Ahad,
19 Mei 2002/06 Rabiul awwal 1423
Brosur No. : 1131/1171/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-105)
Ketika Nabi SAW memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berhenti di Hudaibiyah tersebut, ada shahabat yang berkata, “Ya Rasulullah, di lembah tempat kita berhenti ini tidak ada air”. Maka beliau SAW mengeluarkan anak panah dari wadahnya lalu memberikan kepada seorang shahabat yakni Najiyah bin Jundab. Kemudian shahabat tersebut turun ke sebuah sumur diantara sumur-sumur yang ada di situ, lalu menancapkan anak panah tersebut di tengah-tengahnya, maka terus-menerus memancarlah air dengan deras, hingga kaum muslimin meninggalkan tempat itu.
Utusan
musyrikin Quraisy menemui Nabi Muhammad SAW
Setelah
Nabi SAW dan kaum muslimin beristirahat di lembah Hudaibiyah dengan tenang,
tiba-tiba datanglah Budail bin Warqa’ (Kepala qabilah banu Khuza’ah) bersama
kawan-kawannya menemui Nabi SAW. Budail adalah utusan pertama kaum Quraisy yang
menemui Nabi SAW untuk menanyakan maksud kedatangan beliau bersama kaum muslimin
ke Makkah.
Kemudian
Nabi SAW menerangkan bahwa maksud kedatangan beliau bersama para shahabat itu
adalah untuk berziarah ke Baitullah dan
tidak ada maksud untuk berperang.
Setelah
mendengar jawaban beliau itu Budail dan kawan-kawannya segera kembali ke Makkah
dan melaporkannya kepada para pemimpin musyrikin Quraisy. Budail berkata
:
يَا
مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، اِنَّكُمْ تَعْجِلُوْنَ عَلَى مُحَمَّدِ. اِنَّ مُحَمَّدًا لَمْ
يَأْتِ لِقِتَالٍ وَ اِنَّمَا جَاءَ زَائِرًا هذَا اْلبَيْتِ. ابن هشام 4:
279
Hai
orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian tergesa-gesa kepada Muhammad. Dia
datang tidak untuk berperang, namun hanya untuk berziyarah ke
Baitullah.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 279]
Setelah
mendengar laporan Budail tersebut para pemimpin Quraisy malah menuduh yang tidak
baik dan membenci Budail dan kawan-kawannya. Pemimpin kaum Quraisy itu lalu
berkata, “Jika kedatangan Muhammad itu tidak bermaksud untuk berperang, demi
Allah, dia tidak akan masuk ke Makkah dengan kekerasan selamanya, dan bangsa
‘Arab tidak menceritakan tentang keadaan kita yang demikian
itu”.
Karena
para ketua Quraisy belum percaya penuh kepada laporan Budail, maka mereka
mengirim utusan lagi, yaitu Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf, seorang saudara dari
banu ‘Amir. Utusan yang kedua ini lalu menuju ke tempat Nabi SAW. Tatkala Nabi
SAW melihat Mikraz akan menghadap beliau, beliau bersabda kepada para shahabat,
“Ini seorang pengkhianat”.
Ketika
Mikraz tiba di hadapan Nabi SAW dan menanyakan tentang maksud kedatangan beliau
ke Makkah, Nabi SAW lalu menerangkan kepadanya seperti yang telah beliau
sampaikan kepada Budail bin Warqa’ dan kawan-kawannya. Setelah mendengar
keterangan Nabi SAW tersebut, Mikraz segera kembali ke Makkah untuk menyampaikan
kepada para ketua kaum Quraisy.
Setelah
mendengar laporan yang disampaikan oleh Mikraz itu, para ketua Quraisy pun tidak
percaya juga, maka untuk ketiga kalinya mereka mengutus lagi seorang utusan yang
bernama Hulais bin ‘Alqamah Al-Kinaniy, seorang pembesar Ahabisy pada masa itu.
Hulais sebagai seorang utusan Quraisy yang ketiga segera menuju ke tempat Nabi
SAW.
Sebelum
Hulais sampai ke hadapan Nabi SAW, dari
jauh Nabi sudah melihatnya, bahwa yang datang itu adalah Hulais bin ‘Alqamah.
Maka Rasulullah SAW bersabda kepada para shahabat :
اِنَّ
هذَا مِنْ قَوْمٍ يَتَأَلَّهُوْنَ فَابْعَثُوا اْلهَدْيَ فِى وَجْهِهِ حَتَّى
يَرَاهُ. ابن هشام4: 279
Sesungguhnya
ini dari kaum yang suka beribadah, maka lepaskan olehmu unta-unta hadiah itu di
hadapannya supaya ia melihatnya.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 279]
Sabda
Nabi SAW itu mengandung maksud, bahwa Hulais supaya melihat sendiri tujuan yang
sebenarnya dari kedatangan beliau dan para pengikutnya ke Makkah
itu.
Setelah
Hulais melihat dengan mata kepala sendiri, binatang-binatang unta sebanyak tujuh
puluh ekor itu berjalan kian kemari dari tepi lembah di sekitar kaum Muslimin berada, dan pada tiap-tiap ekor unta
sudah ada tandanya akan dipergunakan sebagai hadiah, yaitu diberi kalung di
lehernya dan Hulais pun telah melihat pula unta-unta itu rupanya telah sangat
lesu dan kekurangan makanan, dan bulunya pun sudah kelihatan banyak yang rontok
karena telah lama tertahan dalam perjalanan, maka Hulais segera kembali ke
Makkah melaporkan kepada kaum Quraisy, dan dia belum sampai bertemu dengan
Rasulullah SAW, karena telah puas dengan apa yang
dilihatnya.
Hulais
segera menyampaikan keadaan yang sebenarnya kepada pemimpin musyrikin Quraisy
yang mengutusnya, dan menegaskan pula pendapatnya, bahwa ia tidak keberatan jika
Muhammad dan kaumnya datang ke Makkah. Ia juga mengusulkan supaya mereka itu
diizinkan masuk ke Makkah dengan segera untuk menunaikan
ibadahnya.
Laporan
dan usul Hulais ini oleh para ketua musyrikin Quraisy tidak mereka terima,
bahkan dicemooh dengan perkataan-perkataan yang merendahkan. Kata mereka kepada
Hulais :
اِجْلِسْ
! فَاِنَّمَا اَنْتَ اَعْرَابِيٌّ لاَ عِلْمَ لَكَ. ابن هشام 4: 279
Duduklah,
karena kamu itu tidak lain hanya seorang ‘Arab gunung yang tidak tahu apa-apa
!.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 279]
Mendengar
perkataan yang mengandung penghinaan itu, Hulais sangat marah, kemudian ia
berkata, “Wahai golongan Quraisy, Demi Allah, tidak atas demikian kami berkawan
dengan kamu, dan tidak pula atas demikian kami berjanji dengan kamu. Apakah akan
dihalangi orang yang datang untuk memuliakan Baitullah ? Jika demikian, demi
Tuhan yang diri Hulais ditangan-Nya, kamu harus mengizinkan Muhammad masuk ke
Makkah dan memperkenankan kedatangannya untuk menunaikan kewajiban beribadah.
Dan jika kamu tetap tidak mengizinkannya, saya dan segenap pengikut saya (kaum
Ahabisy) akan keluar dari kota Makkah, tak seorang pun yang ketinggalan
!”.
Melihat
kemarahan Hulais yang sedemikian kerasnya itu barulah para pembesar Quraisy itu
sadar dan mereka akan memperhatikan dan mempertimbangkan segala sesuatu yang
telah dikemukakan olehnya.
‘Urwah
bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, utusan Quraisy
yang keempat
Kemudian
para pembesar musyrikin Quraisy mengadakan permusyawa-ratan lagi untuk
membicarakan utusan yang akan menemui Nabi SAW. Dalam permusyawaratan disepakati
bahwa mereka akan mengutus seorang yang terkenal cerdik pandai dan licin
berbicara, agar tidak mudah dipengaruhi oleh Nabi SAW. Orang yang akan ditunjuk
sebagai utusan musyrikin quraisy itu adalah ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi.
‘Urwah pada masa itu menjabat selaku pembesar Thaif dan ketua kaum Banu Tsaqif.
Ia seorang yang cerdik dan pandai, seorang kepercayaan dan besar pengaruhnya dan
seorang yang terkenal licin dalam berbicara dan cerdas dalam
berpikir.
‘Urwah
bin Mas’ud pada mulanya menolak tugas yang dibebankan kepadanya, karena ia tahu
bahwa nasibnya akan sama dengan utusan-utusan mereka yang terdahulu, diumpat,
dicaci-maki dan tidak dipercaya laporannya. Tetapi penolakan ‘Urwah itu tidak
diterima oleh para pembesar Quraisy, dan mereka berjanji bahwa hasil dan laporan yang akan disampaikan
olehnya akan diakui dan diterima dengan baik, dan mereka pun bersedia tidak akan
menuduh yang bukan-bukan kepadanya. Lantaran dari janji dan kesanggupan para
ketua musyrikin Quraisy itu, maka ‘Urwah
pun akhirnya menerima tugas sebagai utusan mereka. Akhirnya ia datang menemui
Nabi SAW di Hudaibiyah.
Setelah
‘Urwah tiba di hadapan Nabi SAW, ia berkata :
يَا
مُحَمَّدُ، اَجَمَعْتَ اَوْشَابَ النَّاسِ ثُمَّ جِئْتَ بِهِمْ اِلَى بَيْضَتِكَ
لِتَفُضَّهَا بِهِمْ؟ اِنَّهَا قُرَيْشٌ قَدْ خَرَجَتْ مَعَهَا اْلعَوْذُ
اْلمَطَافِيْلُ قَدْ لَبِسُوْا جُلُوْدَ النُّمُوْرِ يُعَاهِدُوْنَ اللهَ، لاَ
تَدْخُلُهَا عَلَيْهَا عَنْوَةً اَبَدًا. ابن هشام 4: 280
Ya
Muhammad, engkau telah menghimpun beberapa macam manusia, kemudian engkau datang
dengan mereka itu kepada ahli famili dan suku engkau sendiri untuk
menghancurkannya dengan mereka itu. Sekarang orang-orang Quraisy telah siap dan
keluar dari Makkah dengan membawa wanita-wanita dan anak-anak mereka, dan
sesungguhnya mereka telah memakai kulit harimau, mereka berjanji kepada Allah,
bahwa engkau tidak boleh masuk ke Makkah dengan kekerasan
selama-lamanya.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 280]
Demikianlah
kata ‘Urwah, dan perkataannya itu ditambah lagi, “Demi Allah, kemungkinan besar
mereka (para orang yang telah engkau kumpulkan) itu besok pagi bubar
meninggalkanmu dan menyerahkanmu kepada musuh-musuhmu”.
Ketika
‘Urwah bin Mas’ud berkata di hadapan Nabi SAW itu, Abu Bakar Ash-Shidiq yang
duduk di belakang Nabi selalu mendengarkan. Setelah mendengar perkataan ‘Urwah
tersebut, Abu Bakar sangat marah dan kemudian berkata :
اُمْصُصْ
بَظْرَ اللاَّتِ اَنَحْنُ نَتَكَشَّفُ عَنْهُ؟. ابن هشام 4: 280
Isaplah
kelentit patung berhala Lata ! Apakah kami (para shahabat) akan bubar
meninggalkan beliau ?.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 280]
Abu
Bakar sebetulnya adalah seorang yang selamanya penyabar dan penyantun, terpaksa
berkata sedemikian kerasnya itu, lantaran tidak tahan mendengar perkataan
‘Urwah, yang seakan-akan menuduh bahwa kaum muslimin akan bubar meninggalkan
Nabi SAW.
Mendengar
jawaban Abu Bakar yang sedemikian kasarnya itu lalu ‘Urwah berkata
:
يَا
مُحَمَّدُ مَنْ هُوَ ؟
Ya
Muhammad, siapakah orang ini ?.
قَالَ:
هذَا ابْنُ اَبِى قُحَافَةَ
Nabi
SAW menyahut, ”Ini Ibnu Abi Quhafah”.
‘Urwah
berkata, “Demi Allah, andaikata tidak ada budi baikmu kepadaku hai Muhammad,
tentu aku membalas engkau dengannya”.
Selanjutnya
‘Urwah berkata, “Tetapi inilah kenyataannya”, sambil memegang jenggot Nabi SAW
dan berbicara dengan beliau.
Pada
waktu itu Mughirah bin Syu’bah berdiri di dekat kepala Nabi SAW. Dikala ‘Urwah
memegang jenggot Nabi SAW itu, oleh Mughirah bin Syu’bah, tangan ‘Urwah dipukul dengan pangkal pedangnya seraya
berkata :
اُكْفُفْ
يَدَكَ مِنْ وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ ص قَبْلَ اَنْ لاَ تَصِلَ اِلَيْكَ. ابن هشام4:
281
Tariklah
tanganmu dari wajah Rasulullah SAW sebelum tangan itu putus dan tak bersama kamu
lagi !.
Mendengar
teguran keras dari Mughirah bin Syu’bah itu, lalu ‘Urwah berkata
:
وَيْحَكَ،
مَا اَفَظَّكَ وَ اَغْلَظَكَ. ابن هشام 4: 281
Celaka
kamu ! Alangkah kasar dan kerasnya kelakuanmu itu !.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 281]
‘Urwah
berkata demikian, karena ia merasakan
benar-benar teguran Mughirah bin Syu’bah atas dirinya. Mendengar jawaban ‘Urwah
itu lalu Nabi SAW tersenyum dan tidak mengatakan sepatah kata pun. ‘Urwah lalu
bertanya kepada beliau, ”Ya Muhammad, siapakah ini ?”.
Nabi
SAW menyahut, ”Ini anak saudaramu, Mughirah bin Syu’bah”.
Mendengar
jawaban Nabi SAW yang demikian itu lalu ‘Urwah berkata kepada Mughirah bin
Syu’bah :
أَيْ
غُدَرُ، وَ هَلْ غَسَلْتُ سَوْئَتَكَ اِلاَّ بِاْلاَمْسِ. ابن هشام 4:
281
”Hai,
pengkhianat ! Bukankah baru kemarin aku membersihkan kejelekanmu
?”.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 281]
Kemudian
‘Urwah bin Mas’ud melanjutkan pembicaraannya dengan Nabi SAW tentang maksud
kedatangan beliau bersama para
sahabatnya ke Makkah. Nabi menjelaskan dengan tegas bahwa kedatangan beliau itu
sekali-kali tidak ada maksud untuk memerangi kaum musyrikin Quraisy, tetapi
untuk menunaikan ibadah.
Sebagai
orang yang terkenal bijaksana ‘Urwah selalu memperhatikan segala sesuatu yang
terjadi di sekitar Nabi SAW dan kaum pengikutnya, terutama mengenai gerak-gerik
para shahabat Nabi SAW yang selalu thaat dan patuh serta tunduk kepada beliau,
antara lain ia melihat apabila Nabi SAW
mengambil wudlu, berebutlah para shahabat untuk mendapatkan sisanya.
Apabila beliau meludah, berebutlah mereka kepadanya. Apabila beliau memanggil
para shahabatnya, bersegeralah mereka datang menghadapnya. Apabila beliau
memerintahkan sesuatu pekerjaan,
segeralah mereka mengerjakannya, dan demikianlah seterusnya. Para shahabatnya
apabila diajak bicara, mereka menjawab dengan suara yang lemah lembut. Dan
apabila mereka berada di hadapan beliau, tidak ada seorangpun yang berani
mengangkat kepalanya dan menajamkan pandangan matanya, karena sangat
memuliakan kepada beliau. Dan jika
sehelai rambut beliau gugur, berebutlah mereka memungutnya, karena sangat
hormatnya kepada beliau.
Segala
peristiwa yang demikian itu diperhatikannya benar-benar. ‘Urwah sangat takjub
melihat kebesaran pengaruh pribadi Nabi SAW ditengah-tengah kaum
pengikutnya.
‘Urwah
bin Mas’ud lalu kembali ke Makkah dengan membawa keterangan yang di dapat dari
Nabi SAW. Disamping menyampaikan laporan dari maksud kedatangan Nabi SAW bersama
para pengikutnya ke Makkah, ‘Urwah pun juga menyampaikan kesan-kesan yang
dilihatnya selama kunjungannya di tempat Nabi SAW itu. Antara lain ia berkata di
muka para pembesar Quraisy (yang mengutusnya) :
يَا
مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، اِنّى قَدْ جِئْتُ كِسْرَى فِى مُلْكِهِ وَ قَيْصَرَ فِى
مُلْكِهِ وَ النَّجَاشِيَّ فِى مُلْكِهِ وَ اِنّى وَ اللهِ مَا رَأَيْتُ مَلِكًا
فِى قَوْمٍ قَطُّ مِثْلَ مُحَمَّدٍ فِى اَصْحَابِهِ. ابن هشام 4: 281
Wahai
para kawan pembesar Quraisy, sesungguhnya saya pernah datang kepada Kisra (Raja
Persia) di kerajaannya, kepada Qaishar (Raja Romawi Timur) di kerajaannya, dan
kepada Najasyi (Raja Habsyi) di kerajaannya, demi Allah, saya belum pernah
melihat seorang rajapun yang dimuliakan dan dihormati oleh kaum dan rakyatnya
seperti Muhammad di tengah-tengah kaum pengikutnya.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 281]
Selanjutnya
‘Urwah berkata, ”Apabila ia berwudlu, maka para shahabatnya berebut mendapatkan
air sisa wudlunya. Apabila sehelai rambutnya gugur, berebutlah mereka
memungutnya. Dan sekali-kali mereka itu tidak akan meninggalkannya untuk
selama-lamanya”.
Kemudian
‘Urwah menegaskan pendiriannya pula, ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad itu
seorang penyeru kepada kamu dengan petunjuk yang lurus, maka hendaklah kamu
menerima dan mengikuti seruannya. Perhatikanlah benar-benar yang diserukan oleh
Muhammad itu. Sesungguhnya saya ini hanya memperingatkan kepadamu. Oleh sebab
itu, maka pikirkanlah baik-baik sebelum kamu mengambil suatu keputusan terhadap
dia. Karena saya mengerti, bahwa kamu tidak akan dapat mengalahkannya
selama-lamanya”.
Setelah
mendengar laporan dan kesan-kesan yang disampaikan oleh ‘Urwah tersebut, maka
seketika itu para pembesar Quraisy berkata, “Cukup ! Jangan kamu lanjutkan
keteranganmu. Lebih baik kamu diam saja !”.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak