Ahad,
29 Juni 2003/28 Rabiul akhir 1424 Brosur No. :
1184/1224/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-119)
Pasukan
muslimin yang dipimpin oleh ‘Umar bin Khaththab RA
Pada
bulan Sya’ban tahun ketujuh Hijriyah, Nabi SAW mengirimkan pasukannya sebanyak
30 orang yang dikepalai oleh ‘Umar bin Khaththab RA ke dusun Tarabah yang
terletak di atas kota Thaif yang didiami oleh suku Hawazin. Dengan diam-diam
tentara Islam menuju ke dusun tersebut, pada waktu siang hari mereka bersembunyi
di tempat-tempat yang sunyi, dan pada malam hari mereka
berjalan.
Setelah
pasukan tersebut sampai di tempat yang dituju, segenap penduduknya melarikan
diri karena ketakutan terhadap kedatangan tentara Islam tersebut. Oleh sebab itu
tentara Islam lalu kembali ke Madinah.
Pasukan
muslimin yang dipimpin Basyir bin Sa’ad Al-Anshariy
Pada
bulan Sya’ban tahun ketujuh Hijriyah juga, Nabi SAW mengirimkan satu pasukan
tentaranya sebanyak 30 orang ke suku banu Murrah di Fadak yang dikepalai oleh
Basyir bin Sa’ad Al-Anshariy.
Setelah
tentara Islam sampai di kabilah tersebut, mereka tidak mendapati seorangpun.
Dengan demikian mereka lalu mengambil dan menggiring binatang-binatang ternak
yang terdapat di kabilah tersebut. Tiba-tiba tentara Islam bertemu dengan kaum
penduduknya yang sudah siap mengadakan perlawanan. Oleh sebab itu, maka
terjadilah pertempuran hebat antara tentara Islam dengan mereka. Akhir nya
tentara Islam dapat dibunuh semuanya kecuali Basyir, ia selamat dan dapat
terlepas dari bahaya pembunuhan, tetapi mendapat luka parah, dan kembali ke
Madinah seorang diri dan dengan susah payah.
Pasukan
muslimin yang dipimpin Ghalib bin ‘Abdullah Al-Laitsiy
Pada
bulan Ramadlan tahun ketujuh Hijriyah Nabi SAW mengirimkan satu pasukan Islam
sebanyak 130 orang yang dikepalai oleh Ghalib bin ‘Abdullah Al-Laitsiy ke dusun
Maifa’ah daerah Najd.
Setelah
pasukan muslimin sampai di dusun tersebut, lalu bertempur dengan seru melawan
penduduknya, karena mereka sudah mengadakan persiapan untuk mengadakan
perlawanan terhadap pasukan Islam. Sekalipun demikian, pertempuran berakhir
dengan kemenangan tentara Islam.
Menurut
riwayat, bahwa diantara anggota pasukan Islam ketika itu ialah seorang shahabat
yang bernama Usamah bin Zaid bin Haritsah. Usamah adalah seorang dari cucu
angkat Nabi SAW yang amat disayanginya. Ketika terjadi pertempuran dengan
orang-orang musyrik, ia berhasil membunuh seorang musyrik bernama Nuhaik bin
Mirdas penduduk Fadak dari suku Aslam.
Sebelum
Nuhaik dibunuh, menurut laporan Usamah sendiri kepada Ghalib bin ‘Abdullah
selaku kepala pasukan, ia telah mengucapkan kalimat tauhid, tetapi Usamah tetap
membunuhnya. Setelah menerima laporan Usamah tersebut, lalu Ghalib menegurnya
dengan perkataan, “Amat jelek apa yang telah kamu lakukan. Mengapa kamu membunuh
orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallooh ?”.
Selanjutnya,
setelah pasukan yang dikepalai oleh Ghalib kembali ke Madinah, lalu melaporkan
hal itu kepada Nabi SAW. Mendengar peristiwa yang demikian itu lalu Nabi SAW
memanggil Usamah dan memberi teguran keras kepadanya dengan sabdanya
:
اَ
قَتَلْتَهُ بَعْدَ اَنْ قَالَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ؟ فَكَيْفَ تَصْنَعُ بِلاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ؟ نور اليقين 189
(Wahai
Usamah), mengapa engkau membunuh orang yang telah mengucapkan Laa ilaaha
illallooh ?. Bagaimana kamu berbuat terhadap Laa ilaaha illallooh
?.
[Nuurul Yaqiin hal. 189]
Usamah
menjawab :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّمَا قَالَهَا مُتَعَوّذًا مِنَ اْلقَتْلِ. نور اليقين
189
Ya
Rasulullah, ia mengucapkannya itu hanya sekedar untuk mencari perlindungan
dirinya dari bahaya maut.
[Nuurul Yaqiin hal. 189]
Nabi
SAW bersabda :
فَهَلاَّ
شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ، فَتَعْلَمَ اَ صَادِقٌ هُوَ اَمْ كَاذِبٌ ؟ نور اليقين
189
Mengapa
tidak kamu belah hatinya, sehingga kamu tahu dia berkata jujur atau bohong ?
[Nuurul
Yaqiin hal. 189]
Usamah
berkata :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِسْتَغْفِرْلِى
Ya
Rasulullah, mohonkanlah ampun untukku.
Nabi
SAW bersabda :
فَكَيْفَ
بِلاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ؟
Bagaimana
kamu terhadap Laa ilaaha illallooh ?
Kemudian
beliau terus-menerus mengulang-ulang perkataan itu sehingga Usamah
berangan-angan bahwa ia belum masuk Islam sebelum hari
itu.
Berkenaan
dengan hal itu kemudian Allah menurunkan wahyu QS. An-Nisaa’ ayat 94.
وَ
لاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقى اِلَيْكُمُ السَّلمَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُوْنَ
عَرَضَ اْلحَيوةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللهِ مَغَانِمُ كَثِيْرَةٌ. النساء:
94
Dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “Salaam” kepadamu, “Kamu
bukan orang mukmin”, (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak”.
[QS. An-Nisaa’ : 94]
Kemudian
Nabi SAW menyuruh Usamah supaya memerdekakan budak sebagai kaffarah, karena dia
membunuh karena keliru. [Nuurul Yaqiin : 189]
Pasukan
muslimin yang dipimpin Basyir bin Sa’ad Al-Anshariy
Pada
bulan Syawwal tahun ketujuh Hijriyah Nabi SAW mengirimkan pasukan Islam pula
dengan dikepalai oleh Basyir bin Sa’ad Al-Anshariy sebanyak 300 orang ke dusun
Yuman dan Jabar tergolong dari banu Ghathafan dan Hayyan, yang terletak di dekat
Khaibar.
Penduduk
dusun tersebut dengan dipimpin oleh ‘Uyainah bin Hishn sudah lama mengumpulkan
kekuatan untuk menyerang kota Madinah. Pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh
Basyir berangkat ke dusun tersebut, pada waktu malam berjalan dan pada waktu
siang bersembunyi hingga sampai di tempat yang dituju. Setelah sampai di dusun
tersebut, segenap penduduknya melarikan diri karena ketakutan melihat kedatangan
tentara Islam yang tiba-tiba itu. Kemudian tentara Islam dapat menggiring
binatang-binatang ternak mereka.
Sekembali
tentara Islam dari dusun tersebut, tiba-tiba di tengah perjalanan bertemulah
dengan ‘Uyainah bin Hishn bersama pasukan tentara berkuda, lalu terjadilah
pertempuran seru antara mereka dengan tentara Islam, tetapi akhirnya tentara itu
mundur dan melarikan diri. Ketika itu tentara Islam dapat menawan dua orang dari
mereka.
Selanjutnya
pasukan Islam kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan dan dua orang
tawanan. Kemudian dua orang tawanan itu dihadapkan kepada Nabi SAW dan akhirnya
mereka berdua masuk Islam.
Dengan
pengiriman pasukan Islam ke daerah-daerah yang dipandang berbahaya bagi keamanan
Islam tersebut, maka keamanan di sekeliling kota Madinah semakin
mantap.
‘Umratul
Qadlaa’
Menurut
riwayat bahwa Nabi SAW ketika menjelang bulan Dzulqa’dah tahun ke-7 Hijriyah
memerintahkan kepada kaum muslimin terutama yang ketika tahun keenam Hijriyah
ikut berangkat dari Madinah ke Makkah untuk mengerjakan ibadah ‘umrah tetapi
tidak terlaksana karena mendapat rintangan keras dari kaum musyrikin Quraisy,
yang menyebabkan terjadinya perjanjian damai di Hudaibiyah, agar mereka
bersiap-siap untuk berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah ‘umrah yang
telah lama diidam-idamkan itu.
Setelah
mendengar pengumuman itu hati kaum muslimin sangat gembira, terlebih lagi bagi
kaum Muhajirin dari Makkah, karena sudah lebih dari tujuh tahun mereka
dihalang-halangi masuk ke Makkah. Maka jika pada tahun lalu yang berangkat
‘umrah berjumlah 1.400 orang, maka pada tahun ini menjadi 2.000
orang.
Sebelum
berangkat, Nabi SAW menyerahkan pimpinan ummat kepada shahabat Abu Dzarr
Al-Ghifariy. Setelah itu beliau mempersiapkan pasukan berkuda sebanyak seratus
orang sebagai pengawal. Disamping itu beliau menyediakan enam puluh ekor unta
yang akan dipergunakan sebagai qurban di Makkah.
Kemudian
pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-7 Hijriyah Nabi SAW bersama kaum muslimin
berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ‘umrah sebagaimana telah diputuskan dalam
perjanjian Hudaibiyah. Disamping itu, mereka juga membawa senjata, guna menjaga
diri, apabila pihak kaum musyrikin Quraisy menyalahi janji, lalu
menghalang-halangi kedatangan mereka, atau mengganggu mereka selama berdiam di
Makkah. Nabi SAW bersama kaum muslimin berangkat ke Makkah dengan membawa enam
puluh ekor unta yang masing-masing telah diberi tanda di lehernya. Nabi SAW
berpakaian ihram sejak dari pintu masjid Madinah. Selanjutnya ketika perjalanan
Nabi SAW dan kaum muslimin sampai di Dzul Hulaifah, beliau memerintahkan kepada
pasukan berkuda supaya berada di depan. Waktu itu ada seorang dari kaum muslimin
yang bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, apakah engkau akan membawa
peralatan perang ? Padahal mereka (kaum Quraisy) telah mensyaratkan bahwa ktia
tidak boleh memasuki Makkah dengan membawa senjata, selain senjata musafir,
sebilah pedang yang berada di sarungnya ?”.
Jawab
Nabi SAW, “Kita tidak akan masuk ke Tanah Haram dengan bersenjata, tetapi
biarlah senjata itu berdekatan dengan kita, apabila kaum Quraisy mengganggu
kita, senjata itu sudah dekat dengan kita”.
Kemudian
setelah perjalanan Nabi SAW bersama-sama kaum muslimin sampai di Marrudh
Dhahran, sebagian kaum Quraisy telah melihatnya. Mereka melihat bahwa Nabi
bersama-sama pengikutnya datang beduyun-duyun, maka dengan terburu-buru mereka
kembali ke Makkah untuk memberitahukan kepada para ketua Quraisy. Mereka
melaporkan kedatangan Nabi SAW berserta kaum muslimin dari Madinah dengan
membawa senjata.
Para
ketua musyrikin Quraisy dengan cepat memerintahkan kepada para pemudanya untuk
menemui Nabi SAW. Maka para pemuda menjumpai Nabi SAW dan berkata, “Ya Muhammad,
demi Allah engkau sejak kecil hingga dewasa terkenal seorang yang tidak pernah
menyalahi janji, sedangkan kami tidak membuat sesuatu yang baru. [Nuurul Yaqiin
hal. 191]
Nabi
SAW menjawab :
اِنَّا
لاَ نَدْخُلُ اْلحَرَامَ بِالسّلاَحِ .نور اليقين: 191
Kami
tidak masuk ke Tanah Haram dengan bersenjata.
[Nuurul Yaqiin hal. 191]
Kemudian
Nabi SAW bersama kaum muslimin masuk ke Tanah Haram (Makkah). Ketika penduduk
Makkah mengetahui bahwa Nabi SAW bersama kaum muslimin sedang berjalan menuju ke
Tanah Haram itu, merekapun segera keluar dari kota Makkah, karena tidak suka
mengetahui Nabi dan kaum muslimin mengerjakan thawaf di sekeliling
Ka’bah.
Ketika
memasuki kota Makkah Nabi SAW mengendarai untanya yang bernama Al-Quswa’, dan
yang memegang kendali unta beliau adalah ‘Abdullah bin Rawahah. Dan segenap kaum
muslimin berjalan bersama-sama dengan menyelempangkan pedangnya masing-masing
yang sudah dimasukkan ke dalam sarung. Beliau masuk kota Makkah melalui jalan
dari Tsaniyyatul Kadaa’, sedangkan ‘Abdullah bin Rawahah berada di depan beliau
sambil membaca :
لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدقَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ اَعَزَّ
جُنْدَهُ، وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ.
“Tidak
ada Tuhan melainkan Allah Yang Esa, yang benar janji-Nya, yang telah menolong
hamba-Nya, memberi kemenangan balatentara-Nya dan yang mengalahkan tentara musuh
yang bersekutu dengan sendiri-Nya”.
Ketika
kaum muslimin dengan Nabi SAW memasuki Makkah, kaum musyrikin Makkah yang sedang
mengungsi di luar kota, dari atas bukit
dan dari tempat-tempat tinggi di sekeliling Makkah mereka dapat memandang
dengan jelas terhadap barisan kaum muslimin yang datang berbondong-bondong dari
jurusan utara masuk ke dalam kota suci itu. Baru pertama kali segenap penduduk
Makkah, baik laki-laki maupun perempuan, tua-muda, melihat sendiri betapa
hebatnya kebesaran Islam, betapa dahsyatnya kebesaran iman dan betapa hebatnya
kekuatan aqidah yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW yang pada beberapa tahun lalu
beliau itu dihinakan, disakiti, dianiaya, dikejar-kejar sebagai orang buronan
dan hampir saja dibunuh, sehingga beliau harus keluar meninggalkan kota suci itu
bersama kaum muslimin.
Sehubungan
dengan itu, maka para pembesar dan para ketua Quraisy lalu berkumpul di dalam
Darun Nadwah, gedung tempat mereka bermusyawarah, sambil mengintai-intai dan
memperhatikan segala gerak-gerik kaum muslimin yang berbaris, bershaf-shaf
mengiringkan Nabi SAW masuk ke Masjidil Haram. Di situlah Nabi SAW
menyelempangkan ridaknya dengan membuka lengannya yang sebelah kanan agar dapat
dilihat, dan memerintahkan demikian kepada segenap kaum muslimin yang laki-laki.
Kemudian beliau SAW bersabda :
رَحِمَ
اللهُ امْرَأً اَرَاهُمُ اْليَوْمَ مِنْ نَفْسِهِ قُوَّةً. ابن هشام 5:
18
Semoga
Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang pada hari ini memperlihatkan kekuatan
dirinya kepada (kaum Quraisy).
[Ibnu Hisyam juz 5, hal. 18]
Kemudian
Nabi SAW mengerjakan thawaf di sekeliling Ka’bah. Beliau terlebih dahulu
beristilam (menjamah/mengusap) pada rukun (sudut) dimana ada Hajar Aswadnya,
lalu beliau berlari dengan langkah-langkah pendek, dan segenap shahabat
mengikuti mengelilingi Ka’bah. Sampai pada sebuah rukun Ka’bah yang dinamakan
Rukun Yamani, sesudah sampai di sini Nabi SAW berjalan biasa lagi sehingga
sampai di sudut dimana ada batu hitamnya (Hajar Aswad). Sesudah itu barulah
beliau berlari dengan langkah-langkah pendek lagi, mengelingi Ka’bah seperti
yang pertama kali itu, dan demikian beliau melakukan sampai tiga kali keliling.
Sesudah itu beliau berjalan seperti biasa mengelilingi Ka’bah empat kali lagi.
Segala gerak-gerik beliau yang demikian itu selalu diikuti oleh segenap kaum
muslimin yang ada di belakang beliau yang berjumlah 2.000 orang. Mereka
beristilam, jika Nabi beristilam, mereka berjalan cepat jika Nabi berjalan
cepat, dan mereka berjalan biasa jika beliau berjalan
biasa.
Selanjutnya
Nabi SAW dan segenap kaum muslimin melakukan sa’i, yaitu berlari-lari tujuh kali
antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Sesudah mengerjakan ibadah sa’i, kemudian
Nabi SAW menyembelih unta sebagai hadiah, dan sesudah itu beliu bercukur
(tahallul). Semua yang dilakukan itu diikuti oleh segenap para
shahabatnya.
Dengan
demikian maka Nabi SAW dan kaum muslimin telah selesai mengerjakan ibadah ‘umrah
yang lama diidam-idamkan itu.
Bersambung.......
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak