Ahad, 10 Nopember 1996/28 Jumadil Akhir 1417 Brosur No. : 855/895/AS
Wajib
Tha'at Kepada Allah dan Rasul-Nya (ke-23)
Timbulnya
perselisihan pendapat masalah furu' diantara para imam itu disebabkan
:
a. Adakalanya seorang Imam tidak mendapatkan
sesuatu hadits tentang sesuatu masalah, maka beliau menggunakan qiyas atau
fikiran, sedang hadits itu didapatkan oleh Imam yang lain.
b. Adakalanya seorang Imam mengeluarkan fahamnya
dari suatu hadits atau riwayat yang dianggapnya shahih, padahal bagi yang lain
hadits tersebut dianggap tidak shahih.
c. Ada juga para Imam itu tidak mendapatkan
sesuatu hadits untuk sesuatu masalah, sehingga masing-masing mempergunakan qiyas
atau fikiran pada saat itu, sedang di belakang beliau (sesudah zaman beliau)
orang mendapatkan hadits itu.
d. Begitu pula karena fikiran beliau dalam
menimbang berlainan, maka keputusannya pun juga berbeda.
Demikianlah
antara lain sebab timbulnya perselisihan pendapat diantara para Imam itu. Dan
apabila kita mengingat kembali pesan-pesan beliau atau perkataan-perkataan para
Imam yang lalu, akan lebih nyata betapa jujurnya beliau-beliau itu, sehingga
melarang orang lain bertaqlid atau menurut saja kepada pendapat beliau-beliau
itu.
Sayang
sekali apabila di belakang harinya, bahkan sampai saat ini ada orang yang
mewajibkan memegang madzhab (salah satu madzhab). Mudah-mudahan mereka mendapat
hidayah, petunjuk Allah.
Dan
perlu ditambahkan pula bahwa Imam Syafi'i Rahimahullah setelah beliau pindah ke
Mesir dari Baghdad (tahun 198 H - 204 H), beliau menolak sendiri sebagian
pendapat beliau sewaktu di Baghdad.
Maka
terkenallah pendapat-pendapat beliau sewaktu di Baghdad dengan "Qaul
Qadim" (pendapat lama) dan pendapat-pendapat beliau ketika di Mesir (sampai
wafat beliau 204 H) disebut "Qaul Jadid" (pendapat
baru).
Adapun
sebabnya ialah karena ketika Imam Syafi'i tinggal di Mesir, beliau mendapatkan
hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang tidak beliau dapatkan sewaktu berada di
Baghdad.
Adapun
perbedaan-perbedaan pendapat antara satu Imam dengan Imam yang lain dalam suatu
masalah itu sangat banyak sekali. Di bawah ini disebutkan beberapa contoh
:
A.
Tentang Anjing.
1. Imam-imam : Ahmad, Syafi'i dan Abu Hanifah
berpendapat, "anjing itu najis"
2. Imam Malik mengatakan
"suci".
B.
Tentang Babi (Untuk dipegang).
1.
Imam Syafi'i menetapkan, "babi najis".
2.
Imam Malik berpendapat, "suci waktu hidupnya".
C.
Tentang Kucing Buas.
1. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i berpendapat,
"haram dimakannya".
2. Imam Malik berpendapat, "makruh
dimakannya".
D.
Tentang Katak (Kodok).
1.
Imam Malik mengatakan, "boleh dimakan".
2.
Imam Ahmad mengatakan, "tidak boleh dimakan".
E.
Tentang Kuda.
1.
Imam Syafi'i dan Imam Ahmad mengatakan, "kuda itu
halal".
2.
Imam Malik berpendapat, "kuda itu makruh".
3.
Imam Abu Hanifah mengatakan, "kuda itu haram".
Jika
orang itu harus bermadzhab, dengan adanya perbedaan pendapat tersebut, kemudian
bagaimanakah caranya kita harus memegang hukum-nya ?
Umpamanya,
kuda "Halal" dianggap itu benar, kuda itu "Makruh" dianggap itu
benar, kuda itu "Haram" dianggap itu benar. Lalu manakah yang salah
?
Jika
salah satu yang dianggap benar, tentu yang lain salah. Jika ketiga pendapat itu
benar semua, mestinya boleh diturut semuanya, padahal bermadzhab itu harus ikut
salah satu madzhab saja. Dan jika ada dua pendapat yang berlawanan, kedua-duanya
dibenarkan semua, akal siapakah yang mau menerimanya ? Maka yang demikian itu
tidak mungkin.
Tetapi
agama Islam itu adalah agama yang dibenarkan oleh akal yang sehat. Maka tidak
ada di dalam agama Islam kebenaran itu dua atau tiga, tetapi kebenaran itu
adalah satu saja.
Yang
penting bagi kita sekarang adalah, setelah kita mengerti uraian secara singkat
sejarah madzhab beserta contoh pendapat-pendapat Imam-imam tadi, dan tahu
mengapa hingga terjadi demikian banyak perselisihan pendapat diantara
beliau-beliau itu dalam masalah-masalah fiqh, hendaklah kita mau melunakkan hati
dan bersikap kesatria dan jujur terhadap diri kita sendiri dengan mau
mengembalikan segala yang diperdebatkan itu kepada sumber pokok agama kita,
yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena memang inilah jalan yang terbaik dan
paling menyelamatkan yang ditunjukkan oleh Allah Tuhan seru sekalian alam
sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisaa' ayat 59 :
يـاَ
يُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا اَطِيْعُوا اللهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَ اُولــِى
اْلاَمْرِ مِنْكُمْ، فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ وَ
الرَّسُوْلِ اِنْ كُـنْتُمْ تُـؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاخِرِ، ذلِكَ
خَيْرٌ وَّ اَحْسَنُ تَأْوِيْلاً. النساء:59
Hai
orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah Nabi), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
[An-Nisaa' : 59]
Dan
tentunya setelah Allah dan Rasul-Nya memutuskan perkara yang kita perselisihkan
itu, kita yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, akan bersikap
menerima dengan tulus ikhlas, tanpa mencari-cari dalil dan alasan untuk menolak
atau menghindari keputusan tersebut, karena bagi seorang Mu'min yang sejati,
tidak ada kebahagiaan dan kemulyaan yang lebih dari pada mengikuti apa yang
difirmankan Allah dan apa yang disabdakan oleh Nabi-Nya, tanpa ada rasa berat
apalagi penentangan, demikian itulah yang diisyaratkan oleh Allah dalam
firman-firmanNya :
اِنَّمَا
كَانَ قَوْلَ اْلمُؤْمـِنِيْنَ اِذَا دُعُوْا اِلَى اللهِ وَرَسُوْلــِه لِيَحْكُمَ
بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَ اَطَعْنَا، وَ اُولـئِكَ هُمُ
اْلمُفْلِحُوْنَ. النور:51
Sesungguhnya
jawaban orang-orang Mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya
agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar,
dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
[An-Nuur : 51]
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمـِنٍ وَّلاَ مُؤْمـِنَةٍ
اِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُوْلُه اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ اْلخِيَرَةُ
مِنْ اَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَّعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَه فَقَدْ ضَلَّ ضَللاً
مُّبِيْنًا. الاحزاب:36
Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang
Mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mu'min, apabila Allah dan RasulNya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka dia
telah sesat, sesat yang nyata.
[Al-Ahzab : 36]
فَلاَ
وَرَبــِّكَ لاَ يـُؤْمـِنُوْنَ حَتّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بـَيْنَهُمْ
ثُمَّ لاَ يـَجـِدُوْا فِيْ اَنــْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَ
يـُسَلِّمُوْا تَسْلِـيْمًا. النسا:65
Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
[An-Nisa' : 65]
Dan
hendaklah kita tidak bersikap sebagaimana sikap orang-orang kafir Quraisy yang
apabila ditegur dan diajak untuk mengikuti apa-apa yang diturunkan oleh Allah
kepada Rasul-Nya, mereka menjawab bahwa mereka telah mempunyai pegangan sendiri,
warisan dari nenek moyang dan leluhur mereka sebagaimana firman Allah
:
وَ
اِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنــْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نـَـتَّبِعُ
مَا اَلـْفَـيْنَا عَلَيْهِ ابَاءَنَا، اَوَلَوْ كَانَ ابَآؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ
شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ. البقرة:170
Dan
apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah !".
Mereka menjawab, "(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami". (Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?"
[Al-Baqarah : 170]
وَ
اِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا اِلَى مَا اَنـــْزَلَ اللهُ وَ اِلَى الرَّسُوْلِ
قَالُوْا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَـيْهِ ابَآءَنَا، اَوَلَوْ كَانَ ابَآؤُهُمْ
لاَ يَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَّ لاَ يَهْتَدُوْنَ. المائدة:104
Apabila
dikatakan kepada mereka, "Marilah (mengikut) kepada apa yang diturunkan Allah
dan kepada Rasul". Mereka menjawab, "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya. Apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak
(pula) mendapat petunjuk ?"
[Al-Maidah : 104]
Begitulah
sikap orang-orang kafir Quraisy, apabila ditegur atau diajak untuk mengikuti
Al-Qur'an.
Maka
sungguh teramat sayang bila kita bersikap demikian itu! Apalagi bila disertai
dengan perasaan bahwa sikap yang demikian itu dianggapnya benar dan
menyelamatkan, ini sungguh-sungguh merupakan kerugian yang berganda
!
Sebab
yang seperti itu adalah sikap orang yang dikatakan oleh Allah sebagai "Orang
yang paling rugi amalannya", perhatikanlah firman Allah beikut ini
:
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالاً، اَلـَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِى اْلحَيوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنــَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا.
الكهف:103-104
Katakanlah,
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya ? Yaitu orang - orang yang telah sesat perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya".
[Al-Kahfi : 103-104]
Dan
hendaknya kita jangan bersikap memusuhi dan membenci kepada orang-orang yang
menyampaikan seruan Allah dan Rasul-Nya, apalagi sampai memfitnah dan
menyebarkan cerita bohong ketengah-tengah masyarakat untuk menanamkan rasa tidak
percaya dan antipati terhadap penegak-penegak sunnah tersebut, karena ini adalah
Sikap Munafiq yang kita mohon perlindungan kepada Allah dari
padanya, diungkapkan oleh Allah sikap-sikap tersebut dalam firmanNya di surat
An-Nisaa' ayat 61 :
وَ
اِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا اِلَى مَآ اَنــْزَلَ اللهُ وَ اِلَى الرَّسُوْلِ
رَأَيـْتَ اْلمُنفِقِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْكَ صُدُوْدًا. النساء:61
Apabila
dikatakan kepada mereka, "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang Munafiq
menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati)
kamu.
[An-Nisaa' : 61]
Memang
untuk menerima dan meyaqini serta mengamalkan kebenaran itu bukanlah semudah
yang diucapkan, kesemuanya ituhanya dapat ditempuh dengan penuh kesungguhan dan
keseriusan, terutama dalam menekan hawa nafsu kita sendiri untuk tetap dalam
posisi tunduk patuh kepada Allah dan mengikuti
jalan-jalan-Nya.
Dan
kita patut bergembira dan optimis bahwa kita akan berhasil, bila kita memang
bermujahadah/bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan-jalan yang diridlai-Nya
itu, karena yang demikian ini telah menjadi jaminan Allah sendiri sebagaimana
firman-Nya :
وَ
الَّذِيْنَ جهَدُوْا فِيْنَا لَـنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا، اِنَّ اللهَ لَمَعَ
اْلمُحْسِنِيْنَ. العنكبوت:69
Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, sungguh akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik".
[Al-'Ankabuut : 69]
Dan
apabila keberhasilan itu telah nampak didepan mata atau bahkan telah kita
rasakan, hendaklah kita bersyukur kepada Allah tanpa menghilangkan kewaspadaan
dalam menjaganya, agar hidayah yang telah kita terima itu tidak tercabut
kembali, sebagaimana tuntunan do'a yang dituntunkan oleh Allah untuk kita
bersama :
رَبـَّنَا
لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيـْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ
رَحْمَةً ، اِنَّكَ اَنـْتَ اْلوَهَّابُ. ال عمران:8
Ya
Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakan-lah kepada kami rahmat dari
sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi
(karunia).
[Ali 'Imran : 8]
[Selesai]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak