POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-22) 2. Hasil Pertemuan 'Utbah bin Rabi'ah dengan Nabi SAW

Posted by

Ahad, 13 Oktober 1996/30 Jumadil Awal 1417           Brosur No. : 850/890/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-22)

2.  Hasil Pertemuan 'Utbah bin Rabi'ah dengan Nabi SAW
Setelah 'Utbah kembali dari menemui Nabi SAW, beberapa hari ia hanya tinggal di rumah saja dan tidak berani keluar untuk menunjukkan mukanya kepada orang-orang yang mengutusnya. Karena malu menam-pakkan kegagalannya kepada mereka yang telah percaya kepadanya dan mengutusnya.
Oleh sebab itu para pemuka musyrikin Quraisy lalu datang ke rumahnya, untuk menanyakan tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang terhormat. Pada waktu itu 'Utbah sangat berdebar hatinya, sangat pucat mukanya, karena dari ketakutannya kepada mereka. Sekalipun begitu, namun terpaksa ia melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai seorang utusan yang amat dipercaya, mengutarakan hasilnya ketika bertemu dengan Nabi SAW, dan menerangkan jalannya percakapan antara dia dengan Nabi SAW, serta ucapan Nabi SAW sebagai jawaban atas pembicaraannya.
'Utbah terpaksa melaporkan kepada mereka, karena diantara mereka ada yang mendesaknya dengan cara mengejek, dia mengatakan, "Sesungguhnya 'Utbah telah datang dari pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan wajah yang lain dari wajahnya ketika ia pergi kepada Muhammad".
Kemudian mereka berkata kepada 'Utbah, "Apa yang ada di belakangmu, wahai Abul Walid ?".
Lalu kata 'Utbah, "Demi Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang diserahkan kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah beberapa keterangan yang sangat jitu dan penting pula".
Mereka berkata : "Ya, lalu bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu ?".
'Utbah menjawab : "Ya, dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak mengerti yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti, melainkan aku mendengar darinya, bahwa ia mengancam kamu semua dengan petir, seperti petir yang diperguna-kan untuk membinasakan kaum 'Ad dan Tsamud".
Salah seorang dari mereka berkata : "Celakalah engkau hai 'Utbah ! Mengapa engkau sampai tidak mengerti perkataannya ? Sedang ia ber-bicara dengan bahasa Arab, dan engkau berbicara kepadanya dengan bahasa Arab juga".
'Utbah menjawab : "Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebut kata Shaa'iqah (petir)".
Mereka berkata : "Mengapa begitu, hai 'Utbah ?".
'Utbah menjawab : "Demi Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan seperti perkataan Muhammad yang diucapkannya kepadaku. Karena perkataannya itu, kalau kuanggap syi'ir bukanlah syi'ir, karena ia memang bukan ahli syi'ir; dan kalau kuanggap perkataan tukang ramal, ia bukan seorang tukang ramal; dan kalau kuanggap perkataan orang gila, ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang telah kudengar itu akan ada satu urusan penting. Sebab itu pada waktu itu aku tidak dapat menjawab perkataannya sepatahpun".
Selanjutnya, 'Utbah lalu mengemukakan harapan kepada mereka, "Sekarang sebaiknya Muhammad itu dibiarkan saja. Biarlah ia meneruskan usahanya itu, karena seruannya yang telah kudengar itu benar dan nyata semuanya ! Kita janganlah menghalang-halangi usaha-nya atau mengganggu perbuatannya atau merintangi seruannya ! Biar-kan bagaimana juga, biarlah ia terus, dan siapasaja yang akan mengikut kepadanya, biarkanlah !".
Lebih lanjut, 'Utbah berkata : "Demi Allah ! Sebenarnya, seruan Muhammad itu, yang sering kudengar, semuanya adalah hal yang besar gunanya. Sebab itu, jikalau seruannya itu makin tersiar di kalangan kita, maka kiranya kamu akan memperoleh kehidupan yang sempurna, sehing-ga kamu akan dapat menaklukkan bangsa lain, dan dapat pula mengua-sai daerah bangsa lain. Bahkan apabila Muhammad itu mendapat keme-nangan, maka kemenangan Muhammad itu berarti kemenangan kamu, dan kekuasaan Muhammad itu berarti kekuasaan kamu; sehingga kamu akan menjadi suatu bangsa yang paling mulia, paling menang, paling gagah, paling berani dan paling ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini. Karena kamu mempunyai orang seperti Muhammad. Oleh sebab itu baiklah sekarang biarkan sajalah Muhammad, dan biarkanlah saja seruannya !".
Mereka lalu berkata kepada 'Utbah : "Oh, celakalah engkau hai Abul-Walid ! Sebab sekarang engkau rupa-rupanya telah kena sihir Muhammad, dan agaknya engkau sudah terpengaruh oleh kata-kata yang biasa diucapkan oleh Muhammad".
'Utbah menjawab : "Tidak begitu ! Sama sekali tidak ! Demi Allah ! Semua perkataan yang saya katakan tadi adalah perkataanku sendiri, dari buah fikiranku sendiri, dari hasil pendengaranku sendiri bukan karena aku telah tersihir oleh Muhammad !".
Mereka berkata : "Kalau memang betul engkau tidak terkena sihir Muhammad, cobalah engkau datang sekali lagi kepadanya, dan berundinglah sekali lagi dengan dia, agar ia jangan sampai melanjutkan perbuatannya seperti yang sudah-sudah itu. Tentang caramu berunding, terserah atas kepandaian dan kecakapanmu. Kami sudah percaya kepadamu. Cobalah datang lagi kepadanya !".
Oleh 'Utbah permintaan mereka itu diterima dengan gembira. Karena dengan kesombongannya ia masih merasa akan dapat menundukkan dan memperdayakan Nabi Muhammad SAW !.
3. Pertemuan Kedua Antara 'Utbah dengan Nabi SAW.
Pada suatu hari 'Utbah bin Rabi'ah datang lagi kepada Nabi SAW dengan membawa suatu usul yang lebih baik dan lebih tajam sepanjang perasaannya, untuk dikemukakan kepada beliau SAW; maka dari itu setelah 'Utbah dapat bertemu muka lagi dengan Nabi SAW dengan lancarnya ia berbicara di hadapan beliau, antara lain ia berkata : "Hai Muhammad, kedatanganku sekarang ini, adalah hendak mengemukakan lagi suatu hal yang amat baik bagimu dan bagi kami semuanya, agar supaya engkau dan para pengikutmu dengan kami (para ketua Quraisy) tidak terus-menerus berselisih dan bertentangan, sehingga menyebabkan kita makin lama makin berpecah-belah dan dapat menimbulkan pertumpahan darah di antara bangsamu sendiri terutama para kerabatmu bangsa Quraisy !".
Nabi SAW menjawab : "Ya, baiklah ! Apa lagi yang akan engkau kemukakan kepadaku silahkan katakan, aku akan mendengarkannya ".
'Utbah berkata : "Jalan yang sebaik-baiknya bagimu dan pengikut-pengikutmu sekarang, demikian; Engkau dan para pengikutmu, demi untuk kepentingan bangsa kita, hendaklah kita bersama memuja dan menyembah apa-apa yang selama ini kami sembah dan kami puja, dan yang selamanya telah menjadi sembahan nenek moyangmu dahulu, ialah berhala Al-Lata dan Al-'Uzza, selama satu tahun saja. Kemudian nanti selama satu tahun yang berikutnya kami akan menyembah dan memuja pula Tuhanmu yang selalu kamu puja dan kamu sembah itu. Jadi, kami dan kamu serta orang-orang yang menjadi pengikutmu bersama-sama selama satu tahun memuja dan menyembah apa yang kamu sembah dan yang kami sembah. Kemudian setelah itu bila Tuhan yang kami sembah lebih baik daripada Tuhan yang kamu sembah maka hendaklah kamu meneruskan menyembah Tuhan kami, dan bilamana Tuhan yang kamu sembah itu lebih baik daripada Tuhan yang kami sembah, maka kami hendak menyembah Tuhan yang kamu sembah.  Yang sedemikian itu tidak lain untuk menjaga persatuan kita dan memelihara persaudaraan kita bersama".
Pada waktu itu Nabi SAW tidak menjawab sepatah katapun, karena hal yang dikemukakan oleh 'Utbah itu adalah suatu perkara yang menying-gung-nyinggung persatuan bangsa dan kepentingan bersama. Oleh sebab itu, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW untuk menjawab usul yang dikemukakan oleh 'Utbah itu. Wahyu itu bunyinya demikian :
قُلْ يـاَيــُّهَا اْلكـفِرُوْنَ، لآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، وَلآ اَنـْتُمْ عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، وَلآ اَنـَا عبِدٌ مَّا عَبَدْتُمْ وَلآ اَنــْتُمْ عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لــِيَ دِيْنِ.
Katakanlah : "Hai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang kamu sembah, dan kamupun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku". [Al-Kaafiruun : 1-6].
Dan turun pula ayat :
قُلْ اَفَغَيْرَ اللهِ تَـأْمُرُوْنـِّى اَعْبُدُ اَيـُّهَا اْلجهِلُوْنَ، وَلَـقَدْ اُوْحِيَ اِلَـيْكَ وَ اِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلـِكَ لَئِنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَـتَكُـوْنَنَّ مِنَ اْلخسِرِيْنَ، بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُـنْ مِّنَ الشّكِرِيْنَ. الزمر:64-66
Katakanlah : "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang jahil ?". Dan sesungguhnya telah diwah-yukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". [Az-Zumar : 64-66]
Selanjutnya Nabi SAW lalu berkata kepada 'Utbah : "Engkau jangan menyangka, bahwa aku akan mengikut kepada apa yang menjadi kehendakmu supaya aku mempersekutukan Allah, amat jauhlah aku dari perbuatan semacam itu !".
Setelah 'Utbah menerima jawaban yang sedemikian tegasnya itu, lalu ia segera kembali pulang dengan hati gelisah dan kuwatir kalau-kalau ia dianggap dusta dan tidak dipercaya lagi oleh orang-orang yang mengu-tusnya. Kemudian 'Utbah termenung di rumah seorang diri, memikirkan cara serta siasat yang lain lagi, bagaimana caranya memperdayakan dan menundukkan Nabi SAW, sehingga beliau ini dapat ditarik menurut kemauannya dan mengikuti kehendaknya. Lalu ia memutuskan dan menentukan sendiri hendak menemui Nabi SAW lagi. Karena ia telah menemukan lagi usulan yang dipandangnya akan lebih dapat menarik kalau dikemukakan kepada Nabi SAW.
4. Pertemuan Ketiga Antara 'Utbah dengan Nabi SAW
Pada suatu hari 'Utbah memerlukan datang lagi kepada Nabi SAW dan dapat bertemu lagi dengan beliau. Ia lalu berkata : "Muhammad, kedatangan saya kali ini kepadamu, adalah hendak mengatakan suatu hal lagi kepadamu. Saya minta engkau mau mendengarkannya !".
Nabi SAW dengan tenang menjawab : "Baiklah ! silahkan katakan, aku hendak mendengarkannya".
'Utbah lalu berkata : "Sekarang baiknya begini saja, Muhammad ! Semua ucapan yang seringkali kau ucapkan, dan semua perkataan yang kerap kali kau bacakan itu, hendaklah kau tukar saja dengan yang lain selain dari itu. Karena ucapan-ucapan dan perkataan-perkataanmu itu selalu menusuk hati kami dan nenek moyang kami yang dahulu, dan senantiasa menyinggung kehormatan para ketua kami, yaitu: Senantiasa mencaci maki orang-orang tua kami, selalu meren-dahkan tuhan-tuhan kami yang telah lama kami puja dan kami sembah, dan selalu mengancam orang-orang yang sama memuja dan menyembah tuhan-tuhan kami, juga selalu membodoh-bodohkan orang-orang pandai kami. Maka untuk menjaga persatuan dan kesatuan kita dan untuk memelihara kemuliaan kita bersama demi untuk kepentingan bangsa kita, sudilah kiranya engkau mengganti ucapan-ucapan dan perkataan-perkataan itu dengan yang lain dari itu !".
Pada waktu itu Nabi SAW diam, lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau, untuk menjawab usulan 'Utbah itu :
وَ اِذَا تُتْلى عَلَيْهِمْ ايـَاتُنَا بَيِّنتٍ قَالَ الَّذِيْنَ لاَ يَرْجُوْنَ لِقَآءَنـَا ائْتِ بِقُرْانٍ غَيْرِ هذَا اَوْ بَدِّلْهُ، قُلْ مَا يَكُوْنُ لِى اَنْ اُبَدِّلَهُ مِنْ تِـلْـقَائِ نَفْسِىْ اِنْ اَتـَّبِعُ اِلاَّ مَا يُوْحى اِلَيَّ اِنِّىْ اَخَافُ اِنْ عَصَيْتُ رَبـِّى عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ، قُلْ لَوْ شَآءَ اللهُ مَا تَـلَوْتُه عَلَيْكُمْ وَ لآ اَدْرـكُمْ بِه فَقَدْ لَبِثْتُ فِيْكُمْ عُمُرًا مِّنْ قَبْلـِه اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ. يونس:15-16
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami ber-kata: "Datangkanlah Al-Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah : "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku akan siksa hari yang besar (hari kiamat)". Katakanlah, "Jika Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu, dan Allah tidak (pula) memberitahu-kannya kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya ?".
[Yunus : 15-16].
Setelah 'Utbah mendengar jawaban yang demikian, segera ia diam, termenung, kehabisan alasan yang hendak dipergunakan untuk membantah lagi. Dan ia merasa bahwa ia tidak akan dapat membantah yang melebihi dari yang sudah-sudah. Dikala itu ia amat merasa lemah, tidak sanggup mengatasi apa yang telah dibacakan oleh Nabi SAW, bacaan yang merupakan jawaban atas usul yang dikemukakannya tadi. Oleh sebab itu segeralah ia pulang ke rumahnya.
Dan ketika ia ditanya oleh orang-orang yang mempercayai dia, ia hanya menjawab, "Saya tidak sanggup memperdayakan dan menaklukkan Muhammad, jangankan disuruh menaklukkan, membantah perkataan- nya saja saya tidak akan sanggup lagi".
Kemudian para pemuka kaum Musyrikin Quraisy setelah mendengar keputus-asaan 'Utbah bin Rabi'ah sebagaimana tersebut di atas, lalu mere-ka berkehendak mengadakan permusyawaratan lagi.
5. Kaum Musyrikin Mengadakan Musyawarah Lagi
Pada suatu hari, para penganjur dan pemuka musyrikin Quraisy menga-dakan permusyawaratan lagi. 'Utbah bin Rabi'ah selaku utusan Quraisy untuk berunding dengan Nabi SAW datang juga dalam permusyawaratan itu. Sebagaimana yang sudah-sudah rapat dilangsungkan di gedung kebangsaan "Darun-Nadwah" dan dihadiri pula oleh semua penganjur dan pemuka musyrikin Quraisy.
Dalam permusyawaratan itu, mereka masing-masing mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada 'Utbah, dan semua pertanyaan mereka itu dijawab pula oleh 'Utbah. Dan 'Utbah akhirnya menyatakan dengan terang-terangan bahwa ia tidak akan sanggup lagi jika ditetapkan menjadi utusan untuk menghadap kepada Nabi SAW.
Setelah mereka mengetahui bahwa 'Utbah sudah putus asa, tidak sanggup lagi mempergunakan siasatnya yang ulung terhadap diri Nabi SAW, mereka lalu merundingkan bagaimana caranya yang akan dipergunakan, jalan mana pula yang hendak dilalui untuk merintangi seruan Nabi SAW.
Setelah diperbincangkan dengan panjang lebar, akhirnya dengan suara bulat dan serentak mereka memutuskan, bahwa mereka semuanya akan datang bersama-sama kepada Nabi SAW, dengan maksud akan mengejek mentertawakan, dan menghina Nabi SAW. Demikianlah putusan yang diambil dalam permusyawaratan mereka itu.

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: Februari 27, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak