Ahad,
18 Pebruari 2001/24 Dzulqa’dah 1421
Brosur No. : 1073/1113/SI
Perang
Dumatul Jandal
Pada
bulan Rabi’ul awal tahun ke-5 Hijriyah Nabi SAW menerima khabar, bahwa di kota
Dumatul Jandal, timbul suatu gerakan untuk mengacau keamanan orang yang melintas
di situ.
Dumatul
jandal adalah sebuah kota di negeri Syam yang paling dekat dengan Madinah. Dari
Dumatul jandal ke Damasqus berjarak perjalanan 5 hari. Sedangkan dari Madinah ke
Dumaul jandal berjarak perjalanan 15 atau 16 hari.
Orang-orang
dari Madinah yang berniaga ke Syam apabila melintas di kota itu selalu mendapat
gangguan dari penduduknya, yaitu dirampas dan dirampok barang perniagaan mereka
dan dianiaya diri mereka. Dengan kata lain : penduduk Dumatul Jandal sengaja
mengganggu keamanan kaum muslimin dari Madinah yang pergi berniaga ke Syam, dan
akan mengadakan serangan terhadap kota Madinah pusat kaum muslimin dan agama
Islam.
Maka
setelah Nabi SAW menerima khabar tersebut, lalu beliau segera mempersiapkan
pasukannya untuk berangkat menghadapi dan menghancurkan para pengacau keamanan
dari penduduk kota tersebut. Kemudian berangkatlah Nabi SAW beserta tentara
muslimin sebanyak 1.000 orang dari Madinah menuju ke Dumatul
Jandal.
Menurut
riwayat sebelum Nabi SAW berangkat dari Madinah lebih dulu telah menyerahkan
pimpinan ummat kepada Suba’ bin ‘Arfathah Al-Ghifariy RA.
Dalam
perjalanan, beliau sendiri yang mengatur barisan, yaitu pada setiap malam hari
berjalan dan pada setiap siang hari bersembunyi di tepi-tepi gunung-gunung,
dengan tujuan agar tidak diketahui/didengar oleh pihak lawan. Shahabat yang
diserahi sebagai penunjuk jalan oleh Nabi ialah Madzkur, seorang shahabat dari
Banu ‘Adzrah.
Kemudian
setelah perjalanan tentara muslimin yang dipimpin oleh Nabi SAW sendiri sampai
di dekat kota Dumatul Jandal, penduduk kota itu mendengar berita kedatangan
tentara kaum muslimin yang dipimpin Nabi SAW tersebut.
Setelah
Penduduk Dumatul Jandal mendengar berita itu, mereka lalu melarikan diri dengan
meninggalkan harta benda dan binatang ternak mereka. Mereka lari ketakutan
terhadap tentara muslimin tersebut.
Oleh
karena tidak seorangpun dari pihak pengacau yang dijumpai, maka harta benda dan
ternak-ternak mereka itu lalu diambil dan dibawa oleh tentara muslimin sebagai
ghanimah (harta rampasan).
Kemudian
tentara muslimin menunggu di kota Dumatul Jandal sampai beberapa hari dengan
tujuan kalau-kalau pendudukya kembali, tetapi tidak seorang pun yang nampak
kembali. Oleh sebab itu, maka Nabi SAW dan tentara muslimin lalu meninggalkan
tempat itu dan kembali ke Madinah dengan membawa harta
rampasan.
Demikianlah
riwayat perang Dumatul Jandal.
Perang
Bani Musthaliq (Muraisi’)
Pada
bulan Sya’ban tahun ke-5 Hijriyah (ada yang meriwayatkan tahun ke-6 Hijriyah,
Nabi SAW mendengar berita bahwa kaum Bani Musthaliq telah berkumpul di bawah
pimpinan Harits bin Abu Dlirar untuk menyerang Nabi SAW. Setelah mendengar
berita ini, Rasulullah SAW bersama pasukan muslimin berangkat menuju ke tempat
mereka (dari Madinah sejauh 9 hari perjalanan).
Kemudian
di tengah perjalanan Nabi SAW bertemu dengan seorang mata-mata dari kaum
musyrikin Bani Musthaliq yang disuruh Harits bin Abu Dlirar supaya menyelidiki
berita tentang Nabi dan kaum muslimin. Setelah orang tersebut ditanya Nabi SAW
tentang keadaan Bani Musthaliq, ia menolak dan tidak mau memberi keterangan. Lau
Nabi SAW mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia pun menolak. Oleh sebab itu
beliau lalu bersabda kepada ‘Umar supaya memenggal lehernya. Maka ‘Umar pun
segera melaksanakannya.
Kemudian
beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di telaga Muraisi’. Setelah Harits
bin Abu Dlirar pemimpin kaum tersebut mendengar berita kedatangan pasukan
muslimin yang dipimpin oleh Nabi SAW sendiri dan mendengar bahwa seorang
mata-matanya telah mati terbunuh, maka ia dan kaumnya
ketakutan.
Selanjutnya
Nabi SAW menyeru para shahabat supaya membuat pos untuk beliau bersama istri
beliau. Lalu beliau menyerahkan bendera Anshar kepada Sa’ad bin ‘Ubadah, dan
bendera Muhajirin kepada Abu Bakar, dan shahabat ‘Umar diperintah supaya menyeru
kaum Bani Musthaliq, supaya mengucapkan kalimat tauhid. Jika mereka
mengucapkannya, maka diri dan harta mereka akan selamat.
‘Umar
RA menyeru mereka dengan keras :
قُوْلُوْا
لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ تَمْنَعُ بِهَا اَنْفُسَكُمْ وَ اَمْوَالَكُمْ. البداية4
:544
Ucapkanlah,
“Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah), akan terpeliharalah dirimu dan
hartamu sekalian”.
Namun
kaum Bani Musthaliq enggan untuk mengucapkan kalimat tersebut, bahkan mereka
pura-pura berani melawan kaum muslimin.
Setelah
kedua pasukan saling berhadapan, lalu terjadilah saling panah antara kedua
pasukan itu. Dan akhirnya kaum Bani Musthaliq bubar ketakutan, dan mereka
mengalami kekalahan. Kaum muslimin terus mengejar mereka, dan akhirnya dapat
menawan mereka semua.
Pada
pertempuran itu tentara musyrikin yang mati sebanyak 10 orang, sedangkan di
pihak kaum muslimin hanya 1 orang. Kemudian binatang ternak, harta benda dan
wanita-wanita mereka menjadi ghanimah.
Setelah
selesai peperangan binatang ternah yang terkumpul sebanyak 2.000 unta dan 5.000
kambing. Lalu Nabi SAW menyuruh budaknya yang bernama Syuqran supaya menggiring
ternak tersebut ke Madinah. Adapun orang-orang yang tertawan sebanyak 200
keluarga. Lalu beliau menyuruh Buraidah supaya membawa mereka ke Madinah. Dan
diantara para wanita yang tertawan tersebut ada seorang anak perempuan dari
pembesar kaum tersebut yang bernama Barrah (Barirah) binti Harits bin Abu Dlirar
kepala Bani Musthaliq.
Perlu
diketahui bahwa dalam peperangan ini banyak kaum munafiqin yang ikut keluar
bersama kaum muslimin, padahal pada peperangan-peperangan terdahulu biasanya
mereka tidak mau ikut. Hal ini karena mereka sering melihat kemenangan yang
diraih kaum muslimin sehingga mereka ingin mendapatkan barang
rampasan.
Pertengkaran
di dalam pasukan muslimin
Ibnu
Sa’ad di dalam Thabaqat nya dan Ibnu Hisyam di dalam Sirah nya meriwayatkan
bahwa seorang pelayan ‘Umar bin Khaththab RA, bernama Jahjah bin Mas’ud
Al-Ghifariy bertengkar dengan Sinan bin Wabr Al-Juhaniy. Pertengkaran ini
terjadi di dekat telaga Al-Muraisi’. Keduanya berusaha ingin saling membunuh
sampai Sinan bin Wabr Al-Juhaniy berteriak, “Wahai kaum Anshar !”. Sedangkan
pelayan ‘Umar bin Khaththab juga berteriak, “Wahai kaum Muhajirin !”. Mendengar
kejadian ini, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul berang dan berkata kepada orang-orang
munafiq yang mengelilinginya :
اَوَ
فَعَلُوْهَا؟ قَدْ نَافَرُوْنَا وَ كَاثَرُوْنَا فِى دَارِنَا، وَ اللهِ مَا
اَعَدَّنَا وَجَلاَبِيْبُ قُرَيْشٍ اِلاَّ كَمَا قَالُوْا: سَمِّنْ كَلْبَكَ
يَاْكُلْكَ، اَمَا وَ اللهِ لَئِنْ رَجَعْنَا اِلَى اْلمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ
اْلاَعَزُّ مِنْهَا اْلاَذَلَّ.
Apakah
mereka (muhajirin) telah melakukannya ? Mereka telah menyaingi dan mengungguli
jumlah kita di negeri kita. Demi Allah, antara kita dan orang-orang Quraisy ini
tak ubahnya seperti apa yang dikatakan orang, “Gemukkan anjingmu, ia akan
menerkammu”. Demi Allah, jika kita telah sampai di Madinah, orang yang mulia
pasti akan mengusir orang-orang yang hina”.
Diantara
orang yang mendengar ucapan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul ini ialah Zaid bin
Arqam. Ia kemudian melaporkan berita tersebut kepada Rasulullah SAW. Pada saat
itu ‘Umar berada di samping Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah,
perintahkan saja ‘Ibbad bin Bisyr untuk membunuhnya !”. Rasulullah SAW menjawab
:
فَكَيْفَ
يَا عُمَرُ اِذَا تَحَدَّثَ النَّاسُ اَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ اَصْحَابَهُ؟
لاَ.
Bagaimana
wahai ‘Umar, jika orang-orang berbicara bahwa Muhammad telah membunuh
shahabatnya ? Tidak.
Tirmidzi
juga meriwayatkan bahwa : Salah seorang dari golongan Muhajirin mendorong
seorang laki-laki dari Anshar, kemudian orang Muhajirin itu berkata, “Tolonglah
aku, hai kaum Muhajirin !”. Dan orang Anshar berkata, “Tolonglah aku, hai kaum
Anshar !”. Lalu Rasulullah SAW mendengar kejadian itu dan bersabda, “Apa ini,
cara-cara jahiliyah ?”. Mereka berkata, “Seorang dari golongan Muhajirin
mendorong seorang laki-laki dari golongan Anshar”. Kemudian beliau bersabda,
“Tinggalkan yang demikian itu, sesungguhnya itu adalah cara-cara yang kotor”.
Kemudian ‘Abdullah bin Ubay bin Salul mendengar kejadian itu, lalu ia berkata,
“Apakah mereka benar-benar melakukannya ?. Demi Allah, sungguh jika kita kembali
ke Madinah pastilah orang yang mulia akan mengusir orang yang hina”. Kemudian
‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal leher orang munafiq
ini”. Nabi SAW menjawab, “Biarkan dia, agar orang-orang tidak mengatakan bahwa
Muhammad membunuh shahabatnya”. Dan juga selain ‘Umar yaitu ‘Abdullah bin
‘Abdullah bin Ubay bin Salul berkata kepada bapaknya, “Demi Allah, kamu tidak
boleh lolos sehingga mengakui bahwa kamu adalah orang yang hina dan bahwa
Rasulullah lah yang mulia”. Lalu dia melakukannya”. [HR.
Tirmidzi]
Kemudian
Rasulullah SAW segera memerintahkan kaum muslimin agar cepat-cepat berangkat
melanjutkan perjalanan. Lalu kaum muslimin pun berangkat mematuhi
perintah.
Pada
hari itu Nabi SAW dan kaum muslimin meneruskan perjalanan meskipun mereka dalam
keadaan capek dan lelah sampai keesokan harinya. Pada keesokan harinya (pada
siang hari), ketika mereka berhenti di suatu tempat, tidak seorang pun yang
dapat menahan rasa kantuknya. Semua tertidur di tanah. Rasulullah SAW sengaja
melakukan hal ini (mengajak berjalan sehari semalam) agar orang-orang melupakan
ucapan yang telah diucapkan oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul tersebut yang akan
menimbulkan fitnah dan bencana besar bagi kaum muslimin.
‘Abdullah
anak ‘Abdullah bin Ubay setelah mengetahui perbuatan ayahnya itu ketika akan
sampai di Madinah, ia mendahului perjalanan bapaknya, karena ia bermaksud untuk
menghalang-halanginya masuk ke Madinah sebelum mendapat idzin dari Nabi
SAW.
'Abdullah
bin ‘Abdullah bin Ubay berkata :
قِفْ
! فَوَ اللهِ، لاَ تَدْخُلْهَا حَتَّى يَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ ذلِكَ. البداية4:
546
“Berhenti
! Kamu tidak boleh masuk Madinah sehingga Rasulullah
mengidzinkannya”.
Maka
setelah Rasulullah datang di tempat itu, lalu ‘Abdullah bin Ubay bin Salul minta
idzin kepada beliau, dan Nabi SAW pun
mengidzin-kannya. Barulah kemudian shahabat ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin
Ubay melepaskan ayahnya, sehingga ‘Abdullah bin Ubay bin Salul bisa masuk kota
Madinah.
Wahyu
Allah yang diturunkan berkenaan dengan hal itu
Untuk
menetapkan, mana yang benar dan mana yang dusta, maka ketika itu Allah
menurunkan wahyu kepada beliau yang berbunyi :
اِذَا
جَاءَكَ اْلمُنَافِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللهِ، وَ اللهُ
يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُه، وَ اللهُ يَشْهَدُ اِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ
لَكَاذِبُوْنَ(1) اتَّخَذُوْآ اَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ
اللهِ، اِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ(2) ذلِكَ بِاَنَّهُمْ امَنُوْا
ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لاَ يَفْقَهُوْنَ(3) وَ اِذَا
رَاَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ اَجْسَامُهُمْ، وَ اِنْ يَّقُوْلُوْا تَسْمَعْ
لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ، يَحْسَبُوْنَ كُلَّ صَيْحَةٍ
عَلَيْهِمْ، هُمُ اْلعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ، قَاتَلَهُمُ اللهُ اَنّى
يُؤْفَكُوْنَ(4) وَ اِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُوْلُ
اللهِ لَوَّوْا رُءُوْسَهُمْ، وَ رَاَيْتَهُمْ يَصُدُّوْنَ وَ هُمْ
مُّسْتَكْبِرُوْنَ(5) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ اَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ اَمْ لَمْ
تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَّغْفِرَ اللهُ لَهُمْ، اِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِى
اْلقَوْمَ اْلفَاسِقِيْنَ(6) هُمُ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لاَ تُنْفِقُوْا عَلى
مَنْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ حَتّى يَنْفَضُّوْا، وَ ِللهِ خَزَآئِنُ السَّموتِ وَ
اْلاَرْضِ وَ لَكِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ لاَ يَفْقَهُوْنَ(7) يَقُوْلُوْنَ لَئِنْ
رَّجَعْنَا اِلى اْلمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ اْلاَعَزُّ مِنْهَا اْلاَذَلَّ، وَ
ِللهِ اْلعِزَّةُ وَ لِرَسُوْلِه وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لكِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ
لاَ يَعْلَمُوْنَ(8) المنافقون: 1-8
Apabila
orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
orang-orang munafiq itu benar-benar orang pendusta. (1)
Mereka
itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia)
dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.
(2)
Yang
demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian
menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak
dapat mengerti. (3)
Dan
apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika
mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan
kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras
ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah
terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimana-kah mereka sampai
dipalingkan (dari kebenaran) ? (4)
Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan
ampunan bagimu”, mereka membuang muka mereka, dan kamu lihat mereka berpaling,
sedang mereka menyombongkan diri. (5)
Sama
saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi
mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasiq. (6)
Mereka
orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu
memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi
Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan
Allah-lah perbenda-haraan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafiq itu tidak
memahami. (7)
Mereka
berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang
yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya". Padahal kekuatan
itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi
orang-orang munafiq itu tiada mengetahui. (8)
[QS. Al-Munaafiquun]
Menurut
riwayat, bahwa tatkala Nabi SAW menerima wahyu ayat-ayat tersebut yang
membenarkan shahabat Zaid bin Arqam, karena ia memang mengharap-harap kepada
Allah supaya menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi SAW supaya kebenarannya diketahui
oleh orang ramai dan kedustaan ‘Abdullah bin Ubay terbukti dengan nyata. Setelah
nyata bahwa kebenaran ada pada Zaid bin Arqam, seketika itu Nabi SAW menarik
telinga Zaid, lalu bersabda kepadanya, “Sempurnalah pendengaranmu, hai pemuda,
dan Allah telah membenarkan perkataanmu dan mendustakan para orang
munafiq”.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak