Ahad, 16 Januari 1997/8 Syawwal
1417 Brosur No. 871/1011/IF
PUASA
SUNNAH 1
1.
Puasa Enam Hari di Bulan Syawwal
عَنْ
اَبِىْ اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيِّ: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ
سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ
كَصِيَامِ الدَّهْرِ. مسلم
Dari
Abu Ayyub Al-Anshari, ia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa
puasa Ramadlan lantas ia iringi dengan puasa enam hari dari Syawwal, adalah
(pahalanya) itu seperti puasa setahun".
[HSR. Muslim]
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: مَنْ صَامَ سِتَّةَ اَيـَّامٍ بَعْدَ اْلـفِطْرِ كَانَ تَمَامَ
السَّنَّـةِ مَنْ جَاءَ بِاْلحَسَنَةِ فَـلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا. ابـن
ماجه
Bersabda
Nabi SAW : "Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya 'Iedul Fithri, adalah
(serupa) sempurna setahun (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia
mendapat pahala sepuluh kali ganda".
[ HR. Ibnu Majah ]
Keterangan
:
a. Nabi SAW menggembirakan ummatnya agar suka
berpuasa enam hari di bulan Syawwal, dengan menyatakan bahwa orang yang
berpuasa, satu bulan dibulan Ramadlan kemudian enam hari di bulan Syawwal, maka
pahalanya semisal dengan puasa setahun.
Pengertiannya demikian :
Puasa Ramadlan (yang biasanya 30 hari)
pahalanya senilai berpuasa 300 hari, karena tiap-tiap satu hari mendapat pahala
10 kali lipat. Dan 6 hari di bulan Syawwal senilai dengan puasa 60 hari,
sehingga semuanya berjumlah 360 hari atau sama dengan 1
tahun.
b.
Enam hari dalam bulan Syawwal itu tidak mesti harus berturut-turut yang dimulai
dari tanggal 2 (tepat sehabis hari raya) sebagaimana yang biasa dikerjakan oleh
ummat Islam pada umumnya. Karena tidak ada penjelasan yang tegas dari agama atau
keterangan yang sharih (terang) dan shahih dari agama. Dan kita tidak boleh
membuat ketentuan sendiri dalam masalah 'ibadah. Jadi, boleh dan tetap dipandang
sempurna oleh syara' bila kita mengerjakan berselang-seling maupun
berturut-turut yang bukan dimulai tanggal 2 Syawwal (tepat sehabis hari raya);
yang penting masih dalam bulan Syawwal. Kalaupun hendak mengerjakan tepat
sehabis hari raya dengan berturut-turut, adalah tidak mengapa, asal tidak dengan
keyakinan bahwa itulah cara yang paling sah yang dituntunkan oleh
syara'.
Tasu'a
ialah hari yang ke-9 dari bulan Muharam, sedang 'Asyura adalah hari yang ke-10
dari bulan tersebut
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: هذَا يَوْمُ عَشُرَاءَ وَ لَمْ يُكْـتَبْ عَلَـيْكُمْ صِيَامُهُ وَ
اَنـَا صَائِمٌ. فَمَنْ شَاءَ فَلْـيَصُمْ وَ مَنْ شَاءَ فَلْـيُفْطِرْ.
البخارى
Bersabda
Nabi SAW : "Hari ini, hari 'Asyura tetapi tidak diwajibkan atas kamu puasa hari
ini, sedang aku berpuasa. Oleh sebab itu, barangsiapa mau, bolehlah ia berpuasa
dan baragsiapa tidak mau, bolehlah ia tidak berpuasa".
[ HR. Bukhari ]
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: لَـئِنْ بَـقِـيْتُ اِلىَ
قَابِـلٍ لاَصُوْمَنَّ الـتَّاسِعَ.
مسلم
Bersabda
Nabi SAW : "Sesungguhnya kalau aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku
berpuasa hari ke-9 (bulan Muharam)".
[ HR. Muslim ]
قَالَتْ
عَائِشَةُ: ... وَمَا رَأَيــْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ
قَطُّ اِلاَّ رَمَضَانَ. وَمَا رَأَيــْتُهُ فِى شَهْرٍ اَكـْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا
فِى شَعْبًا. مسلم
Telah
berkata 'Aisyah : "... dan tidak pernah saya melihat Rasulullah SAW berpuasa
sebulan penuh melainkan di Ramadlan, dan tidak pernah saya lihat beliau
memperbanyak puasa pada bulan lain seperti bulan Sya'ban".
[ HSR. Muslim ]
Keterangan
:
Puasa
dalam bulan Sya'ban ini tidak ada ketentuan jumlah hari dan tanggal-tanggalnya,
hanya yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah kurang dari satu bulan.
Tegasnya tidak satu bulan penuh.
قَالَتْ
عَائِشَةُ: اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَانَ يـَتَحَرَّى صِيَامَ اْلاِثْـنَيْنِ
وَاْلخَمِيْسِ. الـنسائى
Telah
berkata 'Aisyah : "Bahwasanya Nabi SAW biasa mementingkan puasa Senin dan
Kamis".
[ HR. An Nasai ]
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: يَا اَبَا ذَرٍّ، اِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثــَةَ
اَيـَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَ اَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ.
الترمذى
Bersabda
Nabi SAW : "Hai Abu Dzar, kalau engkau mau puasa tiga hari dari satu bulan, maka
puasalah pada hari yang ke-13, 14 dan 15".
[ HR. Tirmidzi ]
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: ... فَصُمْ يَوْمًا اَوْ اَفْطِرْ يَوْمًا فَذَالِكَ صِيَامُ
دَاودَ. البخارى
Bersabda
Nabi SAW : "... maka puasalah sehari dan tidak berpuasa sehari, yang demikian
itu adalah puasa (Nabi) Dawud".
[HR. Bukhari]
عَنْ
اَبِى قَـتَادَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يـُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ
مَاضِيَةً وَ مُسْتَقْبَلَةً. الجماعة الا
البخرى و الترمذى
Dari
Abu Qatadah berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : "Puasa pada hari Arafah
(tanggal 9 Dzulhijjah) itu bisa menutupi dosa-dosa dua tahun, yaitu setahun yang
lampau dan setahun yang akan datang".
[ HR. Jama'ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi ]
Puasa
Arafah ini disyariatkan bagi orang-orang yang tidak sedang melaksanakan Hajji.
Sedang bagi yang sedang berhajji di Padang Arafah, maka tidak diperkenankan
melaksanakannya sebagaimana riwayat di bawah ini :
عَنْ
اَبِى هُرَيــْرَةَ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ
بِعَرَفَاتٍ. احمد وابـن ماجه
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : "Rasulullah SAW melarang puasa Arafah di padang
Arafah".
[ HR. Ahmad dan Ibnu Majah ]
Hari-
hari yang Dilarang Berpuasa :
1.
Dua hari raya : Yaitu Hari Raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul
Adha
قَالَ
اَبُوْ سَعِيْدٍ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلـفِطْرِ وَ
الـنَّحْرِ. البخارى
Telah
berkata Abu Sa'id : "Rasulullah SAW telah melarang (orang) berpuasa pada hari
raya 'Iedul Fithri dan hari raya Qurban ('Iedul Adha)".
[ HR. Bukhari ]
2.
Hari Tasyriq, yaitu : Hari yang ke-11, 12 dan13 dari bulan Hajji
(Dzulhijjah)
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: اَيــَّامُ الـتَّشْرِيـْقِ اَيــَّامُ اَكْلٍ وَ شُرْبٍ وَزَادَ
ذِكْرِ اللهِ تَعَالىَ. مسلم
Bersabda
Nabi SAW : "Hari Tasyriq ini adalah hari makan minum dan menyebut (mengingat)
Allah".
[ HSR. Muslim ]
3.
Hanya Berpuasa di Hari Jum'at Saja
عَنْ
اَبِى هُرَيــْرَةَ عَنِ الـنَّبِيِّ ص قَالَ: لاَ تَخُصُّوْا لَـيْلَةَ
اْلجُمُعَةِ بِـقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّـيَالىِ وَلاَ تَخُصُّوْا يَوْمَ
اْلجُمُعَةِ بِصِيَامِ مِنْ بَـيْنِ اْلاَيـــَّامِ اِلاَّ اَنْ يَكُوْنَ فىِ صَوْمٍ يَصُوْمُهُ
اَحَدُكُمْ. مسلم
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Janganlah kamu khususkan malam
Jum'at dari malam yang lain untuk shalat dan janganlah kamu khususkan hari
Jum'at dari hari yang lain untuk berpuasa, kecuali jika sebelum atau sesudahnya
seseorang di antara kamu biasa berpuasa padanya".
[ HR. Muslim ]
عَنْ
اَبِى هُرَيــْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لاَ يَصُمْ اَحَدُكُمْ يَوْمَ
اْلجُمُعَةِ اِلاَّ اَنْ يَصُوْمَ
قَـبْلَهُ اَوْ بَـعْدَهُ. متفق عليه
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : "Janganlah seseorang
dari kamu puasa di hari Jum'at, kecuali jika ia puasa sebelumnya atau
sesudahnya".
[ HR. Muslim ]
4.
Puasa Terus-menerus
قَالَ
الـنَّبِيُّ ص: لاَ صَامَ اْلاَبــَدَ،
مَرَّتَـيْنِ. البخارى
Bersabda
Nabi SAW : "Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya --
ucapan Nabi tersebut diulang dua kali".
[ HR. Bukhari ]
Boleh
Berniat Puasa pada Pagi Hari Bagi Puasa Sunnat :
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ الـنَّبِيُّ ص ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ
عِنْدَكُمْ شَيْئٌ؟ قُلْـنَا: لاَ. قَالَ: فَاِنــِّى اِذًا صَائِمٌ. ثُمَّ
اَتــَانَا يَوْمًا اخَرَ فَقُـلْـنَا: اُهْدِيَ لَـنَا حَـيْسٌ، فَـقَالَ:
اَرِيـْنِيْهِ. فَلَـقَدْ اَصْبَحْتُ صَائِمًا فَأَكَلَ. مسلم
Dari
'Aisyah RA, ia berkata : "Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke rumah lalu bertanya
: "Apakah kamu mempunyai sesuatu (makanan) ?" Kami menjawab : "Tidak ada". Maka
beliau bersabda : "Bila demikian maka aku akan berpuasa". Dan pada hari yang
lain beliau datang pula, maka kami berkata : "Ada orang yang menghadiahkan hais
(makanan yang dibuat dari korma, samin dan susu kambing) kepada kita". Beliau
bersabda : "Perlihatkanlah kepadaku, karena sesungguhnya aku berpagi dalam
keadaan berpuasa. Kemudian beliau makan".
[ HR. Muslim ]
Seorang
Isteri, Dilarang Berpuasa Sunnah Tanpa Seidzin Suami :
عَنْ
اَبِى هُرَيــْرَةَ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ اَنْ
تَصُوْمَ وَ زَوْجُهَا شَاهِدٌ اِلاَّ بِاِذْنِهِ. متفق عليه، و اللفظ للبخارى زاد
ابو داود غير رمضان.
Dari
Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda : "Tidak halal seorang
perempuan berpuasa padahal suaminya tidak bepergian melainkan
seidzinnya".
[Muttafaq 'Alaih, lafadh itu bagi Bukhari dan Abu Dawud menambah "..... selain
Ramadlan".
~
o O o ~
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak