Ahad,
07 April 2002/24 Muharram 1423 Brosur No. :
1125/1165/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-103)
Menurut
riwayat, pada suatu hari pada bulan Jumadil awwal tahun keenam Hijriyah Nabi SAW
mendapat khabar bahwa serombongan kafilah yang membawa barang-barang perniagaan
qaum musyrikin Quraisy Makkah sedang dalam perjalanan pulang dari Syam.
Sebagaimana diketahui bahwa qaum Quraisy setiap tahun sekali memberangkatkan
kafilah-kafilahnya membawa barang perniagaan dari Makkah untuk dijual di Syam,
dan dari Syam kafilah-kafilah ini membawa barang-barang perniagaan pula dari
negeri itu untuk dijual di Makkah. Oleh sebab itu untuk membalas perbuatan qaum
Quraisy terhadap qaum muslimin di masa lampau, maka Nabi SAW memberangkatkan
satu pasukan berkuda tentara Islam sebanyak seratus tujuh puluh orang ke dusun
‘Ish. Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin
Haritsah.
Setiba
di tempat yang ditunjukkan oleh Nabi SAW, Zaid bin Haritsah bersama pasukannya
tiba-tiba melihat kafilah Quraisy sedang melintas di tempat tersebut. Maka
tentara Islam segera melakukan penahanan terhadap kafilah
itu.
Lalu
tentara Islam merampas barang-barang perniagaan mereka dan menawan orang-orang
yang mengiringkannya. Diantara orang yang ditawan itu adalah seorang Quraisy
bernama Abul ‘Ash bin Rabi’. Dan Abul ‘Ash ini adalah pemuka Quraisy yang waktu
itu menjadi menantu Nabi SAW, yaitu suami Zainab binti Rasulullah
SAW.
Selanjutnya
tentara Islam kembali ke Madinah dengan membawa harta rampasan yang banyak,
serta membawa beberapa orang tawanan Quraisy. Setelah mereka tiba di Madinah,
semua tawanan dan harta rampasan itu diserahkan kepada Nabi
SAW.
Setelah
Nabi SAW mengetahui bahwa diantara orang Quraisy yang ditawan itu ada seorang
menantunya, padahal ia masih dalam kemusyrikan dan tinggal di Makkah dan sudah
beberapa tahun dipisahkan dari istrinya (Zainab), maka beliau segera
memberitahukannya kepada Zainab. Lalu Zainab memohon kepada Nabi SAW supaya
membebaskan Abul ‘Ash dan mengembalikan harta kepunyaan Abul ‘Ash yang dirampas
tentara Islam tersebut. Permintaan itu dikabulkan Nabi SAW, dengan pesan, “Hai
putriku, hormatilah kedudukannya, tetapi ia tidak boleh mendekati kamu, karena
sesungguhnya kamu tidak halal baginya”.
Dan
waktu itu Nabi SAW menyatakan dengan sabdanya :
اَلْمُسْلِمُوْنَ
يَدٌ وَاحِدَةٌ يُجِيْرُ عَلَيْهِمْ اَدْنَاهُمْ وَ قَدْ اَجَرْنَا مَنْ اَجَرَتْ.
نور اليقين:163
Segenap
orang Islam satu tangan. Orang yang paling rendah dari mereka (kaum muslimin)
dapat menolong memberikan perlindungan atas mereka. Dan kami telah menolong
memberikan perlindungan kepada orang yang diberi perlindungan oleh
Zainab.
Setelah
Abul ‘Ash dibebaskan dan semua hartanya dikembalikan, ia segera kembali ke
Makkah untuk menyelesaikan segala urusannya terhadap para kawannya. Dan ketika
Abul ‘Ash akan kembali ke Makkah, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa apabila
ia telah menyelesaikan urusannya di Makkah, ia akan segera kembali ke Madinah
dan masuk Islam.
Tentara
Islam dikirim ke banu Tsa’labah.
Menurut
riwayat, bahwa pada suatu hari di bulan Jumadil akhir tahun keenam Hijriyah Nabi
SAW memerintahkan shahabat Zaid bin Haritsah supaya memimpin pasukan Islam
sejumlah lima belas orang berangkat ke dusun Tharaf, yang terletak + 58
km ke arah Iraq.
Nabi
SAW memberangkatkan pasukan ini dengan tujuan menuntut bela terhadap perbuatan
penduduk dusun Dzul Qashshah yang ingin merampas ternak-ternak qaum muslimin,
dan yang telah mengeroyok pasukan muslimin yang dipimpin Muhammad bin Maslamah
yang terdiri dari sepuluh orang sebagaimana telah dikemukakan
terdahulu.
Setiba
di kampung banu Tsa’labah, segenap warga banu Tsa’labah telah melarikan diri dan
meninggalkan hewan ternak mereka, karena telah mengetahui akan kedatangan
tentara Islam tersebut. Akhirnya pasukan yang dipimpin Zaid bin Haritsah itu
segera kembali ke Madinah dengan membawa harta rampasan berupa 20 ekor unta.
Setiba di Madinah harta rampasan itu diserahkan kepada Nabi SAW untuk
dibagi-bagikan kepada yang berhaq.
Tentara
Islam dikirim ke banu Fazarah
Menurut
riwayat, bahwa pada suatu hari Zaid bin Haritsah pergi berdagang ke Syam. Dalam
perjalanan kembali ke Madinah, ia mengalami gangguan dari qaum banu Fazarah yang
tinggal di dusun Wadil Qura. Semua hartanya dirampas dan dia akan
dibunuh.
Setelah
Zaid bin Haritsah kembali ke Madinah, ia melaporkan peristiwa tersebut kepada
Nabi SAW. Setelah mendapat laporan tersebut Nabi SAW segera memerintah Zaid bin
Haritsah untuk memimpin tentara Islam melakukan pembalasan atas ulah mereka.
Setelah sampai di Wadil Qura, tentara Islam segera menyerang penduduk tersebut
sehingga banyak musuh yang terbunuh dan tertawan. Diantara tawanan tersebut
ialah istri ketua mereka, dan oleh Zaid lalu dibawa ke Madinah. Peristiwa
tersebut terjadi pada bulan Rajab tahun keenam Hijriyah.
Tentara
Islam dikirim ke Dumatul Jandal
Menurut
riwayat, bahwa pada bulan Sya’ban tahun keenam Hijriyah, Nabi SAW
memberangkatkan pasukan tentara Islam yang berjumlah tujuh ratus orang yang
dipimpin oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf ke Dumatul Jandal, untuk memerangi kaum banu
Kalb.
Dumatul
Jandal ialah nama sebuah kota yang di dalamnya terdapat banyak benteng dan
dusun. Kota ini terletak amat jauh dari Madinah, kira-kira perjalanan lima belas
malam dari kota Madinah, atau lima hari dari kota Damaskus. Adapun banu Kalb
ialah nama suatu keturunan yang mempunyai raja sendiri, yang bernama Al-Asbagh
bin ‘Amr. Mereka mempunyai kerajaan yang merdeka, luas tanahnya mulai dari
Dumatul Jandal sampai di Tabuk dan Taima.
Sebelum
pasukan Islam berangkat, Nabi SAW memberikan pesan sebagai berikut
:
اُغْزُوْا
جَمِيْعًا فِى سَبِيْلِ اللهِ، فَقَاتِلُنَّ مَنْ كَفَرَ بِاللهِ وَ لاَ تَغْلُوْا
وَ لاَ تَغْدِرُوْا وَ لاَ تُمَثّلُوْا وَ لاَ تَقْتُلُوْا وَلِيْدًا. فَهذَا
عَهْدُ اللهِ وَ سِيْرَةُ نَبِيّهِ فِيْكُمْ. نور اليقين:164
Berperanglah
kamu semua di jalan Allah, perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah,
janganlah kamu berlebihan, janganlah kamu berkhianat, janganlah kamu mencincang
musuh dan janganlah kamu membunuh anak-anak. Inilah janji Allah dan tuntunan
Nabi-Nya untuk kalian.
[Nurul Yaqin hal. 164]
Disamping
itu, Nabi SAW berpesan pula kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf, “Jika mereka telah
tunduk, kawinilah anak gadis dari pemimpin mereka”.
Setelah
pasukan Islam tiba di kota Dumatul Jandal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf segera menyeru
segenap penduduk banu Kalb supaya mengikut agama Islam.
Seruan
itu semula ditolak dengan kasar oleh mereka, tetapi dengan keshabaran yang
tinggi tentara Islam selama tiga hari menyeru mereka, akhirnya pada hari yang
keempat raja mereka Al-Asbagh bin ‘Amr masuk agama Islam dengan ikhlash.
Sebelumnya ia adalah pemeluk agama Nashrani. Sehingga seketika itu kaumnya juga
mengikut seruan Islam. Adapun sebagian kaumnya yang belum mau mengikut Islam
dengan terus terang mereka menyatakan mau membayar jizyah.
Karena
‘Abdurrahman bin ‘Auf sudah menerima pesan Nabi SAW supaya mengawini anak
perempuan kepala kaum banu Kalb, dan memang Al-Ashbagh mempunyai seorang anak
gadis yang bernama Tamadlur, maka anak gadis itu lalu dinikahi oleh ‘Abdurrahman
bin ‘Auf, sebagaimana pesan Nabi SAW.
Selanjutnya
pasukan Islam sebanyak tujuh ratus orang itu lalu kembali ke Madinah dengan
membawa hasil yang memuaskan, yaitu berhasil mengajak para pengikut agama
Nashrani menjadi penganut agama Islam.
Tentara
Islam dikirim ke Fadak
Menurut
riwayat bahwa Nabi SAW pada sautu hari menerima khabar bahwa kaum banu Sa’ad bin
Bakar yang tinggal di Fadak, yaitu suatu perkampungan kira-kira jaraknya dari
Madinah kurang lebih perjalanan enam malam. Mereka berusaha menyusun kekuatan
untuk membantu kaum Yahudi yang berdiam di Khaibar, yang waktu itu memang sedang
menyusun kekuatan untuk memerangi kaum muslimin.
Kaum
banu Sa’ad di Fadak ini mengumpulkan kekuatan tentaranya karena diberi imbalan
oleh kaum Yahudi di Khaibar, yaitu berupa tamar negeri
Khaibar.
Kabar
demikian itu setelah sampai kepada Nabi SAW, beliau segera memberangkatkan satu
pasukan tentara Islam sebanyak seratus orang dipimpin oleh ‘Ali bin Abu Thalib.
Pada bulan Sya’ban tahun keenam Hijriyah tentara Islam berangkat dari Madinah
menuju Fadak, untuk memeranginya.
Perjalanan
pasukan Islam diatur begitu rapi oleh ‘Ali, kalau malam hari berjalan dan kalau
siang hari bersembunyi, agar tidak diketahui oleh pihak musuh yang akan
diserang.
Ketika
perjalanan tentara Islam sampai di suatu tempat yang terletak antara Khaibar dan
Fadak, bertemu dengan seorang laki-laki dari mata-mata musuh yang sedang
menyelidiki keadaan tentara Islam. Orang itu lalu ditangkap dan ditanya oleh
‘Ali. Sewaktu ditanya ia tidak mau mengaku bahwa ia adalah mata-mata musuh.
Tetapi setelah didesak, akhirnya ia mengaku bahwa dirinya adalah mata-mata dari
banu Sa’ad yang ditugaskan untuk menyelidiki keadaan tentara Islam. Lalu orang
itu diminta oleh ‘Ali supaya menunjukkan tempat-temat kediaman kaum banu Sa’ad
dan tempat-tempat hewan ternak mereka, dengan diberi janji bahwa dirinya akan
diberi keamanan jika ia mau memenuhi permintaan itu. Akhirnya orang itu menuruti
kemauan ‘Ali bin Abu Thalib dan bergabung bersama-sama tentara
Islam.
Sesampai
di perkampungan banu Sa’ad, pasukan Islam mendapati tempat tinggal mereka telah
sepi, segenap penduduknya telah melarikan diri karena ketakutan. Dengan demikian
tentara Islam di tempat tersebut tidak mendapat perlawanan sedikitpun dari pihak
musuh.
Akhirnya
tentara Islam kembali ke Madinah dengan membawa lima ratus ekor unta dan dua
ribu ekor kambing. Dan setiba di Madinah, hewan ternak itu mereka serahkan
kepada Nabi SAW untuk dibagi-bagikan kepada yang berhaq
menerimanya.
Tentara
Islam dengan dipimpin Abu Bakar dikirim ke banu Fazarah
Menurut
riwayat, bahwa pada bulan Ramadlan tahun keenam Hijriyah, sampailah berita
kepada Nabi SAW yang menerangkan bahwa kaum banu Fazarah yang berdiam di Wadil
Qura merencanakan akan menyerang kaum muslimin. Menurut riwayat yang lain bahwa
seorang perempuan dari banu Fazarah yang bernama Ummu Qirfah, telah
mempersiapkan tiga puluh orang tentara berkuda yang terdiri dari anak-anaknya
lelaki dan para cucunya lelaki bersenjata lengkap untuk melakukan serangan
terhadap kota Madinah dan membunuh Nabi SAW. Ummu Qirfah ini adalah seorang
perempuan yang sangat benci dan suka mencaci-maki Nabi SAW dan telah berusia
lanjut.
Berkenaan
dengan itu maka Nabi SAW memberangkatkan satu pasukan Islam yang dipimpin oleh
Abu Bakar Ash-Shiddiq ke banu Fazarah. Tentara Islam ini langsung menuju ke
Wadil Qura, tempat kediaman banu Fazarah tersebut. Dalam perjalanannya, tentara
Islam diatur oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jika malam hari mereka berjalan dan
jika siang hari mereka bersembunyi.
Setelah
tentara Islam tiba di tempat kaum banu Fazarah pada pagi hari, maka orang-orang
banu Fazarah terkejut, karena datangnya tentara Islam ini sangat mendadak.
Kemudian kaum banu Fazarah melarikan diri, sebagian dapat dikejar oleh tentara
Islam dan dibunuh, dan sebagian lagi dapat meloloskan diri keatas bukit yang
berdekatan dengan tempat tinggal mereka.
Pada
akhirnya banu Fazarah menyerah kalah. Diantara yang menyerah itu terdapat Ummu
Qirfah dan seorang anak perempuannya, lalu mereka berdua ditangkap dan ditawan
oleh Salamah bin Al-Akwa’. Kemudian tentara Islam kembali ke Madinah, dengan
membawa beberapa tawanan.
Dalam
suatu riwayat diceritakan bahwa setelah Ummu Qirfah dibunuh, lalu anak
perempuannya menjadi tawanan tentara Islam. Setelah tentara Islam kembali ke
Madinah, oleh Salamah bin Al-Akwa’ anak perempuan Ummu Qirfah itu diserahkan
kepada Nabi SAW, dan oleh beliau lalu dikawinkan dengan seorang laki-laki yang
bernama Hazn bin Abu Wahb. [Al-Kamil fit Tarikh juz 2, hal.
94]
Menurut
riwayat yang lain, anak perempuan itu oleh Nabi SAW ditukarkan dengan
orang-orang Islam yang ditawan oleh kaum musyrikin Quraisy di Makkah sebagaimana
riwayat Muslim berikut :
‘Iyas
bin Salamah berkata : Ayahku bercerita : Kami pernah berperang di daerah Fazarah
dengan komandan Abu Bakar yang telah diangkat oleh Rasulullah SAW untuk memimpin
pasukannya. Ketika jarak ke tempat mata air hanya membutuhkan waktu sebentar
saja, Abu Bakar memerintahkan kami agar berhenti beristirahat. Abu Bakar lalu
memberikan penjelasan mengenai strategi penyerangan terhadap musuh. Kemudian
menuju ke tempat air. Lalu terjadilah pertempuran dan aku melihat satu rombongan
musuh yang di dalamnya ada wanita dan anak-anak. Karena aku khawatir mereka
menghilang naik ke bukit, maka aku lepaskan anak panah ke arah mereka. Setelah
mereka melihat anak panah melesat ke arah mereka, maka mereka berhenti. Akhirnya
mereka berhasil aku giring, dan diantara mereka ada seorang wanita dari banu
Fazarah yang memakai topi dari kulit bersama anak gadisnya yang cantik rupawan.
Maka aku giring mereka sehingga sampai kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar
memberikan anak gadis itu kepadaku.
Setibanya
di Madinah dan aku belum sempat menggauli gadis tersebut, Rasulullah SAW bertemu
denganku di pasar, lalu bersabda kepadaku, “Hai Salamah, berikanlah wanita itu
kepadaku”. Lalu aku menjawab, “Ya Rasulullah, demi Allah, sungguh aku suka
sekali terhadap wanita ini, dan aku belum menggaulinya”. Kemudian keesokan
harinya Rasulullah SAW bertemu denganku lagi di pasar tersebut. Beliau bersabda
kepadaku, “Hai Salamah, berikanlah wanita itu kepadaku, sungguh baik sekali”.
Lalu aku menjawab, “Biarlah wanita itu untuk engkau. Demi Allah ya Rasulullah,
aku belum menggaulinya”. Lalu Rasulullah SAW mengirim wanita tersebut ke Makkah
untuk ditukarkan dengan orang-orang Islam yang ditawan di Makkah. [HR. Muslim
juz 3, hal. 1376]
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak