POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-118) Datangnya muhajirin dari Habasyah

Posted by

Ahad, 08 Juni 2003/07 Rabiul akhir 1424                     Brosur No. : 1181/1221/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-118)



Datangnya muhajirin dari Habasyah
Menurut riwayat bahwa sekembali Nabi SAW beserta segenap pasukan Islam dari Khaibar dan telah sampai di Madinah dengan membawa kemenangan gilang-gemilang, harta jarahan dan rampasan yang banyak, tiba-tiba ketika itu datanglah rombongan para shahabat muhajirin dari Habasyah yang dikepalai oleh Ja’far bin Abu Thalib. Mereka sudah sepuluh tahun berpisah dari Nabi SAW. Kaum muhajirin ini menthaati perintah beliau berhijrah ke Habsyi, yaitu sejak tahun ketujuh dari kenabian. Mereka berjumlah 101 orang, 83 laki-laki dan 18 perempuan. (Jumlah tersebut ketika berangkat, namun di sana ada beberapa orang yang meninggal dan ada pula yang melahirkan).
Kedatangan mereka itu disambut oleh Nabi SAW dan segenap muslimin di Madinah dengan penuh kegembiraan. Dan ketika Ja’far bin Abu Thalib datang kepada Nabi SAW, ia dipeluk dan dicium keningnya oleh Nabi SAW, lalu beliau bersabda :
مَا اَدْرِى بِاَيّهِمَا اَنَا اُسَرُّ، بِفَتْحِ خَيْبَرَ اَمْ بِقُدُوْمِ جَعْفَرَ. البداية و النهاية 4: 597
Aku tidak dapat menyebutkan, manakah diantara keduanya yang lebih menggembirakan aku, sebab takluknya Khaibar atau sebab datangnya Ja’far.
Menurut riwayat bahwa kedatangan kembali rombongan muhajirin Habsyi yang dikepalai Ja’far bin ‘Abu Thalib ke Madinah itu disertai pula dengan kedatangan kaum muslimin Asy-’Ariyyiin dari Habsyi juga, yang diantara mereka itu ialah shahabat ‘Abu Musa Al-Asy’ariy, saudaranya Abu Ruhmin dan Abu Burdah. Abu Musa yang paling muda dan paling kuat diantara mereka. Mereka itu berasal dari Yaman.
Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa RA, ia berkata : Telah sampai kepada kami berita tentang kepergian Nabi SAW dan kami berada di Yaman. Lalu kami pergi untuk berhijrah kepada beliau, yaitu saya dan dua orang saudaraku, sayalah yang paling kecil. Salah satu dari keduanya adalah Abu Burdah dan yang lain adalah Abu Ruhmin di tengah-tengah lima puluh tiga atau lima puluh dua orang laki-laki dari kaumku. Lalu kami naik perahu dan perahu itu menyampaikan kami kepada raja Najasyi di Habasyah. Kami bertemu Ja’far bin Abu Thalib dan tinggal bersamanya, sehingga kami semua tiba. Kami bertemu Nabi SAW di saat beliau menaklukkan Khaibar. Dan sebagian orang berkata kepada kami, yakni penumpang perahu, “Kami telah mendahuluimu berhijrah”. Lalu Asma’ binti ‘Umais masuk, ia termasuk orang-orang yang datang bersama kami, kepada Hafshah istri Nabi SAW. Ia termasuk wanita yang berhijrah ke Habasyah. Kemudian ‘Umar masuk menemui Hafshah, sedang Asma’ berada di dekatnya. ‘Umar berkata di saat melihat Asma’, “Siapakah ini ?”. Ia menjawab, “Asma’ binti ‘Umais”. ‘Umar bertanya, “Apakah ia perempuan yang sudah berada di Habasyah atau perempuan ini yang datang melalui lautan ?”. Asma’ menjawab, “Ya”. ‘Umar berkata, “Kami telah mendahuluimu berhijrah, maka kami adalah lebih berhak terhadap Rasulullah SAW, daripada kalian”. Lalu Asma’ marah dan berkata, “Janganlah begitu, Demi Alalh, kalian bersama Rasulullah, beliau memberi makan orang lapar dan menasehati orang bodoh diantaramu. Sedang kami berada di sebuah kampung yang jauh lagi benci (terhadap agama) di negeri Habasyah, semua ini demi (mencari ridla) Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, saya tidak akan makan dan minum, hingga aku melaporkan apa yang kamu ucapkan kepada Rasulullah SAW. Kami diganggu dan ditakut-takuti, dan saya akan menuturkan hal itu kepada Nabi SAW, dan bertanya kepada beliau. Demi Allah, saya tidak berdusta dan menyimpang dan saya tidak akan menambahkan atasnya”. Maka ketika Nabi SAW datang, ia berkata, “Wahai Nabiyallah, sesungguhnya ‘Umar telah berkata demikian dan demikian”. Beliau bertanya, “Lalu apakah yang kamu katakan kepadanya ?”. Asma’ menjawab, “Saya berkata kepadanya demikian dan demikian”. Beliau bersabda, “Ia tidaklah lebih berhak terhadapku daripada kalian, ia dan teman-temannya mempunyai hijrah sekali, sedang kalian wahai penumpang perahu, mempunyai hijrah dua kali”. Asma’ bekata, “Sungguh saya melihat Abu Musa dan para penumpang perahu datang kepadaku berbondong-bondong, seraya mereka bertanya kepadaku tentang hadits ini. Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang lebih membahagiakan mereka, dan tidak ada yang lebih berharga di dalam hati mereka daripada apa yang telah disabdakan Nabi SAW kepada mereka”. Asma’ berkata, “Sungguh saya melihat Abu Musa memintaku mengulangi hadits ini”. [HR. Bukhari juz 5, hal. 79]
Dalam riwayat lain diceritakan, dari Abu Musa, ia berkata : Kami datang kepada Nabi SAW, setelah beliau menaklukkan Khaibar, lalu beliau memberi bagian (rampasan) kepada kami dan beliau tidak memberi bagian kepada seorangpun yang tidak ikut serta pada penaklukan itu selain kami”. [HR. Bukhari juz 5, hal. 81]

Kisah Hajjaj bin ‘Ilath Al-Bahziy
Berita-berita peperangan yang terjadi di Khaibar antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi selalu diikuti oleh segenap pembesar Quraisy di Makkah, karena mereka masih tetap mengharapkan kehancuran kaum muslimin, sekalipun mereka telah mengadakan perjanjian damai dengan Nabi SAW di Hudaibiyah.
Tatkala Khaibar telah jatuh di tangan kaum muslimin, maka datanglah kepada Nabi SAW seorang muslim yang bernama Hajjaj bin ‘Ilath As-Sulamiy Al-Bahziy. Setelah ia menghadap Nabi SAW lalu menyampaikan keinginannya seraya berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya ini di Makkah mempunyai harta benda yang banyak yang disimpan oleh istri saya Ummu Syaibah binti Abu Thalhah, dan ada pula harta benda yang masih dipinjam oleh beberapa orang pedagang di Makkah. Oleh sebab itu perkenankanlah kepada saya ya Rasulullah, untuk pergi ke Makkah mengambil harta benda saya itu dan mengeluarkan keluarga saya dari Makkah. Dan ijinkanlah saya mengatakan begini dan begitu kepada para pembesar Quraisy di Makkah sekedar untuk tipu muslihat, agar saya dapat mencapai tujuan saya tersebut, dan mereka hingga sekarang belum ada yang mengetahui bahwa saya telah masuk Islam.
Setelah Nabi SAW mendengar permintaan Hajjaj bin ‘Ilath yang baik itu lalu mengijinkannya. Kemudian Hajjaj berangkat ke Makkah untuk melaksanakan maksudnya.
Ketika Hajjaj tiba ke Makkah, ia bertemu dengan beberapa pembesar Quraisy di Tsaniyatul Baidlaa’ yang sedang mencari berita tentang peperangan di Khaibar dan tentang pribadi Nabi SAW dalam peperangan itu. Mereka belum mengetahui bahwa Hajjaj telah mengikut Islam. Oleh karena itu mereka menyambut kedatangan Hajjaj dengan senang hati. Kemudian mereka menanyakan beberapa hal mengenai peperangan Khaibar, terutama yang mengenai diri Nabi SAW. Diantara mereka berkata, “Beritakanlah kepada kami ya Abu Muhammad, karena sesungguhnya kami telah mendengar khabar bahwa si pemutus itu telah berangkat ke Khaibar, padahal Khaibar itu adalah negeri Yahudi di Hijaz yang subur.
Karena Hajjaj akan mengemukakan tipu muslihatnya, maka ia berkata kepada mereka, “Ya, berita itu telah sampai kepadaku, dan saya punya berita yang sangat menggembirakan kamu sekalian”.
Mendengar perkataan Hajjaj yang demikian itu mereka lalu mendekat ke samping unta kendaraan Hajjaj, mereka berkata, “Ada khabar apa, hai Hajjaj ?”.
Muhammad benar-benar mengalami kekalahan di Khaibar yang belum pernah kamu mendengar kekalahan seperti itu, para pengikutnya banyak yang mati terbunuh, yang selama ini belum pernah kamu mendengar kematian seperti itu banyaknya. Dan Muhammad sendiri telah ditawan oleh Yahudi di Khaibar, dan para pembesar mereka telah memutuskan tidak akan membunuh Muhammad di Khaibar, tetapi mereka akan mengirimnya ke Makkah, kepada familinya agar dibunuh oleh mereka di hadapan kaumnya. Demikianlah tipu daya Hajjaj kepada mereka untuk menarik hati mereka.
Mendengar berita yang sangat menggembirakan itu para pemuka Quraisy tanpa menyelidiki lebih lanjut, dengan penuh percaya terhadap berita itu lalu menyiarkannya kepada segenap penduduk Makkah. Mereka berlari-lari sambil berteriak-teriak, di sekeliling kota Makkah, kata mereka :
Kemudian Hajjaj segera mengemukakan keinginannya kepada mereka agar harta bendanya yang selama ini masih ada di tangan para pedagang di Makkah dikumpulkan, dengan alasan karena ia akan berangkat bersama keluarganya berpindah ke Khaibar. Di sana ia ingin mendahului membeli barang-barang dari buah kekalahan atau barang rampasan Muhammad dan para shahabatnya, sebelum barang-barang itu dibeli oleh pedagang lainnya. Permintaan Hajjaj itu dilaksanakan juga oleh para pembesar Quraisy, dan dengan segera mereka lalu mengumpulkan harta bendanya, yang sudah agak lama berada di tangan beberapa orang pedagang Quraisy, kemudian sesudah diusahakan dan dikumpulkan lalu dikembalikan kepadanya.
Segenap pembesar dan para ketua Quraisy di Makkah sedikitpun tidak menyangka bahwa tindakan Hajjaj itu hanya tipu muslihat saja, dan tidak mengerti bahwa ia sebenarnya akan pindah ke Madinah bersama keluarganya, sesudah harta bendanya yang banyak itu kembali ke tangannya.
Kemudian Hajjaj dicari ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, paman Nabi SAW yang selama ini masih di Makkah dan sudah lama mengikut Islam, sehubungan dengan khabar-khabar yang telah disiarkannya kepada kaum Quraisy di Makkah, padahal ‘Abbas telah mengetahui bahwa Hajjaj adalah seorang kawan. Maka ‘Abbas menyuruh seorang budaknya untuk memanggil Hajjaj. Hajjaj pun bersedia datang kepada ‘Abbas, tetapi ia mengajukan syarat supaya di salah satu rumahnya, empat mata.
Oleh ‘Abbas, permintaan Hajjaj itu dikabulkan, kemudian pada suatu hari datanglah Hajjaj ke rumah ‘Abbas yang sudah disediakan untuk menerima kedatangannya. Setelah ‘Abbas bertemu dengan Hajjaj dengan tidak seorang pun yang menyertainya, lalu Hajjaj berkata kepada ‘Abbas, bahwa ia bersedia akan menyampaikan berita-berita yang sebenarnya dengan syarat hendaklah berita-berita yang akan disampaikan olehnya itu dirahasiakan selama tiga hari saja, dan sesudah itu boleh disiarkannya. Permintaan Hajjaj ini oleh ‘Abbas diterimanya dan akan dipenuhinya. Kemudian Hajjaj meminta waktu sampai selesainya mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawanya keluar dari Makkah, sesudah itu barulah ia akan menyampaikan berita-berita yang sebenarnya kepada ‘Abbas. Syarat-syarat ini pun diterima juga oleh ‘Abbas.
Selanjutnya setelah persiapan Hajjaj selesai dan segala barang-barangnya telah siap untuk dibawa keluar dari Makkah, maka ia memerlukan datang menjumpai ‘Abbas.
Kemudian Hajjaj menerangkan keadaan yang sebenarnya, antara lain ia menerangkan bahwa dalam pertempuran di Khaibar itu bukan kaum Yahudi yang memperoleh kemenangan, bahkan mereka itu dihancur-binasakan oleh kaum muslimin. Kemenangan gilang-gemilang diperoleh kaum muslimin, dan sebagai bukti dari hasil kemenangan itu, kini Nabi SAW sedang menjadi mempelai, mengawini seorang putri seorang ketua Yahudi yang terkemuka, yaitu Huyaiy bin Akhthab. Kemudian Hajjaj menerangkan pula tentang harta-harta rampasan perang yang didapat oleh kaum muslimin.
Ibnu Ishaq meriwayatkan sebagai berikut : Setelah Khaibar ditaklukkan, Al-Hajjaj bin ‘Ilath datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai harta yang banyak di Makkah yang berada di tangan istri saya Ummu Syaibah binti Thalhah, dan harta benda di sana-sini yang berada di tangan para pedagang Makkah. Maka ijinkanlah saya (untuk mengambilnya) ya Rasulullah”. Kemudian beliau SAW mengijinkannya. Kemudian Hajjaj berkata, “Ya Rasulullah, supaya berhasil, saya harus membuat tipu daya”. Beliau SAW bersabda, “Silakan”.
Hajjaj berkata : Lalu saya berangkat (ke Makkah), dan ketika akutiba di Makkah di Tsaniyatul Baidlaa’ aku mendapati beberapa orang laki-laki Quraisy sedang mencari-cari berita tentang (peperangan Khaibar), lalu mereka bertanya tentang Rasulullah SAW, karena telah sampai berita kepada mereka bahwa Rasulullah SAW (bersama pasukannya) telah berangkat ke Khaibar, dan mereka telah mengetahui bahwa Khaibar adalah sebuah kota di Hijaz yang subur. Orang-orang Quraisy yang tengah mencari berita itu ketika melihat aku lalu bertanya kepadaku, sedangkan mereka itu belum tahu bahwa aku telah masuk Islam. Mereka berkata, “Demi Allah, beritahukanlah kepada kami hai Abu Muhammad, karena telah sampai berita kepada kami bahwa si pemutus (Nabi Muhammad SAW) itu telah berangkat ke Khaibar. Padahal Khaibar itu adalah negeri Yahudi dan tanah Hijaz yang subur”. Hajjaj bin ‘Ilath berkata, “Telah sampai kepadaku tentang berita hal itu dan aku mempunyai berita yang menggembirakan kalian”. Mereka lalu sama mendekat di samping untaku. Mereka menyahut, “Berita apa itu, hai Hajjaj ?”. Hajjaj menjawab, “Muhammad dan pasukannya telah dikalahkan dengan kekalahan yang kalian belum pernah mendengarnya, shahabat-shahabatnya banyak yang terbunuh, yang kalian belum pernah mendengarnya, dan Muhammad telah ditawan”. Mereka berkata, “Kami tidak akan membunuhnya (Muhammad) hingga kami membawanya ke Makkah”.
Karena mereka itu akan membunuh beliau di tengah-tengah kaumnya. Kemudian orang-orang Quraisy itu pergi dan berteriak-teriak menyebarkan berita di kota Makkah. Mereka mengumumkan : Telah datang berita kepada kalian bahwa Muhammad, kita tinggal menunggu untuk dibawa kepada kalian dan akan dibunuh di hadapan kalian”. Hajjaj lalu berkata kepada orang-orang Quraisy itu, “Sekarang tolonglah aku untuk mengumpulkan hartaku di Makkah ini dan yang berada di tangan orang-orang yang berhutang kepadaku, karena aku ingin untuk datang ke Khaibar, membeli barang-barang dari kekalahan Muhammad dan shahabat-shahabatnya (yang dijual murah) sebelum pedagang-pedagang lain datang ke sana”. Lalu mereka pergi untuk mengumpulkn hartaku sebagaimana yang telah aku katakan kepada mereka. Dan akhirnya mereka berhasil mengumpulkan hartaku dengan cepat.
Setelah ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib mendengar berita itu, dia lalu menemuiku. Pada waktu itu aku sedang berada di sebuah kemah diantara kemah-kemah para pedagang. ‘Abbas berkata, “Hai Hajjaj, berita apa yang kau bawa ini ?”. Hajjaj menjawab, “Apakah kamu bisa menjaga rahasia ?”. ‘Abbas berkata, “Ya”. Hajjaj berkata, “Tunggulah saya sehingga saya menemuimu di tempat yang sepi, karena saya sedang mengumpulkan harta saya seperti yang  kamu lihat. Pulanglah sehingga aku selesai”. Setelah selesai mengumpulkan segala sesuatu kepunyaan saya di Makkah dan akan meninggalkan Makkah, saya menemui ‘Abbas. Aku berpesan, “Jagalah perkataanku ini hai Abu Fadl, karena aku takut kepada orang-orang yang akan mencariku, Jagalah selama tiga hari, setelah itu katakanlah kepada mereka sekehendakmu”. ‘Abbas berkata, “Akan saya kerjakan”. Hajjaj berkata :
فَاِنّى وَ اللهِ، لَقَدْ تَرَكْتُ ابْنَ اَخِيْكَ عَرُوْسًا عَلَى بِنْتِ مَلِكِهِمْ يَعْنِى صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَيّ، وَ لَقَدِ افْتُتِحَ خَيْبَرُ وَ انْتَثَلَ مَا فِيْهَا وَ صَارَتْ لَهُ وَ ِلاَصْحَابِهِ. ابن هشام 4: 318
Demi Allah, sungguh aku meninggalkan keponakanmu telah menikah dengan anak perrempuan raja mereka, yaitu Shafiyah binti Huyaiy. Sungguh Khaibar telah ditaklukkan. Harta Khaibar telah menjadi milik beliau dan para shahabatnya.
‘Abbas menyahut, “Apa yang kamu katakan hai Hajjaj ?”. Hajjaj berkata, “Demi Allah, rahasiakanlah berita demikian ini, dan aku telah masuk Islam, dan aku tidak datang kemari kecuali untuk mengambil hartakuyang berada di sana-sini. Maka apabila telah berlalu tiga hari dari kepergianku, siarkanlah urusanmu sesukamu”.
Hajjaj berkata : Setelah hari ketiga, maka ‘Abbas memakai pakaian yang bagus, memakai wangi-wangian, lalu mengambil tongkatnya. Kemudian ia keluar ke Ka’bah, lalu thawaf. Ketika orang-orang Quraisy melihatnya, mereka bertanya, “Hai Abul Fadl, apakah perbuatanmu ini sekedar untuk melepaskan kesusahan ?”. ‘Abbas menjawab, “Tidak, demi Allah, yang kalian bersumpah dengan-Nya, sungguh Muhammad telah telah menaklukkan Khaibar, dan dia (Muhammad) telah menikahi anak perempuan raja mereka, dan telah mendapat rampasan dari kota mereka. Apa yang ada di Khaibar sekarang telah menjadi miliknya dan shahabat-shahabatnya. Orang-orang Quraisy itu bertanya, “Siapa yang membawa berita itu kepadamu ?”. ‘Abbas menjawab, “Orang yang datang kepada kalian dengan mebawa berita kepada kalian. Sungguh ia datang kepada kalian sebagai orang Islam, lalu ia mengambil hartanya dan pergi bergabung dengan Muhammad”. Orang-orang Quraisy itu lalu berkata, “Oh hamba Allah, telah lolos musuh Allah itu. Demi Allah, seandainya kami mengetahui yang demikian, tentu antara kami dan dia ada urusan”. [Ibnu Hisyam juz 4, hal. 317-319]

Bersambung ..........


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 22, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak