُذَيْفَةَ مِنْ ذلِكَ شَيْئًا. فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ ص: اَرْضِعِيْهِ،
تَحْرُمِى عَلَيْهِ وَ يَذْهَبِ الَّذِى فِى نَفْسِ اَبِى حُذَيْفَةَ. فَرَجَعَتْ،
فَقَالَتْ: اِنِّى قَدْ اَرْضَعْتُهُ، فَذَهَبَ الَّذِى فِى نَفْسِ اَبِى
حُذَيْفَةَ. مسلم
Dari
‘Aisyah RA, bahwasanya Salim bekas budaknya Abu Hudzaifah ikut bersama Abu
Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka. Lalu istri Abu Hudzaifah (anak
perempuan Suhail), datang kepad Nabi SAW, dan berkata, “Sesungguhnya Salim telah
baligh, dan akalnya pun sebagaimana pada umumnya orang dewasa. Dan dia berada di
rumah kami. Sedangkan aku menyangka bahwa pada diri Abu Hudzaifah ada sesuatu
(kecemburuan) berkenaan dengan hal itu, bagaimanakah yang demikian itu ?”. Nabi
SAW bersabda kepadanya, “Susuilah dia, maka kamu menjadi haram kepadanya dan
akan hilanglah sesuatu yang ada pada diri Abu Hudzaifah”. Lalu Sahlah pulang.
Kemudian ia berkata, “Sungguh aku telah menyusuinya”. Maka hilanglah sesuatu
yang ada pada diri Abu Hudzaifah.
[HR. Muslim]
عَنْ
اُمِّ سَلَمَةَ رض قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يُحَرِّمُ مِنَ الرَّضَاعِ
اِلاَّ مَا فَتَقَ اْلاَمْعَاءَ فِى الثَّدْيِ، وَ كَانَ قَبْلَ اْلفِطَامِ.
الترمذى و صححه
Dari
Ummu Salamah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dapat menjadikan
mahram melainkan susuan yang memberi bekas pada perut dengan susuan itu, dan hal
itu terjadi pada waktu anak tersebut belum disapih”.
[HR. Tirmidzi dan ia mengesahkannya].
عَنِ
ابْنِ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِيْنَارٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا كَانَ فِى اْلحَوْلَيْنِ.
الدارقطنى
Dari
Ibnu ‘Uyainah dari ‘Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas, ia berkata : Nabi SAW
bersabda, “Tidak ada susuan melainkan yang berlangsung dalam (usia) dua
tahun”.
[HR. Daruquthni].
عَنِ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ رَضَاعَ اِلاَّ مَا اَنْشَزَ
اْلعَظْمَ وَ اَنْبَتَ اللَّحْمَ. ابو دتود
Dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada penyusuan
melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”.
[HR. Abu Dawud]
عَنْ
جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ رَضَاعَ بَعْدَ فِصَالٍ وَ لاَ يُتْمَ بَعْدَ
احْتِلاَمٍ. ابو داود و الطياليسى فى مسنده
Dari
Jabir dari Nabi SAW, ia berkata, “Tidak ada susuan sesudah disapih dan tidak ada
yatim sesudah baligh”.
[HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam musnadnya].
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ عِنْدِى رَجُلٌ فَقَالَ:
مَنْ هذَا؟ قُلْتُ: اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. قَالَ: يَا عَائِشَةُ اُنْظُرْنَ مِنْ
اِخْوَانِكُنَّ، فَاِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنَ اْلمَجَاعَةِ. الجماعة الا
الترمذى
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah masuk rumahku, sedang di sisiku
ada seorang laki-laki, kemudian beliau bertanya, “Siapa dia ini ?”. Aku
menjawab, “Saudaraku sepesusuan”. Beliau bersabda, “Hai ‘Aisyah, perhatikanlah
saudara-saudaramu, karena sebenarnya radla’ah (susuan yang dianggap) itu ialah
(susuan yang dapat menutup) rasa lapar”.
[HR. Jamaah kecuali Tirmidzi]
Keterangan
:
Tentang
menyusui orang dewasa tersebut, para ulama terjadi perbedaan pendapat
:
Pendapat
pertama,
mengemukakan bahwa menyusui orang dewasa itu boleh dan sah berdasarkan hadits
riwayat ‘Aisyah tentang penyusuan Salim tersebut.
Pendapat
kedua,
mengemukakan bahwa menyusui orang dewasa itu tidak boleh dan tidak sah,
berdasarkan :
a. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak menjadikan haram
suatu penyusuan, kecuali yang memberi bekas pada perut dan (adanya) pada waktu
kecil dan sebelum disapih”. [HR. Tirmidzi]
b. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan,
kecuali yang terjadi dalam dua tahun”. [HR. Daruquthni]
c. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan
sesudah diputuskan (disapih)”. [HR. Abu Dawud
Ath-Thayalisi]
d. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada penyusuan
melainkan (yang bisa menutup) rasa lapar”. [HR. Jamaah kecuali Tirmidzi).
Maksudnya, tidak dinamakan penyusuan melainkan apabila si anak itu lapar maka
susu ibu itulah yang bisa mengenyangkannya.
e. Firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 233
yang menyebutkan bahwa masa penyusuan itu dua tahun.
Dengan
alasan-alasan tersebut, maka ulama golongan ini berpendapat bahwa penyusuan yang
dianggap (bisa menjadikan sebagai anak susu) tersebut hanya penyusuan yang
terjadi pada waktu anak itu masih kecil yaitu masih dalam masa penyusuan. Maka
penyusuan yang telah lewat dari masa penyusuan itu tidak sah. Apalagi penyusuan
kepada orang yang sudah baligh, karena untuk menyusuinya itu sendiri perlu
dilanggar satu larangan, yaitu membuka aurat perempuan kepada orang yang tidak
halal dibukakan aurat kepadanya.
Adapun
penyusuan kepada Salim tersebut adalah khususiyah untuk Salim saja tidak untuk
yang lain.
Pendapat
ketiga,
mengemukanan bahwa menyusui orang dewasa itu pada dasarnya adalah tidak boleh
dan tidak sah. Dalilnya sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat ke-II. Namun
apabila memang keadaannya seperti kasusnya Salim tersebut, yaitu anak yang telah
dipeliharanya sejak kecil dan berat untuk menyingkirkannya dari rumah itu, maka
berdasarkan hadits tentang penyusuan Salim tersebut, hal ini dibolehkan dan sah
menjadi anak susu.
Demikianlah
pendapat para ulama tentang menyusui orang dewasa,
وَ
اللهُ اَعْلُمُ
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak