Ahad, 13 Oktober 1996/30 Jumadil Awal 1417 Brosur No. : 850/890/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-22)
Setelah
'Utbah kembali dari menemui Nabi SAW, beberapa hari ia hanya tinggal di rumah
saja dan tidak berani keluar untuk menunjukkan mukanya kepada orang-orang yang
mengutusnya. Karena malu menam-pakkan kegagalannya kepada mereka yang telah
percaya kepadanya dan mengutusnya.
Oleh
sebab itu para pemuka musyrikin Quraisy lalu datang ke rumahnya, untuk
menanyakan tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang
terhormat. Pada waktu itu 'Utbah sangat berdebar hatinya, sangat pucat mukanya,
karena dari ketakutannya kepada mereka. Sekalipun begitu, namun terpaksa ia
melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai seorang utusan yang amat
dipercaya, mengutarakan hasilnya ketika bertemu dengan Nabi SAW, dan menerangkan
jalannya percakapan antara dia dengan Nabi SAW, serta ucapan Nabi SAW sebagai
jawaban atas pembicaraannya.
'Utbah
terpaksa melaporkan kepada mereka, karena diantara mereka ada yang mendesaknya
dengan cara mengejek, dia mengatakan, "Sesungguhnya 'Utbah telah datang dari
pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan
wajah yang lain dari wajahnya ketika ia pergi kepada
Muhammad".
Kemudian
mereka berkata kepada 'Utbah, "Apa yang ada di belakangmu, wahai Abul Walid
?".
Lalu
kata 'Utbah, "Demi Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang
diserahkan kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan
kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah beberapa
keterangan yang sangat jitu dan penting pula".
Mereka
berkata : "Ya, lalu bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu
?".
'Utbah
menjawab : "Ya, dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak
mengerti yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti,
melainkan aku mendengar darinya, bahwa ia mengancam kamu semua dengan petir,
seperti petir yang diperguna-kan untuk membinasakan kaum 'Ad dan
Tsamud".
Salah
seorang dari mereka berkata : "Celakalah engkau hai 'Utbah ! Mengapa engkau
sampai tidak mengerti perkataannya ? Sedang ia ber-bicara dengan bahasa Arab,
dan engkau berbicara kepadanya dengan bahasa Arab
juga".
'Utbah
menjawab : "Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti
perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebut kata Shaa'iqah
(petir)".
Mereka
berkata : "Mengapa begitu, hai 'Utbah ?".
'Utbah
menjawab : "Demi Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan
seperti perkataan Muhammad yang diucapkannya kepadaku. Karena perkataannya itu,
kalau kuanggap syi'ir bukanlah syi'ir, karena ia memang bukan ahli syi'ir; dan
kalau kuanggap perkataan tukang ramal, ia bukan seorang tukang ramal; dan kalau
kuanggap perkataan orang gila, ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang
telah kudengar itu akan ada satu urusan penting. Sebab itu pada waktu itu aku
tidak dapat menjawab perkataannya sepatahpun".
Selanjutnya,
'Utbah lalu mengemukakan harapan kepada mereka, "Sekarang sebaiknya Muhammad
itu dibiarkan saja. Biarlah ia meneruskan usahanya itu, karena seruannya yang
telah kudengar itu benar dan nyata semuanya ! Kita janganlah menghalang-halangi
usaha-nya atau mengganggu perbuatannya atau merintangi seruannya ! Biar-kan
bagaimana juga, biarlah ia terus, dan siapasaja yang akan mengikut kepadanya,
biarkanlah !".
Lebih
lanjut, 'Utbah berkata : "Demi Allah ! Sebenarnya, seruan Muhammad itu, yang
sering kudengar, semuanya adalah hal yang besar gunanya. Sebab itu, jikalau
seruannya itu makin tersiar di kalangan kita, maka kiranya kamu akan memperoleh
kehidupan yang sempurna, sehing-ga kamu akan dapat menaklukkan bangsa lain, dan
dapat pula mengua-sai daerah bangsa lain. Bahkan apabila Muhammad itu mendapat
keme-nangan, maka kemenangan Muhammad itu berarti kemenangan kamu, dan kekuasaan
Muhammad itu berarti kekuasaan kamu; sehingga kamu akan menjadi suatu bangsa
yang paling mulia, paling menang, paling gagah, paling berani dan paling
ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi ini. Karena kamu mempunyai orang
seperti Muhammad. Oleh sebab itu baiklah sekarang biarkan sajalah Muhammad, dan
biarkanlah saja seruannya !".
Mereka
lalu berkata kepada 'Utbah : "Oh, celakalah engkau hai Abul-Walid ! Sebab
sekarang engkau rupa-rupanya telah kena sihir Muhammad, dan agaknya engkau sudah
terpengaruh oleh kata-kata yang biasa diucapkan oleh
Muhammad".
'Utbah
menjawab : "Tidak begitu ! Sama sekali tidak ! Demi Allah ! Semua perkataan
yang saya katakan tadi adalah perkataanku sendiri, dari buah fikiranku sendiri,
dari hasil pendengaranku sendiri bukan karena aku telah tersihir oleh Muhammad
!".
Mereka
berkata : "Kalau memang betul engkau tidak terkena sihir Muhammad, cobalah
engkau datang sekali lagi kepadanya, dan berundinglah sekali lagi dengan dia,
agar ia jangan sampai melanjutkan perbuatannya seperti yang sudah-sudah itu.
Tentang caramu berunding, terserah atas kepandaian dan kecakapanmu. Kami sudah
percaya kepadamu. Cobalah datang lagi kepadanya !".
Oleh
'Utbah permintaan mereka itu diterima dengan gembira. Karena dengan
kesombongannya ia masih merasa akan dapat menundukkan dan memperdayakan Nabi
Muhammad SAW !.
3.
Pertemuan Kedua Antara 'Utbah dengan Nabi SAW.
Pada
suatu hari 'Utbah bin Rabi'ah datang lagi kepada Nabi SAW dengan membawa suatu
usul yang lebih baik dan lebih tajam sepanjang perasaannya, untuk dikemukakan
kepada beliau SAW; maka dari itu setelah 'Utbah dapat bertemu muka lagi dengan
Nabi SAW dengan lancarnya ia berbicara di hadapan beliau, antara lain ia berkata
: "Hai Muhammad, kedatanganku sekarang ini, adalah hendak mengemukakan lagi
suatu hal yang amat baik bagimu dan bagi kami semuanya, agar supaya engkau dan
para pengikutmu dengan kami (para ketua Quraisy) tidak terus-menerus berselisih
dan bertentangan, sehingga menyebabkan kita makin lama makin berpecah-belah dan
dapat menimbulkan pertumpahan darah di antara bangsamu sendiri terutama para
kerabatmu bangsa Quraisy !".
Nabi
SAW menjawab : "Ya, baiklah ! Apa lagi yang akan engkau kemukakan kepadaku
silahkan katakan, aku akan mendengarkannya ".
'Utbah
berkata : "Jalan yang sebaik-baiknya bagimu dan pengikut-pengikutmu sekarang,
demikian; Engkau dan para pengikutmu, demi untuk kepentingan bangsa kita,
hendaklah kita bersama memuja dan menyembah apa-apa yang selama ini kami sembah
dan kami puja, dan yang selamanya telah menjadi sembahan nenek moyangmu dahulu,
ialah berhala Al-Lata dan Al-'Uzza, selama satu tahun saja. Kemudian nanti
selama satu tahun yang berikutnya kami akan menyembah dan memuja pula Tuhanmu
yang selalu kamu puja dan kamu sembah itu. Jadi, kami dan kamu serta orang-orang
yang menjadi pengikutmu bersama-sama selama satu tahun memuja dan menyembah apa
yang kamu sembah dan yang kami sembah. Kemudian setelah itu bila Tuhan yang kami
sembah lebih baik daripada Tuhan yang kamu sembah maka hendaklah kamu meneruskan
menyembah Tuhan kami, dan bilamana Tuhan yang kamu sembah itu lebih baik
daripada Tuhan yang kami sembah, maka kami hendak menyembah Tuhan yang kamu
sembah. Yang sedemikian itu tidak lain
untuk menjaga persatuan kita dan memelihara persaudaraan kita
bersama".
Pada
waktu itu Nabi SAW tidak menjawab sepatah katapun, karena hal yang dikemukakan
oleh 'Utbah itu adalah suatu perkara yang menying-gung-nyinggung persatuan
bangsa dan kepentingan bersama. Oleh sebab itu, Allah menurunkan wahyu kepada
Nabi SAW untuk menjawab usul yang dikemukakan oleh 'Utbah itu. Wahyu itu
bunyinya demikian :
قُلْ
يـاَيــُّهَا اْلكـفِرُوْنَ، لآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، وَلآ اَنـْتُمْ
عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، وَلآ اَنـَا عبِدٌ مَّا عَبَدْتُمْ وَلآ اَنــْتُمْ
عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لــِيَ دِيْنِ.
Katakanlah
: "Hai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang
kamu sembah, dan kamupun bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu,
dan untukku agamaku".
[Al-Kaafiruun : 1-6].
Dan
turun pula ayat :
قُلْ
اَفَغَيْرَ اللهِ تَـأْمُرُوْنـِّى اَعْبُدُ اَيـُّهَا اْلجهِلُوْنَ، وَلَـقَدْ
اُوْحِيَ اِلَـيْكَ وَ اِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلـِكَ لَئِنْ اَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَـتَكُـوْنَنَّ مِنَ اْلخسِرِيْنَ، بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ
وَكُـنْ مِّنَ الشّكِرِيْنَ. الزمر:64-66
Katakanlah
: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang
jahil ?". Dan sesungguhnya telah diwah-yukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi)
yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka
hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang
yang bersyukur".
[Az-Zumar : 64-66]
Selanjutnya
Nabi SAW lalu berkata kepada 'Utbah : "Engkau jangan menyangka, bahwa aku
akan mengikut kepada apa yang menjadi kehendakmu supaya aku mempersekutukan
Allah, amat jauhlah aku dari perbuatan semacam itu !".
Setelah
'Utbah menerima jawaban yang sedemikian tegasnya itu, lalu ia segera kembali
pulang dengan hati gelisah dan kuwatir kalau-kalau ia dianggap dusta dan tidak
dipercaya lagi oleh orang-orang yang mengu-tusnya. Kemudian 'Utbah termenung di
rumah seorang diri, memikirkan cara serta siasat yang lain lagi, bagaimana
caranya memperdayakan dan menundukkan Nabi SAW, sehingga beliau ini dapat
ditarik menurut kemauannya dan mengikuti kehendaknya. Lalu ia memutuskan dan
menentukan sendiri hendak menemui Nabi SAW lagi. Karena ia telah menemukan lagi
usulan yang dipandangnya akan lebih dapat menarik kalau dikemukakan kepada Nabi
SAW.
4.
Pertemuan Ketiga Antara 'Utbah dengan Nabi SAW
Pada
suatu hari 'Utbah memerlukan datang lagi kepada Nabi SAW dan dapat bertemu lagi
dengan beliau. Ia lalu berkata : "Muhammad, kedatangan saya kali ini
kepadamu, adalah hendak mengatakan suatu hal lagi kepadamu. Saya minta engkau
mau mendengarkannya !".
Nabi
SAW dengan tenang menjawab : "Baiklah ! silahkan katakan, aku hendak
mendengarkannya".
'Utbah
lalu berkata : "Sekarang baiknya begini saja, Muhammad ! Semua ucapan yang
seringkali kau ucapkan, dan semua perkataan yang kerap kali kau bacakan itu,
hendaklah kau tukar saja dengan yang lain selain dari itu. Karena ucapan-ucapan
dan perkataan-perkataanmu itu selalu menusuk hati kami dan nenek moyang kami
yang dahulu, dan senantiasa menyinggung kehormatan para ketua kami, yaitu:
Senantiasa mencaci maki orang-orang tua kami, selalu meren-dahkan tuhan-tuhan
kami yang telah lama kami puja dan kami sembah, dan selalu mengancam orang-orang
yang sama memuja dan menyembah tuhan-tuhan kami, juga selalu membodoh-bodohkan
orang-orang pandai kami. Maka untuk menjaga persatuan dan kesatuan kita dan
untuk memelihara kemuliaan kita bersama demi untuk kepentingan bangsa kita,
sudilah kiranya engkau mengganti ucapan-ucapan dan perkataan-perkataan itu
dengan yang lain dari itu !".
Pada
waktu itu Nabi SAW diam, lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau, untuk
menjawab usulan 'Utbah itu :
وَ
اِذَا تُتْلى عَلَيْهِمْ ايـَاتُنَا بَيِّنتٍ قَالَ الَّذِيْنَ لاَ يَرْجُوْنَ
لِقَآءَنـَا ائْتِ بِقُرْانٍ غَيْرِ هذَا اَوْ بَدِّلْهُ، قُلْ مَا يَكُوْنُ لِى
اَنْ اُبَدِّلَهُ مِنْ تِـلْـقَائِ نَفْسِىْ اِنْ اَتـَّبِعُ اِلاَّ مَا يُوْحى
اِلَيَّ اِنِّىْ اَخَافُ اِنْ عَصَيْتُ رَبـِّى عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ، قُلْ لَوْ
شَآءَ اللهُ مَا تَـلَوْتُه عَلَيْكُمْ وَ لآ اَدْرـكُمْ بِه فَقَدْ لَبِثْتُ
فِيْكُمْ عُمُرًا مِّنْ قَبْلـِه اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ. يونس:15-16
Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang
tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami ber-kata: "Datangkanlah Al-Qur'an yang
lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah : "Tidaklah patut bagiku
menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang
diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku akan siksa
hari yang besar (hari kiamat)". Katakanlah, "Jika Allah menghendaki, niscaya aku
tidak membacakannya kepadamu, dan Allah tidak (pula) memberitahu-kannya
kepadamu. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya.
Maka apakah kamu tidak memikirkannya ?".
[Yunus
: 15-16].
Setelah
'Utbah mendengar jawaban yang demikian, segera ia diam, termenung, kehabisan
alasan yang hendak dipergunakan untuk membantah lagi. Dan ia merasa bahwa ia
tidak akan dapat membantah yang melebihi dari yang sudah-sudah. Dikala itu ia
amat merasa lemah, tidak sanggup mengatasi apa yang telah dibacakan oleh Nabi
SAW, bacaan yang merupakan jawaban atas usul yang dikemukakannya tadi. Oleh
sebab itu segeralah ia pulang ke rumahnya.
Dan
ketika ia ditanya oleh orang-orang yang mempercayai dia, ia hanya menjawab,
"Saya tidak sanggup memperdayakan dan menaklukkan Muhammad, jangankan disuruh
menaklukkan, membantah perkataan- nya saja saya tidak akan sanggup
lagi".
Kemudian
para pemuka kaum Musyrikin Quraisy setelah mendengar keputus-asaan 'Utbah bin
Rabi'ah sebagaimana tersebut di atas, lalu mere-ka berkehendak mengadakan
permusyawaratan lagi.
5.
Kaum Musyrikin Mengadakan Musyawarah Lagi
Pada
suatu hari, para penganjur dan pemuka musyrikin Quraisy menga-dakan
permusyawaratan lagi. 'Utbah bin Rabi'ah selaku utusan Quraisy untuk berunding
dengan Nabi SAW datang juga dalam permusyawaratan itu. Sebagaimana yang
sudah-sudah rapat dilangsungkan di gedung kebangsaan "Darun-Nadwah" dan
dihadiri pula oleh semua penganjur dan pemuka musyrikin
Quraisy.
Dalam
permusyawaratan itu, mereka masing-masing mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada 'Utbah, dan semua pertanyaan mereka itu dijawab pula oleh 'Utbah. Dan
'Utbah akhirnya menyatakan dengan terang-terangan bahwa ia tidak akan sanggup
lagi jika ditetapkan menjadi utusan untuk menghadap kepada Nabi
SAW.
Setelah
mereka mengetahui bahwa 'Utbah sudah putus asa, tidak sanggup lagi mempergunakan
siasatnya yang ulung terhadap diri Nabi SAW, mereka lalu merundingkan bagaimana
caranya yang akan dipergunakan, jalan mana pula yang hendak dilalui untuk
merintangi seruan Nabi SAW.
Setelah
diperbincangkan dengan panjang lebar, akhirnya dengan suara bulat dan serentak
mereka memutuskan, bahwa mereka semuanya akan datang bersama-sama kepada Nabi
SAW, dengan maksud akan mengejek mentertawakan, dan menghina Nabi SAW.
Demikianlah putusan yang diambil dalam permusyawaratan mereka
itu.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak