Ahad,
06 April 2003/04 Shafar 1424 Brosur No. :
1172/1212/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-115)
Kemudian
‘Ali bin Abu Thalib terus berperang melawan musuh. Dan dia mendapat pukulan
keras dari musuh hingga perisainya pecah. Tetapi sebelum musuh dapat kesempatan
untuk meneruskan pukulan berikutnya, ‘Ali telah melompat dengan sigap mendobrak
dan mengambil daun pintu gerbang benteng itu, kemudian dipakai sebagai perisai
dan meneruskan perlawanannya. Dengan kesigapan dan keberanian ‘Ali yang hebat
itu maka pertempuran pada hari itu berakhir dengan jatuhnya benteng Na’im ke
tangan tentara muslimin yang dipimpin ‘Ali bin Abu Thalib.
Seluruh
tentara Yahudi yang mempertahankan benteng Na’im melarikan diri ke benteng yang
kedua di Nathah, yaitu benteng Sha’bu. Mereka melarikan diri dengan
berpencar-pencar, sehingga menyulitkan tentara Islam dalam pengejarannya.
Sekalipun demikian tentara Islam terus mengejar dan menyerang tentara musuh,
dengan demikian terjadilah pertempuran seru antara kedua belah pihak. Tetapi
akhirnya benteng Sha’bu dapat dikuasai tentara Islam. Kemudian kaum Yahudi lari
ke benteng Qillah. Dan tentara muslimin pun mengejar mereka ke benteng tersebut.
Akhirnya benteng Qillah pun bisa dikuasai oleh tentara muslimin setelah dikepung
selama 3 hari.
Dengan
jatuhnya benteng Qillah ini berarti tumbanglah ketiga benteng yang menjadi
bagian dari benteng Nathah tersebut. Jadi, sebuah benteng di Khaibar yang gigih
dipertahankan sudah jatuh ke tangan pasukan Islam. Dan dalam benteng Na’im yang
menjadi salah satu bagian dari benteng Nathah itu ditemukan persediaan bahan
makanan tentara Yahudi. Dengan demikian maka tentara Islam dapat merampas
persediaan bahan makan yang ada di dalamnya. Ketika itu Nabi SAW bersabda lewat
seorang penyeru :
كُلُوْا
وَ اعْلِفُوْا دَوَابَّكُمْ وَ لاَ تَأْخُذُوْا شَيْئًا. نور اليقين
185
Makanlah
kalian dan berilah makanan hewan-hewan kalian, tetapi janganlah kalian mengambil
sedikitpun.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Benteng
Qillah yang sudah direbut tentara Islam tersebut mempunyai arti yang sangat
penting, karena tentara Yahudi juga menyimpan persediaan air minum di dalamnya.
Menurut satu riwayat, di benteng itu ada saluran air yang berasal dari dalam
tanah, dan sangat rahasia, sehingga orang umum tidak mengetahuinya. Dengan
direbutnya benteng Qillah ini pasukan Islam memperoleh persediaan air yang
berlimpah.
Kemudian
pasukan Islam bergerak lagi untuk merebut benteng Ubaiy, yaitu salah satu bagian
pertahanan benteng Kutsaibah. Pertempuran seru terjadi kembali antara kedua
belah pihak. Benteng ini dipertahankan oleh kaum Yahudi dengan sekuat-kuatnya,
namun akhirnya kaum muslimin dapat merebut benteng itu dari tangan kaum Yahudi.
Shahabat Nabi SAW yang dapat mendobrak benteng Ubaiy adalah Abu Dujanah, seorang
pahlawan perang Uhud. Dengan jatuhnya benteng Ubaiy ini, kaum muslimin
memperoleh harta rampasan yang besar jumlahnya, karena di dalamnya terdapat
alat-alat rumah tangga, barang-barang berharga, hewa-hewan piaraan dan juga
bahan makanan.
Dari
benteng Ubaiy, tentara kaum Yahudi melarikan diri ke benteng Barii’, bagian
kedua dari pertahanan benteng Kutsaibah. Di sini mereka bertahan sekuat tenaga,
tetapi tentara Islam terus bergerak dan membalas dengan menembakkan manjaniq
(semacam meriam) yang didapat dari benteng kaum Yahudi yang dapat direbut.
Melihat kegigihan pasukan muslimin itu, maka timbullah rasa takut dalam hati
tentara Yahudi, dan pada akhirnya mereka lari tunggang-langgang meninggalkan
benteng tersebut.
Dengan
jatuhnya benteng Bariy, tentara Islam memperoleh harta rampasan yang banyak,
seperti bejana-bejana yang dibuat dari tembaga dan alat-alat dapur. Dengan
diperolehnya alat-alat itu, maka Nabi SAW bersabda :
اِغْسِلُوْهَا
وَ اطْبَخُوْا فِيْهَا. نور اليقين 185
Cucilah
periuk-periuk itu dan masaklah kalian dengannya.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Dengan
jatuhnya benteng Ubaiy dan Barii’, maka selesailah tugas tentara Islam dalam
merebut benteng Kutsaibah, tinggal benteng Asy-Syiqq yang berisi tiga benteng :
Qamush, Wathih dan Sulaalim.
Walaupun
sudah memperoleh kemenangan terus-menerus, namun pasukan muslimin belum puas,
karena pihak musuh belum menyerah kalah. Tentara muslimin terus bergerak
mengejar tentara kaum Yahudi. Ketika itu mereka mengejar tentara kaum Yahudi
hingga mendekati benteng Qamush, dan benteng inilah yang ditempati Abu Huqaiq,
seorang pemuka Yahudi yang ternama. Benteng ini dipertahankan mati-matian oleh
pasukan Yahudi, tetapi tentara Islam terus mengepungnya hampir 20 hari. Akhirnya
benteng Qamush dapat didobrak dan dibuka oleh ‘Ali bin Abu Thalib. Dalam benteng
Qamush inilah ‘Ali dapat menawan seorang putri bangsa Yahudi, yaitu shafiyah
binti Huyay bin Akhthab, putri seorang pemuka Yahudi yang sangat memusuhi kaum
muslimin.
Kemenangan
tentara Islam
Sesudah
benteng Qamush jatuh, tinggal dua benteng yang harus diserbu oleh tentara Islam,
yaitu benteng Wathih dan Sulaalim. Tentara muslimin terus bergerak untuk
menyerang benteng yang belum ditaklukkan itu.
Ketika
tentara kaum Yahudi melihat tentara Islam hendak menyerang dua benteng tersebut,
maka pihak tentara Yahudi sudah merasa tidak akan berdaya lagi mempertahankan
dua benteng tersebut. Dua benteng itu menjadi tempat anak-anak dan para wanita
yang mereka ungsikan dari benteng-benteng yang lain, dan harta benda dan
kekayaan mereka, ditambah lagi dari orang laki-laki yang lari dari benteng yang
telah ditaklukkan tentara muslimin. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk
menyerah kepada kaum muslimin dan mengharapkan perdamaian.
Mereka
lalu mengirimkan seorang utusan untuk menghadap kepada Nabi SAW dan mengajukan
permohonan damai kepada beliau, supaya darah mereka diselamatkan dari hukum
bunuh, mereka bersedia keluar dari wilayah Khaibar bersama anak-anak mereka
dengan tidak membawa harta benda mereka, kecuali pakaian yang ada pada punggung
mereka.
Permintaan
mereka itu oleh Nabi SAW diluluskan, karena tujuan beliau datang ke Khaibar itu
bukan untuk membinasakan dan menyengsarakan mereka. Beliau hanya bertujuan akan
membasmi atau memusnahkan yang sengaja hendak merintangi tersiarnya dakwah
Islam.
Dan
akhirnya pasukan kaum muslimin dapat menaklukkan dua buah benteng terakhir
tersebut (Wathih, dan Sulaalim) tanpa menumpahkan darah sedikitpun, setelah
mengepung selama 14 hari. Kaum muslimin mendapat harta rampasan dari dua benteng
tersebut, antara lain seratus buah baju besi, empat ratus bilah pedang, lima
ratus busur panah, seribu batang tombak dan beberapa shuhuf kitab Taurat. Tetapi
shuhuf-shuhuf dari Taurat ini diserahkan kembali kepada orang yang mencarinya.
[Nuurul Yaqiin, hal. 185]
Mengenai
syarat-syarat perdamaian, meskipun kaum Yahudi mengemukakan seperti yang
tersebut itu, tetapi Nabi SAW memberikan kemurahan yang tidak mereka sangka
sebelumnya, yaitu : 1. kaum Yahudi Khaibar diperkenankan tetap tinggal di
kampung-kampung mereka masing-masing, 2. mereka diperkenankan mengurus dan
memelihara kebun-kebun, sawah ladang dan tanah-tanah pertanian mereka
masing-masing seperti biasa, dan 3. seperdua dari hasil pertanian dan perkebunan
mereka itu diserahkan kepada kaum Muslimin.
Syarat-syarat
yang diberikan oleh Nabi SAW ini tentu diterima oleh mereka dengan penuh
kegembiraan, karena tidak disangka-sangka oleh mereka, bahwa Nabi SAW akan
memberikan kemurahan sedemikian rupa.
Nabi
SAW di kala itu lalu mencari simpanan harta benda peninggalan Huyay bin Akhthab
(seorang ketua Yahudi banu Nadlir yang sangat memusuhi Islam), karena beliau
yaqin bahwa harta benda peninggalan Huyay tersebut tentu disimpan dalam salah
satu benteng mereka. Tentang ini Nabi SAW lebih dahulu menanyakan kepada Kinanah
bin Rabi’ bin Abul Huqaiq (seorang menantu Huyay atau suami Shafiyah). Tetapi
Kinanah tidak mau menunjukkan tempat simpanan harta benda peninggalan Huyay
itu.
Kemudian
datang seorang Yahudi mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Sesungguhnya saya
melihat Kinanah berada di tempat ini setiap pagi”. Kemudian Rasulullah SAW
bertanya kepada Kinanah :
اَ
رَأَيْتَ اِنْ وَجَدْنَاهُ عِنْدَكَ اَ اَقْتُلُكَ؟ قَالَ: نَعَمْ. ابن هشام 4:
307
Bagaimana
pendapatmu jika harta itu bisa kami temukan ada padamu, apakah boleh aku
membunuhmu ?”. Jawab Kinanah, “Ya, silakan”.
[Ibnu Hisyam, juz 4, hal. 307]
Nabi
SAW lalu memerintahkan sebagian tentara Islam supaya mencari dengan jalan
menggali tanah yang ada di dalam benteng, yang tempat itu selalu dikelilingi
oleh Kinanah bin Rabi’ tersebut pada setiap pagi. Tentara kaum muslimin yang
menerima perintah dari Nabi SAW itu segera mengerjakannya perintah itu, menggali
sebidang tanah yang ada di dalam benteng Qamush. Tidak lama kemudian,
ditemukanlah harta kekayaan peninggalan Huyay bin Akhthab tersebut yang berupa
beberapa macam perhiasan yang sangat berharga, antara lain : beberapa macam
gelang tangan, beberapa macam gelang kaki, beberapa giwang, berbagai cincin dan
banyak pula batu-batu zamrud, intan, berlian dan
sebagainya.
Setelah
Nabi SAW menemukan harta benda Huyay bin Akhthab tersebut, maka Kinanah pun
dihukum bunuh sebagaimana janjinya sendiri. Yang diserahi untuk membunuh menurut
riwayat ialah shahabat Muhammad bin Maslamah.
Abu
Dawud meriwayatkan dalam hadits no. 3006 sebagai berikut : Dari Ibnu ‘Umar
bahwasanya Nabi SAW memerangi penduduk Khaibar. Lalu beliau menguasai kebun
kurma dan negeri mereka dan memaksa mereka lari ke benteng mereka. Kemudian
mereka berdamai dengan ketentuan bahwa Rasulullah SAW akan mendapatkan emas,
perak dan senjata mereka. Sedang bagi mereka mendapatkan apa yang bisa dibawa
oleh kendaraan mereka, atas dasar mereka tidak menyimpan dan tidak
menyembunyikan sesuatu. Jika mereka melakukan yang demikian itu, maka tak ada
jaminan dan perjanjian bagi mereka.
Ternyata
mereka menyembunyikan sebuah kantong kulit berisi emas milik Huyay bin Akhthab
yang terbunuh sebelum Khaibar. Kantong itu dibawa Huyay (ke Khaibar) pada perang
banu Nadlir ketika banu Nadlir diusir. Di dalam kantong itu berisi perhiasan
banu Nadlir. Maka Nabi SAW bersabda, “Dimana kantong perhiasan Huyay bin Akhthab
?”. Jawabnya, “Telah habis untuk perang dan belanja”.
Lalu
mereka (kaum muslimin) menemukan kantong perhiasan tersebut. Maka dibunuhlah
Ibnu Abil Huqaiq (Kinanah), dan ditawanlah kaum wanita dan anak-anak mereka.
Lalu beliau hendak mengusir mereka, maka mereka berkata, “Hai Muhammad,
biarkanlah kami menggarap tanah ini, dan bagi kami separuh bagian dari
pendapatannya, dan bagi kalian separuhnya”. [Abu Dawud juz 3, hal.
157]
Demikianlah
riwayat perang Khaibar, dan kemenangan gilang-gemilang berada di tangan kaum
muslimin.
Menurut
riwayat, tentara Islam yang gugur di Khaibar sebagai syahid berjumlah lima belas
orang, dan dari balatentara kaum Yahudi yang tewas berjumlah 93 orang. [Nuurul
Yaqiin, hal. 185]
Perlu
diketahui bahwa syair pasukan Islam ketika perang di Khaibar menurut riwayat
adalah sebagai berikut :
يَا
مَنْصُوْرُ، اَمِتْ ! اَمِتْ ! ابن هشام 4: 303
Wahai
yang ditolong, matikanlah ! matikanlah !
[Ibnu Hisyam 4, hal. 303]
Maksudnya,
supaya kaum muslimin menghancur binasakan pihak musuh.
Fadak,
Taimaa’ dan Wadil Qura jatuh ke tangan tentara Islam
Menurut
riwayat, setelah pasukan tentara Islam dapat menaklukkan Khaibar, maka Nabi SAW
menyuruh seorang shahabat supaya datang ke Fadak, menyeru mereka untuk masuk
Islam, atau mereka menyerahkan harta benda mereka kepada Nabi
SAW.
Kaum
Yahudi di Fadak, sekalipun mereka itu dari golongan Yahudi, tetapi ketika
menerima seruan Nabi SAW tersebut mereka lebih suka menyerah dan berdamai.
Mereka meminta diselamatkan darah mereka dan merekapun menyerahkan harta benda
mereka, dan tanah Fadak diserahkan khusus untuk Nabi SAW. Dengan demikian maka
tidak terjadi pertempuran antara mereka dengan kaum
muslimin.
Kemudian
penduduk yahudi di dusun Taimaa’ ini setelah mendengar berita jatuhnya kota
Khaibar, mereka mengajukan permohonan kepada Nabi SAW agar memperlakukan mereka
seperti saudara-saudaranya seagama di Khaibar. Dengan permohonan mereka itu
berarti bahwa mereka minta perdamaian dan bersedia membayar jizyah (membayar
pajak kepada kaum muslimin) asal mereka dapat tetap tinggal di dusun Taimaa’
dengan aman dan tenteram, serta dapat melakukan kewajiban-kewajiban agama
mereka.
Maka
permohonan mereka diterima Nabi SAW dengan baik. Mereka tidak akan diganggu
gugat mengerjakan tugas-tugas agama mereka, asal mereka tidak mengganggu
keamanan dakwah Islamiyah dan mereka membayar jizyah.
Kemudian
Nabi SAW akan kembali ke Madinah dengan melalui Wadil Qura. Wadil Qura ialah
nama sebuah desa yang besar bagi kaum Yahudi yang terletak di sebelah barat daya
Khaibar.
Nabi
SAW bersama pasukan Islam kembali dari Khaibar sengaja melalui Wadil Qura, dan
sesampai di Wadil Qura beliau berhenti sebentar dengan tujuan akan berdakwah
kepada segenap penduduknya, supaya mengikut Islam. Tetapi dakwah (seruan) Nabi
yang sebaik itu mereka sambut dengan kekerasan dan
perlawanan.
Setelah
jelas mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin, maka desa Wadil Qura
itu dikepung oleh pasukan Islam.
Nabi
SAW mengatur barisan tentaranya, bendera Islam diserahkan kepada shahabat Saad
bin ‘Ubadah, sesudah itu mereka diseru lagi oleh Nabi SAW supaya mengikut Islam.
Tetapi mereka tetap menolak dengan cara kekerasan, bahkan mereka lalu
mengeluarkan seorang jagoan mereka untuk melawan tentara Islam. Tantangan mereka
yang amat sombong itu dilayani pula oleh tentara Islam.
Kemudian
terjadilah pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
Dan
akhirnya sebelas orang dari mereka dapat dibunuh oleh tentara muslimin, sehingga
kaum Yahudi Wadil Qura merasa lemah dan takut kepada pasukan Islam, kemudian
mereka mengajukan permohonan damai kepada Nabi SAW dan
menyerah.
Permohonan
mereka itu diterima dengan baik, harta benda dan milik mereka dirampas oleh
tentara Islam. Adapun hasil bumi dari dusun Wadil Qura menjadi haq milik kaum
muslimin, dengan pembagian “seperdua harus diserahkan kepada kaum muslimin, dan
seperdua yang lain diberikan kepada yang mengurus, mengolah dan memeliharanya”,
sebagaimana dilakukan terhadap hasil bumi penduduk Khaibar. Dan kaum Yahudi di
Wadil Qura tetap diperkenankan oleh Nabi SAW menetap di dusun mereka itu,
sebagaimana keadaan kaum Yahudi di Khaibar.
Dengan
menyerahnya kaum Yahudi yang bertempat tinggal di Fadak, Taimaa’ dan Wadil Qura,
maka segenap kaum yahudi yang berdiam di Jazirah ‘Arab telah takluk dan tunduk
di bawah naungan bendera Islam yang berpusat di Madinah. Dan sejak saat itu
dengan berangsur-angsur lenyaplah pengaruh kekuatan dan kekuasaan kaum Yahudi di
jazirah ‘Arab.
Bersambung
........
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak