Ahad,
24 September 2000/25 Jumadits tsaniyah 1421 Brosur no. :
1052/1092/SI
1.
Pasukan muslimin dikepalai oleh Abu Salamah bin Abdul Asad.
Memasuki
tahun ke-4 Hijrah (kira-kira 3 bulan setelah perang Uhud), sampailah berita
kepada beliau SAW bahwa Qabilah Banu Asad sudah merencanakan akan menghancurkan
kaum muslimin di Madinah.
Waktu
itu orang yang memegang tampuk pimpinan mereka ialah Thulaihah bin Khuwailid dan
Salamah bin Khuwailid. Setelah mereka mendengar berita kekalahan kaum muslimin
di Uhud, bahwa menyangka Nabi Muhammad dan pengikutnya sudah dalam keadaan
lemah, dengan demikian tentu akan mudah bagi mereka mengadakan serangan ke kota
Madinah.
Mereka
berdua lalu menghasut dan menganjurkan kepada segenap kaumnya dan orang-orang
yang dibawah perintah mereka supaya menyusun angkatan perang untuk menyerang dan
menggempur kota Madinah. Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya
kini sudah tidak berdaya lagi setelah perang Uhud, maka hasutan dan anjuran itu
didengar dan dipatuhi oleh segenap kaum qabilah Banu Asad.
Setelah
Nabi SAW menerima khabar yang demikian itu, beliau segera memanggil shahabatnya
yang bernama Abu Salamah (Abdullah) bin Abdul-Asad, beliau memerintahkan supaya
Abu Salamah memimpin satu pasukan tentara kaum Muslimin untuk berangkat
menyerang kaum qabilah Banu Asad.
Nabi
SAW mempersiapkan bala tentaranya sebesar 150 orang, yang diantaranya ada
beberapa shahabat pilihan dan pahlawan, seperti Sa’ad bin Abu Waqqash, Usaid bin
Hudlair dan ’Ubaidah bin Al-Jarrah.
Kemudian
berangkatlah mereka dari Madinah berjalan menuju Qabilah Bani Asad. Setelah
pasukan muslimin tiba di Quthnan (suatu gunung di daerah Bani Asad) kaum
muslimin menyerang mereka.
Setelah
mengetahui bahwa tentara muslimin dari Madinah telah datang, qabilah Banu Asad
terus melarikan diri dengan meninggalkan binatang ternak mereka dan harta
mereka.
Setelah
orang-orang Banu Asad melarikan diri, maka harta benda dan binatang ternak
mereka diambil oleh tentara muslimin. Dan mereka kembali ke Madinah setelah
keluar selama 10 hari dengan membawa harta rampasan.
2.
Dibunuhnya Sufyan bin Khalid (seorang musuh Islam)
Kemudian
pada bulan Muharram tahun ke-4 H juga, terdengar desas-desus bahwa kepala
qabilah ‘Uranah yang bernama Sufyan bin Khalid bin Nubaih Al-Hudzaliy
mengumpulkan dan menyusun kekuatan untuk menyerang Nabi SAW serta kaum muslimin.
Khabar yang demikian itu didengar Nabi SAW dengan penuh perhatian. Lalu beliau
memanggil seorang shahabatnya yang gagah perkasa yaitu Abdullah bin Unais
Al-Juhaniy.
Setelah
datang menghadap kepada Nabi SAW, ‘Abdullah bin Unais Al-Juhaniy diberi tugas
supaya segera berangkat membunuh Sufyan bin Khalid.
Abdullah
bin Unais lalu mohon ijin kepada Nabi SAW untuk melakukan tipu daya terhadap
lawan yang akan dihadapinya. Nabi pun memperkenankan apa yang akan
dikerjakannya. Kemudian Abdullah bin Unais berangkat seorang diri. Ia berjalan
menuju qabilah yang telah ditunjukkan oleh Nabi SAW. Setelah sampai di tempat
yang dituju (lembah ‘Uranah) ia segera berusaha mendapatkan Sufyan bin Khalid
Al-Hudzaliy.
Setelah
Abdullah bin Unais sampai kepadanya, Sufyan bertanya, ”Dari suku mana orang
laki-laki ini ?”. Abdullah bin Unais menjawab, “Dari Khuza’ah. Saya
mendengar bahwa kamu sedang mengumpulkan kekuatan untuk memerangi Muhammad, maka
aku akan bergabung denganmu”. Sufyan menjawab, “Betul. Aku sedang
mengumpulkan kekuatan untuk memeranginya”. Kemudian ‘Abdullah bin Unais dan
Sufyan bin Khalid berjalan-jalan sambil berbincang-bincang panjang lebar.
Setelah sampai di tempat yang sunyi dan tidak diketahui oleh orang-orang, lalu
berhenti dan duduk-duduk bersama, sehingga Sufyan tertidur. Maka Abdullah bin
Unais berdiri lalu membunuhnya. Kemudian Abdullah bin Unais kembali ke Madinah
dengan selamat.
Peristiwa
Ar-Raji’
1.
Kaum Muslimin kena perangkap musuh yang pertama kali
Pada
bulan Shafar tahun ke-4 Hijrah, Nabi kedatangan tamu orang Arab dari suku ‘Adlal
dan Qarrah. Mereka itu adalah keturunan Khuzaimah bin Mudrikah. Mereka
mengajukan permintaan kepada Nabi SAW. Kata mereka, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya diantara orang-orang dari qabilah kami sudah banyak yang ingin
mengikut Islam, maka sudilah kiranya tuan mengutus sebagian dari shahabat tuan
yang telah tuan pandang dapat memberikan pelajaran tentang Islam dan Al-Qur’an
serta syariat Islam untuk mengajar penduduk di sana”.
Permintaan
mereka itu disambut baik oleh Nabi SAW. Ketika itu beliau memanggil dan
memerintahkan 6 orang shahabat yang
dipilih untuk berangkat ke qabilah mereka. (Dalam riwayat lain ada yang
menceritakan 10 orang). Dan sedikitpun Nabi SAW tidak curiga, bahwa permintaan
mereka itu hanya suatu tipu daya dari pihak lawan yang akan balas dendam dan
berlaku kejam terhadap kaum muslimin.
Keenam
orang tersebut adalah : ‘Ashim bin Tsabit, Martsad bin Abu Martsad, Khubaib bin
‘Adiy, Zaid bin Datsinnah, Khalid bin Bukair dan ‘Abdullah bin Thariq. Sebagai
kepala rombongan ditetapkan oleh Nabi ialah ‘Ashim bin Tsabit (Ada pula yang
mengatakan bahwa kepala rombongannya adalah Martsad bin Abu
Martsad).
Setelah
menerima perintah dari Nabi SAW maka keenam shahabat pilihan itu segera
berangkat bersama orang ‘Adlal dan Qarrah tersebut menuju ke qabilah mereka, dan
dengan gembira mereka berjalan bersama utusan tersebut.
Tetapi,
setelah perjalanan mereka sampai di suatu tempat yang bernama Ar-Raji’ atau
Al-Had’ah yang terletak diantara ‘Asfan dan Makkah (sebuah tempat air Banu
Hudzail atau disebut juga banu Lihyan), utusan dari ‘Adlal dan Qarrah tadi berteriak-teriak memanggil kaumnya,
“Hudzail, Hudzail, Hudzail”. Dengan teriakan itu, kaum Banu Hudzail lalu
keluar beramai-ramai, dan sesaat kemudian dengan tidak disangka-sangka para
shahabat itu sudah dikepung oleh kurang lebih 100 orang dengan pedang terhunus
(ada yang mernceritakan 200 orang).
Setelah
mengetahui adanya bahaya yang akan menimpa mereka, utusan Nabi SAW tadi bertekad
bulat dengan penuh keberanian mengadakan perlawanan, sekalipun mereka itu hanya
enam orang. Mereka terus bergerak melawan serangan musuh yang sudah
mengepungnya. Lalu mereka naik ke bukit. Setelah melihat perlawanan mereka yang
begitu berani, lalu pihak musuh meminta mereka supaya turun dengan berkata,
“Demi Alllah, kami tidak ada tujuan membunuh kamu, tetapi kami menghendaki
untuk mencari imbalan dari orang-orang Quraisy di Makkah dengan diri kamu”.
Lalu ‘Ashim menjawab :
وَ
اللهِ لاَ اَنْزِلُ عَلَى عَهْدِ كَافِرٍ. اَللّهُمَّ خَبِّرْ نَبِيَّكَ
عَنَّا
Demi
Allah, saya tidak akan turun memenuhi janji orang kafir. Ya Allah, khabarkanlah
kepada Nabi-Mu tentang keadaan kami.
Keenam
shahabat tadi sedikitpun tidak gentar dan tidak pula merasa lemah, bahkan terus
mengadakan perlawanan terhadap musuh dengan kekuatan yang ada sambil berserah
diri kepada Allah semata. Tetapi akhirnya Khubaib bin ‘Adiy, ‘Abdullah bin
Thariq dan Zaid bin Datsinnah turun dari bukit.
Adapun
‘Ashim bin Tsabit, Khalid bin Bukair dan Martsad bin Abi Martsad tetap bertempur
hingga gugur sebagai pahlawan. Sedangkan tiga orang yang turun itu ditangkap
oleh musuh lalu diikat dengan suatu ikatan yang kuat.
Tiga
shahabat ini dengan tangan terbelenggu yang kokoh kuat terus dibawa oleh musuh
ke Makkah untuk dijual kepada kaum musyrikin Quraisy di sana, sebagaimana tujuan
mereka semula. Tetapi di tengah perjalanan, ‘Abdullah bin Thariq dapat memutus
belenggu yang ada di tangannya lalu menghunus pedangnya, dan dengan cepat dapat
melarikan diri. Oleh karena pihak pengawal mereka tidak dapat menangkapnya
kembali hidup-hidup, maka ia terus dilempari batu bertubi-tubi, yang akhirnya ia
rebah dan meninggal.
Tinggal
Zaid bin Datsinnah dan Khubaib bin ‘Adiy. Keduanya terus dikawal benar-benar
oleh para pengawalnya, sehingga sampailah mereka ke Makkah lalu dijual kepada
dua orang ketua Quraisy di sana. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah, dan
Khubaib dibeli oleh seorang keturunan Al-Harits bin ‘Amir bin Naufal. Mereka
membelinya untuk dianiaya dan dibunuh. Zaid bin Datsinnah akan dibunuh oleh
Shafwan bin Umayyah untuk pelepas dendamnya atas kematian ayahnya, Umayyah bin
Khalaf, yang mati terbunuh di Badr. Dan Khubaib bin ‘Adiy dibunuh oleh keturunan
Al-Harits bin Amir untuk pelepas dendamnya atas kematian Al-Harits yang terbunuh
dalam pertempuran Uhud.
2.
Syahidnya Zaid bin Datsinnah
Ketika
Zaid bin Datsinnah akan dibunuh, ia dibawa ke Tan’im, lalu pada waktu akan
menjalani hukuman mati atas dirinya, tiba-tiba datanglah serombongan orang
Quraisy dan diantaranya ada Abu Sufyan yang menawarkan pengampunan dan kebebasan
dengan syarat atau janji : Asal ia mau meninggalkan Islam dan kembali
mengikuti agama berhala (agama yang dipeluk oleh nenek moyangnya). Abu
Sufyan menyangka bahwa dengan demikian mungkin Zaid mau mengikut kemauannya. Abu
Sufyan berkata kepadanya, “Hai Zaid, apakah kamu sekarang ini suka jika
shahabatmu (Muhammad) dijadikan penggantimu untuk dipenggal lehernya, dan kamu
pulang kembali kepada keluargamu lalu dapat bersenang-senang di rumah bersama
keluargamu ?”.
Zaid
menjawab dengan tegas, “Demi Allah, sekali-kali aku tidak akan suka apabila
Nabi-ku Muhammad sekalipun hanya tertusuk duri pada tubuhnya, sedangkan saya
berada di tengah-tengah keluargaku sambil
bersenang-senang”.
Setelah
mendengar jawaban Zaid yang amat tegas itu lalu Abu Sufyan berkata, “Saya
belum pernah melihat seseorang yang mencintai kepada shahabatnya sebagaimana
para shahabat Muhammad mencintai dia”. (Ibnu Hisyam Juz 4 hal. :
125-126)
Kemudian
Zaid bin Datsinnah terus dibunuh oleh Nisthas, dan matilah ia sebagai
syahid.
3.
Syahidnya Khubaib bin ‘Adiy
Khubaib
bin ‘Adiy sebelum dibunuh oleh pihak Quraisy, ia ditahan oleh seorang yang
membelinya, yaitui Hujair bin Abu Ihab,
seorang dari Bani Al-Harits.
Dalam
Kitab Al-Kamil fit Tarikh Juz 2 hal. 60 disebutkan bahwa suatu ketika Khubaib
meminjam pisau cukur kepada sebagian wanita dari anak-anaknya Al-Harits untuk
membersihkan diri karena akan menghadapi kematian. Lalu anak kecil dari wanita
itu merangkak mendekat dan duduk di atas paha Khubaib, maka wanita itu menjerit.
Khubaib berkata :
اَتَخْشِيْنَ
اَنْ اَقْتُلَهُ؟ اِنَّ اْلغَدَرَ لَيْسَ مِنْ شَأْنِنَا
Apakah
kamu khawatir aku akan membunuh anak kecil ini ? Sesungguhnya pengecut itu bukan
dari watak kami.
Maka
wanita tersebut mengatakan, “Saya belum pernah melihat tawanan yang lebih
baik daripada Khubaib. Dan sungguh saya pernah melihat dia membawa sedompol
anggur di tangannya dan ia memakannya yang pada waktu itu di Makkah tidak ada
buah seperti itu. Ini tidak lain tentu rezeki yang Allah berikan kepada
Khubaib”.
Kemudian
pada hari yang telah ditentukan bahwa ia harus menjalani hukuman mati, ia dibawa
keluar dari kota Makkah oleh para ketua Quraisy yang didatangkan oleh Hujair
untuk menyaksikannya. Pada saat ia akan dibunuh, dengan terus terang ia
mengajukan permintaan untuk mengerjakan shalat. Ia berkata, “Tinggalkan aku,
karena aku akan mengerjakan shalat dua rakaat”.
Segenap
orang yang hadir meluluskan permintaannya, dan mereka lalu meninggalkan tempat
Khubaib yang sedang mengerjakan shalat itu. Setelah selesai mengerjakan shalat
dua rakaat, lalu Khubaib datang ke tempat mereka yang akan membunuhnya seraya
berkata, “Demi Allah, jika sekiranya aku tidak khawatir kamu akan menyangka
bahwa aku memanjang-manjangkan shalat karena takut mati dibunuh, niscaya saya
akan menambah lama shalatku”.
Kemudian
Khubaib mengucapkan syi’ir yang bunyinya :
وَ
لَسْتُ اُبَالِى حِيْنَ اُقْتَلُ مُسْلِمًا.
عَلَى اَيِّ شِقٍّ كَانَ فِى اللهِ مَصْرَعِى
وَ
ذلِكَ فِى ذَاتِ اْلاِلهِ وَ اِنْ يَشَأُ.
يُبَارِكُ عَلَى اَوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزَّعٍ
Dan
tidaklah mengapa ketika aku dibunuh sebagai orang
Islam,
atas
belahan manapun karena agama Allah aku dibunuh,
yang
demikian itu pada Dzat Tuhan jika Ia berkehendak,
Ia
akan memberkahi atas anggota-anggota tubuh yang dipotong-potong.
Lalu
ia berdoa kehadlirat Allah SWT :
اَللّهُمَّ
اَحْصِهِمْ عَدَدًا، وَ اقْتُلْهُمْ بَدَدًا. وَ لاَ تُغَادِرْ مِنْهُمْ
اَحَدًا.
Ya
Allah, hitunglah bilangan mereka, bunuhlah mereka itu dengan bercerai-berai dan
janganlah Engkau biarkan seorangpun dari mereka itu.
Kemudian
ia dibunuh dengan disalib.
4.
Ayat-ayat yang turun berkenaan dengan peristiwa Ar-Raji’
Sehubungan
dengan peristiwa di Ar-Raji’ ini orang-orang munafik berkata, “Celakalah
mereka itu orang-orang yang terbunuh. Mereka tidak bisa kembali pada keluarganya
dan mereka pun tidak berhasil menyampaikan risalah Nabi mereka”. Maka Allah
menurunkan wahyu kepada Nabi SAW :
وَ
مِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُه فِى اْلحَيوةِ الدُّنْيَا وَ يُشْهِدُ
اللهَ عَلى مَا فِيْ قَلْبِه وَ هُوَ اَلَدُّ اْلخِصَامِ. وَ اِذَا تَوَلّى سَعى
فِى اْلاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَ يُهْلِكَ اْلحَرْثَ وَ النَّسْلَ، وَ اللهُ
لاَ يُحِبُّ اْلفَسَادَ. وَ اِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ اَخَذَتْهُ اْلعِزَّةُ
بِاْلاِثْمِ فَحَسْبُه جَهَنَّمُ، وَ لَبِئْسَ اْلمِهَادُ. وَ مِنَ
النَّاسِ مَنْ
يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ، وَ اللهُ رَءُوْفٌ بِالْعِبَادِ.
البقرة:204-207
Dan
diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal
ia adalah penentang yang paling keras. (204)
Dan
apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan
padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai
kebinasaan. (205)
Dan
apabila dikatakan kepadanya, "Bertaqwalah kepada Allah", bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya)
neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya. (206)
Dan
diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridlaan
Allah. Dan Allah Maha Kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. (207)
[QS. Al-Baqarah]
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak