POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-88) Dua shahabat yang berjaga ketika pulang dari Perang Dzaatur Riqaa’

Posted by

Ahad, 28 Januari 2001/03 Dzulqa’dah 1421              Brosur No. : 1070/1110/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-88)



Dua shahabat yang berjaga ketika pulang dari Perang Dzaatur Riqaa’
Ibnu Ishaq dan Ahmad meriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata, “Kami pernah berangkat bersama Rasulullah SAW pada peperangan Dzaatur Riqaa’. Ketika itu ada seorang wanita dari kaum musyrikin yang tertawan. Setelah rombongan Rasulullah SAW beranjak pulang, kemudian suami wanita itu yang baru datang dari bepergian, bersumpah tidak akan berhenti mencari istrinya sebelum dapat mengalirkan darah para shahabat Nabi Muhammad SAW. Maka ia keluar mengikuti jejak perjalanan Nabi SAW. Kemudian di tengah perjalanan Nabi SAW singgah di suatu lembah, lalu bersabda, “Siapakah diantara kalian yang bersedia menjaga kita semua pada malam ini ?”. Kemudian seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar menyahut, “Kami, wahai Rasulullah”. (Ibnu Ishaq menambahkan keterangan bahwa kedua orang ini ialah ‘Ammar bin Yasir dan ‘Ibad bin Bisyir). Kemudian Nabi SAW berpesan, “Jagalah kami di mulut lorong ini”.
Ketika kedua shahabat itu keluar ke mulut lorong, shahabat Anshar berkata kepada shahabat Muhajirin, “Engkau inginkan aku berjaga di permulaan malam atau akhir malam ?”. Kemudian shahabat Muhajirin menjawab, “Jagalah kami di awal malam”. Kemudian shahabat Muhajirin itu berbaring dan tidur. Sedangkan shahabat Anshar melakukan shalat. Kemudian datanglah lelaki musyrik itu, dan ketika mengenali shahabat Anshar itu, dia faham bahwa shahabat itu sedang tugas berjaga.
Kemudian orang itu memanahnya dan tepat mengenainya, lalu shahabat Anshar mencabut anak panah tersebut dan tetap berdiri tegak. Kemudian orang itu memanahnya lagi dan tepat mengenainya, lalu shahabat itu mencabutnya lagi dan tetap berdiri tegak. Kemudian untuk ketiga kalinya orang itu memanahnya dan tepat mengenainya lagi, lalu dicabutnya juga, kemudian shahabat Anshar itu ruku’ dan sujud. Setelah itu baru dia membangunkan shahabatnya seraya berkata, “Duduklah karena aku telah dilukai”. Kemudian shahabat Muhajirin tersebut melompat. Ketika orang musyrik melihat keduanya, dia sadar bahwa dirinya telah diketahui lalu ia pun melarikan diri. Ketika shahabat Muhajirin mengetahui darah yang berlumuran di tubuh shahabat Anshar tersebut, ia berkata, “Subhaanallah, kenapa kamu tidak membangunkanku dari tadi ?”. Dia menjawab, “Aku sedang membaca satu surat dan aku tidak ingin memutusnya. Setelah berkali-kali orang itu memanahku, baru aku ruku’ dan memberitahukan kepadamu. Demi Allah, kalau bukan karena takut mengabaikan tugas penjagaan yang diperintahkan Rasulullah SAW kepadaku, niscaya nafasku akan berhenti sebelum aku membatalkan shalat”.

Rasulullah SAW berbincang-bincang dengan shahabat Jabir bin ‘Abdullah.
Bukhari, Muslim, Ibnu Sa’ad di dalam Thabaqat-nya dan Ibnu Hisyam di dalam Sirah-nya telah meriwayatkan, dari Jabir bin ‘Abdillah RA, ia berkata, “Aku pernah keluar bersama Rasulullah SAW ke peperangan Dzaatur Riqaa’ dengan mengendarai untaku yang sangat lemah. Ketika Rasulullah SAW beranjak pulang, para shahabat pun bergerak maju kecuali aku yang tertinggal di belakang, sehingga Rasulullah mendapatiku lalu bertanya, “Kenapa wahai Jabir ?”. Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tertinggal karena untaku yang lambat ini”. Nabi SAW bersabda, “Jerumkanlah dia”. Lalu aku dan Rasulullah SAW menjerumkannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Berikan tongkat yang kau bawa itu kepadaku”. Kemudian tongkat itu aku berikan pada beliau. Maka beliau mengambil tongkat itu dan memukulkannya pada untaku beberapa kali, lalu bersabda, “Sekarang naikilah !”. Kemudian aku menaikinya dan berjalan lancar. Demi Tuhan yang mengutusnya dengan benar, untaku mendahului unta beliau”.
Selanjutnya aku berbicang-bincang dengan Rasulullah SAW. Beliau bertanya kepadaku, “Maukah kamu menjual untamu ini padaku, wahai Jabir ?”. Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, aku hadiahkan saja untukmu”. Nabi SAW bersabda, “Tidak. Juallah padaku”. Aku berkata, “Kalau begitu tawarlah wahai Rasulullah”. Nabi SAW menawar, “Bagaimana kalau aku beli satu dirham”. Aku jawab, “Tidak. Itu merugikan aku wahai Rasulullah”. Nabi SAW menawar lagi, “Dua dirham ?”. Aku jawab, “Tidak”. Kemudian Rasulullah SAW terus menaikkan tawarannya sampai mencapai harga satu ‘Uqiyah. Lalu aku bertanya, “Apakah engkau telah rela wahai Rasululah ?”. Nabi SAW menjawab, “Ya, sudah”. Aku berkata, “Unta ini milikmu”. Nabi SAW bertanya, “Wahai Jabir, apakah kamu sudah menikah ?”. Aku jawab, “Sudah wahai Rasulullah”. Nabi SAW bertanya, “Janda atau gadis ?”. Aku jawab, “Janda”. Nabi SAW bersabda, “Mengapa tidak memilih gadis sehingga kamu bisa bersenang-senang dengannya dan dia bisa bersenang-senang denganmu ?”. Aku jawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di Uhud. Dia meninggalkan tujuh anak wanita, maka aku menikah dengan wanita yang pandai ngemong, terampil merawat dan mengasuh mereka”. Nabi SAW bersabda, “Engkau benar Insya Allah. Kalau kita sudah sampai di Shirara (nama sebuah tempat dekat Madinah), kita suruh penyembelih untuk memotong sembelihan. Kita semua tinggal di situ sehari, agar dia (istri Jabir) mendengar kedatangan kita lalu mempersiapkan bantalnya (Maksudnya apabila dia mengetahui kedatangan Jabir maka dia akan mempersiapkan rumah untuk menyambut kedatangannya). Aku berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak punya bantal”. Nabi SAW menjawab, “Dia pasti punya. Karena itu apabila kamu datang, lakukanlah suatu perbuatan yang menyenangkan”.
Jabir berkata, “Ketika kami sampai di Shirara, Rasulullah SAW memerintahkan tukang sembelih untuk melakukan tugasnya, lalu hari itu kami tinggal di situ. Keesokan harinya Rasulullah SAW bersama kami masuk Madinah”.
Jabir berkata : Pada pagi hari aku menuntun unta, aku bawa sampai ke depan pintu rumah Rasulullah SAW, kemudian aku duduk di masjid berdekatan dengan rumah Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah SAW keluar dan melihat unta itu, beliau bertanya, “Apa ini ?”. Mereka (para shahabat) menjawab, “Wahai Rasulullah, ini adalah unta yang dibawa Jabir”. Nabi SAW bertanya, “Dimana Jabir ?”. Kemudian aku dipanggil menghadap beliau, lalu beliau bersabda, “Wahai anak saudaraku, bawalah untamu, dia milikmu”. Lalu Nabi SAW memanggil Bilal dan berkata kepadanya, “Pergilah bersama Jabir dan berikan kepadanya satu ‘Uqiyah”. Kemudian aku pergi besamanya lalu dia memberiku satu ‘Uqiyah dan menambahkan sesuatu kepadaku. Demi Allah, uang itu terus bertambah dan bisa dilihat hasilnya di rumah kami”.
Adapun sebabnya perang tersebut dinamakan dengan Dzaatur Riqaa’ Bukhari Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ariy RA, ia berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah SAW dalam suatu peperangan. Pada waktu itu kami enam orang bergantian mengendarai satu unta. Kemudian telapak kaki kami pecah-pecah, dan telapak kaki saya sendiri pun pecah-pecah, dan kukunya pun terlepas, lalu waktu itu kami membalut kaki-kaki kami dengan sobekan kain. Maka aku menamakan peperangan itu dengan perang “Dzaatur Riqaa’ (Sobekan kain).
Abu Musa Al-Asy’ariy menyebutkan hadits  tersebut, tetapi kemudian dia tidak menyukainya, seolah-olah dia tidak suka menceritakan amalnya (perjuangannya) tersebut.

Perang Badr Al-Akhirah
Setelah perang Dzaatur Riqaa’ yang terjadi pada bulan Rabi’uts Tsani (ada yang mengatakan Jumadil ‘Ula) tahun 4 H. Kemudian pada bulan Sya’ban tahun 4 H, Nabi SAW mempersiapkan pasukannya untuk memenuhi tantangan Abu Sufyan pada waktu perang Uhud yang menjanjikan untuk bertempur kembali di Badr.
Waktu itu kebetulan sedang musim kemarau, dan biasa di Badr pada tiap-tiap tahun setiap bulan Sya’ban diadakan pasar perdagangan yang besar. Maka pada bulan Sya’ban tahun ke-4 ini di sana diadakan pasar sebagaimana biasa. Nabi SAW mengirim khabar kepada kaum musyrikin Quraisy di Makkah yang menyatakan bahwa beliau beserta tentara muslimin akan berangkat ke Badr untuk memenuhi tantangan Abu Sufyan ketika perang Uhud yang mengajak bertempur lagi di Badr.
Setelah Abu Sufyan menerima surat dari Nabi SAW yang menyatakan bahwa tentara muslimin sudah siap-siap berangkat ke Badr memenuhi tantangan Abu Sufyan untuk perang di Badr, maka pada saat itu dia merasa  berat untuk bertempur dengan tentara muslimin. Tetapi karena dia sendiri yang menjanjikan kepada tentara muslimin untuk bertempur lagi di Badr, maka untuk menutup malu, dia menyuruh seseorang supaya segera datang ke Madinah mengkhabarkan kepada Nabi SAW bahwa dia (Abu Sufyan) beserta tentara Quraisy telah berangkat dari Makkah menuju Badr dengan jumlah yang sangat besar dan membawa alat perang selengkapnya. Dan jika tentara muslimin berani melawan  mereka, maka dalam waktu sebentar saja sudah bisa dihancurkan.
Orang yang menjadi suruhan Abu Sufyan tersebut bernama Nu’aim bin Mas’ud Al-Asyja’iy dengan terburu-buru datang ke Madinah untuk menyampaikan khabar bohong dari Abu Sufyan tadi. Setibanya di Madinah, Nu’aim langsung menemui Nabi SAW yang ketika itu beliau beserta tentara muslimin sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Badr. Kemudian Nu’aim menyampaikan kepada Nabi SAW bahwa tentara Quraisy dengan jumlah yang besar telah berangkat menuju Badr. Dan jika tentara muslimin akan melawannya niscaya dalam waktu yang singkat sudah bisa dikalahkan. Kemudian Nu’aim bin Mas’ud berkeliling menghasut dan menyebarkan berita yang demikian itu dengan maksud untuk menakut-nakuti kaum muslimin.
Kemudian shahabat Abu Bakr dan ‘Umar datang menghadap Nabi SAW seraya berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah yang memberi kemenangan kepada nabi-Nya, dan memuliakan agama-Nya. Sedangkan kaum Quraisy yang congkak-congkak itu telah berjanji kepada kita dengan perjanjian yang sombong, maka kita tidak ingin kalau kita dikatakan tidak berani memenuhi janji itu. Dan jika kita tidak mau memenuhi tantangan mereka, sudah barang tentu kita dianggap takut kepada mereka.
Nabi SAW sangat gembira melihat para shahabatnya begitu tebal keyakinannya, kemudian beliau bersabda :
وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ َلاَ خْرُجَنَّ وَ لَوْ وَحْدِى
Demi Tuhan yang diriku di tangan-Nya, sungguh aku akan berangkat walaupun sendirian.
Dan tentara muslimin yang ditakut-takuti oleh pesuruh Abu Sufyan ketika itu hanya menjawab :
حَسْبُنَا اللهُ وَ نِعْمَ اْلوَكِيْلُ
Cukuplah Allah bagi kami, dan Dia sebaik-baik pelindung.
Setelah pimpinan ummat di Madinah diserahkan kepada shahabat ‘Abdullah bin Rawahah (ada yang mengatakan diserahkan kepada ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay bin Salul), Nabi SAW beserta tentara muslimin  sebanyak 1.500 orang berangkat menuju Badr, dan diantara mereka ada yang membawa barang dagangan untuk dijual di Badr (karerna bertepatan dengan pasar tahunan).
Adapun Abu Sufyan membawa pasukannya 2.000 orang lebih, tetapi keberangkatan mereka itu hanya untuk menakut-nakuti kaum muslimin belaka. Ketika akan berangkat, Abu Sufyan berkata kepada pasukannya, “Sesungguhnya walaupun kita sudah menyuruh Nu’aim bin Mas’ud ke Madinah untuk menakut-nakuti Muhammad dan tentaranya agar mereka tidak jadi berangkat ke Badr, tetapi marilah kita berangkat dari Makkah terus berjalan sehari atau dua hari lalu kita kembali. Jika Muhammad dan tentaranya tidak berangkat, maka tujuan keberangkatan kita untuk menakut-nakuti Muhammad itu telah tercapai. Demikian ini berarti kitalah yang menang. Tetapi jika Muhammad dan tentaranya tetap keluar ke Badr, maka biarlah mereka tahu bahwa pada masa ini adalah masa kemarau yang tidak patut bagi kita untuk berperang.
Kemudian ketika perjalanan tentara musyrikin sampai di suatu dusun Majannah, lalu segera kembali ke Makkah.
Nabi SAW beserta tentara muslimin setibanya di Badr tidak mendapati pasukan musyrikin di sana, bahkan ditunggu-tunggu oleh Nabi SAW beserta kaum muslimin sampai 8 hari lamanya Abu Sufyan dan pasukannya tidak muncul di Badr, akhirnya Nabi SAW memerintahkan kepada tentara muslimin untuk kembali ke Madinah setelah mereka menjual barang-barang dagangannya yang dibawa dari Madinah, dan merekapun mendapat keuntungan yang besar.
Menurut riwayat, sehubungan dengan peristiwa tersebut Allah menurunkan wahyu Surat Ali Imran 172-175.
الَّذِيْنَ اسْتَجَابُوا ِللهِ وَ الرَّسُوْلِ مِنْ بَعْدِ مَا اَصَابَهُمُ اْلقَرْحُ، لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا مِنْهُمْ وَ اتَّقَوْا اَجْرٌ عَظِيْمٌ. الَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا وَّ قَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَ نِعْمَ الْوَكِيْلُ. فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مّنَ اللهِ وَ فَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ، وَ اتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللهِ، وَ اللهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ. اِنَّمَا ذلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوّفُ اَوْلِيَآءَهُ فَلاَ تَخَافُوْهُمْ وَ خَافُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. ال عمران:172-175
Orang-orang yang menthaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertaqwa ada pahala yang besar. (172)
(Yaitu) orang-orang (yang menthaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (173)
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridlaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (174)
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaithan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (175) [QS. Ali Imran]
Demikianlah perang Badr akhirah atau perang Badr Mau’id (Badr yang dijanjikan) yang terjadi pada bulan Sya’ban tahun 4 H.
Beberapa peristiwa lain yang terjadi pada tahun ke-4 hijrah.
1.  Pada tahun ini istri Nabi SAW yang bernama Zainab binti Khuzaimah RA meninggal dunia.
2.  Pada bulan Jumadil ula tahun ini ‘Abdullah bin ‘Utsman RA (cucu Rasulullah SAW) wafat dalam usia + 6 tahun, karena ia dilahirkan di Habasyah ketika Ruqayah bersama ‘Utsman hijrah ke sana.
3.  Pada bulan Sya’ban tahun ini Fathimah binti Muhammad  SAW melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Husain.
4.  Pada tahun ini ibunya ‘Ali RA (Fathimah binti Asad) wafat.
5.  Pada bulan Syawwal tahun ini Nabi SAW menikah dengan Ummu Salamah, setelah ia ditinggal wafat suaminya (Abu Salamah).

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 19, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak