POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-84) 1. Pasukan muslimin dikepalai oleh Abu Salamah bin Abdul Asad.

Posted by

Ahad, 24 September 2000/25 Jumadits tsaniyah 1421 Brosur no. : 1052/1092/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-84)


1. Pasukan muslimin dikepalai oleh Abu Salamah bin Abdul Asad.
Memasuki tahun ke-4 Hijrah (kira-kira 3 bulan setelah perang Uhud), sampailah berita kepada beliau SAW bahwa Qabilah Banu Asad sudah merencanakan akan menghancurkan kaum muslimin di Madinah.
Waktu itu orang yang memegang tampuk pimpinan mereka ialah Thulaihah bin Khuwailid dan Salamah bin Khuwailid. Setelah mereka mendengar berita kekalahan kaum muslimin di Uhud, bahwa menyangka Nabi Muhammad dan pengikutnya sudah dalam keadaan lemah, dengan demikian tentu akan mudah bagi mereka mengadakan serangan ke kota Madinah.
Mereka berdua lalu menghasut dan menganjurkan kepada segenap kaumnya dan orang-orang yang dibawah perintah mereka supaya menyusun angkatan perang untuk menyerang dan menggempur kota Madinah. Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya kini sudah tidak berdaya lagi setelah perang Uhud, maka hasutan dan anjuran itu didengar dan dipatuhi oleh segenap kaum qabilah Banu Asad.
Setelah Nabi SAW menerima khabar yang demikian itu, beliau segera memanggil shahabatnya yang bernama Abu Salamah (Abdullah) bin Abdul-Asad, beliau memerintahkan supaya Abu Salamah memimpin satu pasukan tentara kaum Muslimin untuk berangkat menyerang kaum qabilah Banu Asad.
Nabi SAW mempersiapkan bala tentaranya sebesar 150 orang, yang diantaranya ada beberapa shahabat pilihan dan pahlawan, seperti Sa’ad bin Abu Waqqash, Usaid bin Hudlair dan ’Ubaidah bin Al-Jarrah.
Kemudian berangkatlah mereka dari Madinah berjalan menuju Qabilah Bani Asad. Setelah pasukan muslimin tiba di Quthnan (suatu gunung di daerah Bani Asad) kaum muslimin menyerang mereka.
Setelah mengetahui bahwa tentara muslimin dari Madinah telah datang, qabilah Banu Asad terus melarikan diri dengan meninggalkan binatang ternak mereka dan harta mereka.
Setelah orang-orang Banu Asad melarikan diri, maka harta benda dan binatang ternak mereka diambil oleh tentara muslimin. Dan mereka kembali ke Madinah setelah keluar selama 10 hari dengan membawa harta rampasan.

2. Dibunuhnya Sufyan bin Khalid (seorang musuh Islam)
Kemudian pada bulan Muharram tahun ke-4 H juga, terdengar desas-desus bahwa kepala qabilah ‘Uranah yang bernama Sufyan bin Khalid bin Nubaih Al-Hudzaliy mengumpulkan dan menyusun kekuatan untuk menyerang Nabi SAW serta kaum muslimin. Khabar yang demikian itu didengar Nabi SAW dengan penuh perhatian. Lalu beliau memanggil seorang shahabatnya yang gagah perkasa yaitu Abdullah bin Unais Al-Juhaniy.
Setelah datang menghadap kepada Nabi SAW, ‘Abdullah bin Unais Al-Juhaniy diberi tugas supaya segera berangkat membunuh Sufyan bin Khalid.
Abdullah bin Unais lalu mohon ijin kepada Nabi SAW untuk melakukan tipu daya terhadap lawan yang akan dihadapinya. Nabi pun memperkenankan apa yang akan dikerjakannya. Kemudian Abdullah bin Unais berangkat seorang diri. Ia berjalan menuju qabilah yang telah ditunjukkan oleh Nabi SAW. Setelah sampai di tempat yang dituju (lembah ‘Uranah) ia segera berusaha mendapatkan Sufyan bin Khalid Al-Hudzaliy.
Setelah Abdullah bin Unais sampai kepadanya, Sufyan bertanya, ”Dari suku mana orang laki-laki ini ?”. Abdullah bin Unais menjawab, “Dari Khuza’ah. Saya mendengar bahwa kamu sedang mengumpulkan kekuatan untuk memerangi Muhammad, maka aku akan bergabung denganmu”. Sufyan menjawab, “Betul. Aku sedang mengumpulkan kekuatan untuk memeranginya”. Kemudian ‘Abdullah bin Unais dan Sufyan bin Khalid berjalan-jalan sambil berbincang-bincang panjang lebar. Setelah sampai di tempat yang sunyi dan tidak diketahui oleh orang-orang, lalu berhenti dan duduk-duduk bersama, sehingga Sufyan tertidur. Maka Abdullah bin Unais berdiri lalu membunuhnya. Kemudian Abdullah bin Unais kembali ke Madinah dengan selamat.

Peristiwa Ar-Raji’
1. Kaum Muslimin kena perangkap musuh yang pertama kali
Pada bulan Shafar tahun ke-4 Hijrah, Nabi kedatangan tamu orang Arab dari suku ‘Adlal dan Qarrah. Mereka itu adalah keturunan Khuzaimah bin Mudrikah. Mereka mengajukan permintaan kepada Nabi SAW. Kata mereka, “Ya Rasulullah, sesungguhnya diantara orang-orang dari qabilah kami sudah banyak yang ingin mengikut Islam, maka sudilah kiranya tuan mengutus sebagian dari shahabat tuan yang telah tuan pandang dapat memberikan pelajaran tentang Islam dan Al-Qur’an serta syariat Islam untuk mengajar penduduk di sana”.
Permintaan mereka itu disambut baik oleh Nabi SAW. Ketika itu beliau memanggil dan memerintahkan 6 orang shahabat  yang dipilih untuk berangkat ke qabilah mereka. (Dalam riwayat lain ada yang menceritakan 10 orang). Dan sedikitpun Nabi SAW tidak curiga, bahwa permintaan mereka itu hanya suatu tipu daya dari pihak lawan yang akan balas dendam dan berlaku kejam terhadap kaum muslimin.
Keenam orang tersebut adalah : ‘Ashim bin Tsabit, Martsad bin Abu Martsad, Khubaib bin ‘Adiy, Zaid bin Datsinnah, Khalid bin Bukair dan ‘Abdullah bin Thariq. Sebagai kepala rombongan ditetapkan oleh Nabi ialah ‘Ashim bin Tsabit (Ada pula yang mengatakan bahwa kepala rombongannya adalah Martsad bin Abu Martsad).
Setelah menerima perintah dari Nabi SAW maka keenam shahabat pilihan itu segera berangkat bersama orang ‘Adlal dan Qarrah tersebut menuju ke qabilah mereka, dan dengan gembira mereka berjalan bersama utusan tersebut.
Tetapi, setelah perjalanan mereka sampai di suatu tempat yang bernama Ar-Raji’ atau Al-Had’ah yang terletak diantara ‘Asfan dan Makkah (sebuah tempat air Banu Hudzail atau disebut juga banu Lihyan), utusan dari ‘Adlal dan Qarrah  tadi berteriak-teriak memanggil kaumnya, “Hudzail, Hudzail, Hudzail”. Dengan teriakan itu, kaum Banu Hudzail lalu keluar beramai-ramai, dan sesaat kemudian dengan tidak disangka-sangka para shahabat itu sudah dikepung oleh kurang lebih 100 orang dengan pedang terhunus (ada yang mernceritakan 200 orang).
Setelah mengetahui adanya bahaya yang akan menimpa mereka, utusan Nabi SAW tadi bertekad bulat dengan penuh keberanian mengadakan perlawanan, sekalipun mereka itu hanya enam orang. Mereka terus bergerak melawan serangan musuh yang sudah mengepungnya. Lalu mereka naik ke bukit. Setelah melihat perlawanan mereka yang begitu berani, lalu pihak musuh meminta mereka supaya turun dengan berkata, “Demi Alllah, kami tidak ada tujuan membunuh kamu, tetapi kami menghendaki untuk mencari imbalan dari orang-orang Quraisy di Makkah dengan diri kamu”. Lalu ‘Ashim menjawab :
وَ اللهِ لاَ اَنْزِلُ عَلَى عَهْدِ كَافِرٍ. اَللّهُمَّ خَبِّرْ نَبِيَّكَ عَنَّا
Demi Allah, saya tidak akan turun memenuhi janji orang kafir. Ya Allah, khabarkanlah kepada Nabi-Mu tentang keadaan kami.
Keenam shahabat tadi sedikitpun tidak gentar dan tidak pula merasa lemah, bahkan terus mengadakan perlawanan terhadap musuh dengan kekuatan yang ada sambil berserah diri kepada Allah semata. Tetapi akhirnya Khubaib bin ‘Adiy, ‘Abdullah bin Thariq dan Zaid bin Datsinnah turun dari bukit.
Adapun ‘Ashim bin Tsabit, Khalid bin Bukair dan Martsad bin Abi Martsad tetap bertempur hingga gugur sebagai pahlawan. Sedangkan tiga orang yang turun itu ditangkap oleh musuh lalu diikat dengan suatu ikatan yang kuat.
Tiga shahabat ini dengan tangan terbelenggu yang kokoh kuat terus dibawa oleh musuh ke Makkah untuk dijual kepada kaum musyrikin Quraisy di sana, sebagaimana tujuan mereka semula. Tetapi di tengah perjalanan, ‘Abdullah bin Thariq dapat memutus belenggu yang ada di tangannya lalu menghunus pedangnya, dan dengan cepat dapat melarikan diri. Oleh karena pihak pengawal mereka tidak dapat menangkapnya kembali hidup-hidup, maka ia terus dilempari batu bertubi-tubi, yang akhirnya ia rebah dan meninggal.
Tinggal Zaid bin Datsinnah dan Khubaib bin ‘Adiy. Keduanya terus dikawal benar-benar oleh para pengawalnya, sehingga sampailah mereka ke Makkah lalu dijual kepada dua orang ketua Quraisy di sana. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, dan Khubaib dibeli oleh seorang keturunan Al-Harits bin ‘Amir bin Naufal. Mereka membelinya untuk dianiaya dan dibunuh. Zaid bin Datsinnah akan dibunuh oleh Shafwan bin Umayyah untuk pelepas dendamnya atas kematian ayahnya, Umayyah bin Khalaf, yang mati terbunuh di Badr. Dan Khubaib bin ‘Adiy dibunuh oleh keturunan Al-Harits bin Amir untuk pelepas dendamnya atas kematian Al-Harits yang terbunuh dalam pertempuran Uhud.

2. Syahidnya Zaid bin Datsinnah
Ketika Zaid bin Datsinnah akan dibunuh, ia dibawa ke Tan’im, lalu pada waktu akan menjalani hukuman mati atas dirinya, tiba-tiba datanglah serombongan orang Quraisy dan diantaranya ada Abu Sufyan yang menawarkan pengampunan dan kebebasan dengan syarat atau janji : Asal ia mau meninggalkan Islam dan kembali mengikuti agama berhala (agama yang dipeluk oleh nenek moyangnya). Abu Sufyan menyangka bahwa dengan demikian mungkin Zaid mau mengikut kemauannya. Abu Sufyan berkata kepadanya, “Hai Zaid, apakah kamu sekarang ini suka jika shahabatmu (Muhammad) dijadikan penggantimu untuk dipenggal lehernya, dan kamu pulang kembali kepada keluargamu lalu dapat bersenang-senang di rumah bersama keluargamu ?”.
Zaid menjawab dengan tegas, “Demi Allah, sekali-kali aku tidak akan suka apabila Nabi-ku Muhammad sekalipun hanya tertusuk duri pada tubuhnya, sedangkan saya berada di tengah-tengah keluargaku sambil bersenang-senang”.
Setelah mendengar jawaban Zaid yang amat tegas itu lalu Abu Sufyan berkata, “Saya belum pernah melihat seseorang yang mencintai kepada shahabatnya sebagaimana para shahabat Muhammad mencintai dia”. (Ibnu Hisyam Juz 4 hal. : 125-126)
Kemudian Zaid bin Datsinnah terus dibunuh oleh Nisthas, dan matilah ia sebagai syahid.

3. Syahidnya Khubaib bin ‘Adiy
Khubaib bin ‘Adiy sebelum dibunuh oleh pihak Quraisy, ia ditahan oleh seorang yang membelinya, yaitui Hujair bin Abu  Ihab, seorang dari Bani Al-Harits.
Dalam Kitab Al-Kamil fit Tarikh Juz 2 hal. 60 disebutkan bahwa suatu ketika Khubaib meminjam pisau cukur kepada sebagian wanita dari anak-anaknya Al-Harits untuk membersihkan diri karena akan menghadapi kematian. Lalu anak kecil dari wanita itu merangkak mendekat dan duduk di atas paha Khubaib, maka wanita itu menjerit. Khubaib berkata :
اَتَخْشِيْنَ اَنْ اَقْتُلَهُ؟ اِنَّ اْلغَدَرَ لَيْسَ مِنْ شَأْنِنَا
Apakah kamu khawatir aku akan membunuh anak kecil ini ? Sesungguhnya pengecut itu bukan dari watak kami.
Maka wanita tersebut mengatakan, “Saya belum pernah melihat tawanan yang lebih baik daripada Khubaib. Dan sungguh saya pernah melihat dia membawa sedompol anggur di tangannya dan ia memakannya yang pada waktu itu di Makkah tidak ada buah seperti itu. Ini tidak lain tentu rezeki yang Allah berikan kepada Khubaib”.
Kemudian pada hari yang telah ditentukan bahwa ia harus menjalani hukuman mati, ia dibawa keluar dari kota Makkah oleh para ketua Quraisy yang didatangkan oleh Hujair untuk menyaksikannya. Pada saat ia akan dibunuh, dengan terus terang ia mengajukan permintaan untuk mengerjakan shalat. Ia berkata, “Tinggalkan aku, karena aku akan mengerjakan shalat dua rakaat”.
Segenap orang yang hadir meluluskan permintaannya, dan mereka lalu meninggalkan tempat Khubaib yang sedang mengerjakan shalat itu. Setelah selesai mengerjakan shalat dua rakaat, lalu Khubaib datang ke tempat mereka yang akan membunuhnya seraya berkata, “Demi Allah, jika sekiranya aku tidak khawatir kamu akan menyangka bahwa aku memanjang-manjangkan shalat karena takut mati dibunuh, niscaya saya akan menambah lama shalatku”.
Kemudian Khubaib mengucapkan syi’ir yang bunyinya :
وَ لَسْتُ اُبَالِى حِيْنَ اُقْتَلُ مُسْلِمًا. عَلَى اَيِّ شِقٍّ كَانَ فِى اللهِ مَصْرَعِى
وَ ذلِكَ فِى ذَاتِ اْلاِلهِ وَ اِنْ يَشَأُ. يُبَارِكُ عَلَى اَوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزَّعٍ
Dan tidaklah mengapa ketika aku dibunuh sebagai orang Islam,
atas belahan manapun karena agama Allah aku dibunuh,
yang demikian itu pada Dzat Tuhan jika Ia berkehendak,
Ia akan memberkahi atas anggota-anggota tubuh yang dipotong-potong.
Lalu ia berdoa kehadlirat Allah SWT :
اَللّهُمَّ اَحْصِهِمْ عَدَدًا، وَ اقْتُلْهُمْ بَدَدًا. وَ لاَ تُغَادِرْ مِنْهُمْ اَحَدًا.
Ya Allah, hitunglah bilangan mereka, bunuhlah mereka itu dengan bercerai-berai dan janganlah Engkau biarkan seorangpun dari mereka itu.
Kemudian ia dibunuh dengan disalib.

4. Ayat-ayat yang turun berkenaan dengan peristiwa Ar-Raji’
Sehubungan dengan peristiwa di Ar-Raji’ ini orang-orang munafik berkata, “Celakalah mereka itu orang-orang yang terbunuh. Mereka tidak bisa kembali pada keluarganya dan mereka pun tidak berhasil menyampaikan risalah Nabi mereka”. Maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW :
وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُه فِى اْلحَيوةِ الدُّنْيَا وَ يُشْهِدُ اللهَ عَلى مَا فِيْ قَلْبِه وَ هُوَ اَلَدُّ اْلخِصَامِ. وَ اِذَا تَوَلّى سَعى فِى اْلاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَ يُهْلِكَ اْلحَرْثَ وَ النَّسْلَ، وَ اللهُ لاَ يُحِبُّ اْلفَسَادَ. وَ اِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ اَخَذَتْهُ اْلعِزَّةُ بِاْلاِثْمِ فَحَسْبُه جَهَنَّمُ، وَ لَبِئْسَ اْلمِهَادُ. وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ، وَ اللهُ رَءُوْفٌ بِالْعِبَادِ. البقرة:204-207
Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. (204)
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (205)
Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertaqwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (206)
Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridlaan Allah. Dan Allah Maha Kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. (207) [QS. Al-Baqarah]

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 19, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak