POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-89) Perang Dumatul Jandal

Posted by

Ahad, 18 Pebruari 2001/24 Dzulqa’dah 1421             Brosur No. : 1073/1113/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-89)


Perang Dumatul Jandal
Pada bulan Rabi’ul awal tahun ke-5 Hijriyah Nabi SAW menerima khabar, bahwa di kota Dumatul Jandal, timbul suatu gerakan untuk mengacau keamanan orang yang melintas di situ.
Dumatul jandal adalah sebuah kota di negeri Syam yang paling dekat dengan Madinah. Dari Dumatul jandal ke Damasqus berjarak perjalanan 5 hari. Sedangkan dari Madinah ke Dumaul jandal berjarak perjalanan 15 atau 16 hari.
Orang-orang dari Madinah yang berniaga ke Syam apabila melintas di kota itu selalu mendapat gangguan dari penduduknya, yaitu dirampas dan dirampok barang perniagaan mereka dan dianiaya diri mereka. Dengan kata lain : penduduk Dumatul Jandal sengaja mengganggu keamanan kaum muslimin dari Madinah yang pergi berniaga ke Syam, dan akan mengadakan serangan terhadap kota Madinah pusat kaum muslimin dan agama Islam.
Maka setelah Nabi SAW menerima khabar tersebut, lalu beliau segera mempersiapkan pasukannya untuk berangkat menghadapi dan menghancurkan para pengacau keamanan dari penduduk kota tersebut. Kemudian berangkatlah Nabi SAW beserta tentara muslimin sebanyak 1.000 orang dari Madinah menuju ke Dumatul Jandal.
Menurut riwayat sebelum Nabi SAW berangkat dari Madinah lebih dulu telah menyerahkan pimpinan ummat kepada Suba’ bin ‘Arfathah Al-Ghifariy RA.
Dalam perjalanan, beliau sendiri yang mengatur barisan, yaitu pada setiap malam hari berjalan dan pada setiap siang hari bersembunyi di tepi-tepi gunung-gunung, dengan tujuan agar tidak diketahui/didengar oleh pihak lawan. Shahabat yang diserahi sebagai penunjuk jalan oleh Nabi ialah Madzkur, seorang shahabat dari Banu ‘Adzrah.
Kemudian setelah perjalanan tentara muslimin yang dipimpin oleh Nabi SAW sendiri sampai di dekat kota Dumatul Jandal, penduduk kota itu mendengar berita kedatangan tentara kaum muslimin yang dipimpin Nabi SAW tersebut.
Setelah Penduduk Dumatul Jandal mendengar berita itu, mereka lalu melarikan diri dengan meninggalkan harta benda dan binatang ternak mereka. Mereka lari ketakutan terhadap tentara muslimin tersebut.
Oleh karena tidak seorangpun dari pihak pengacau yang dijumpai, maka harta benda dan ternak-ternak mereka itu lalu diambil dan dibawa oleh tentara muslimin sebagai ghanimah (harta rampasan).
Kemudian tentara muslimin menunggu di kota Dumatul Jandal sampai beberapa hari dengan tujuan kalau-kalau pendudukya kembali, tetapi tidak seorang pun yang nampak kembali. Oleh sebab itu, maka Nabi SAW dan tentara muslimin lalu meninggalkan tempat itu dan kembali ke Madinah dengan membawa harta rampasan.
Demikianlah riwayat perang Dumatul Jandal.

Perang Bani Musthaliq (Muraisi’)
Pada bulan Sya’ban tahun ke-5 Hijriyah (ada yang meriwayatkan tahun ke-6 Hijriyah, Nabi SAW mendengar berita bahwa kaum Bani Musthaliq telah berkumpul di bawah pimpinan Harits bin Abu Dlirar untuk menyerang Nabi SAW. Setelah mendengar berita ini, Rasulullah SAW bersama pasukan muslimin berangkat menuju ke tempat mereka (dari Madinah sejauh 9 hari perjalanan).
Kemudian di tengah perjalanan Nabi SAW bertemu dengan seorang mata-mata dari kaum musyrikin Bani Musthaliq yang disuruh Harits bin Abu Dlirar supaya menyelidiki berita tentang Nabi dan kaum muslimin. Setelah orang tersebut ditanya Nabi SAW tentang keadaan Bani Musthaliq, ia menolak dan tidak mau memberi keterangan. Lau Nabi SAW mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia pun menolak. Oleh sebab itu beliau lalu bersabda kepada ‘Umar supaya memenggal lehernya. Maka ‘Umar pun segera melaksanakannya.
Kemudian beliau melanjutkan perjalanan hingga sampai di telaga Muraisi’. Setelah Harits bin Abu Dlirar pemimpin kaum tersebut mendengar berita kedatangan pasukan muslimin yang dipimpin oleh Nabi SAW sendiri dan mendengar bahwa seorang mata-matanya telah mati terbunuh, maka ia dan kaumnya ketakutan.
Selanjutnya Nabi SAW menyeru para shahabat supaya membuat pos untuk beliau bersama istri beliau. Lalu beliau menyerahkan bendera Anshar kepada Sa’ad bin ‘Ubadah, dan bendera Muhajirin kepada Abu Bakar, dan shahabat ‘Umar diperintah supaya menyeru kaum Bani Musthaliq, supaya mengucapkan kalimat tauhid. Jika mereka mengucapkannya, maka diri dan harta mereka akan selamat.
‘Umar RA menyeru mereka dengan keras :
قُوْلُوْا لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ تَمْنَعُ بِهَا اَنْفُسَكُمْ وَ اَمْوَالَكُمْ. البداية4 :544
Ucapkanlah, “Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah), akan terpeliharalah dirimu dan hartamu sekalian”.
Namun kaum Bani Musthaliq enggan untuk mengucapkan kalimat tersebut, bahkan mereka pura-pura berani melawan kaum muslimin.
Setelah kedua pasukan saling berhadapan, lalu terjadilah saling panah antara kedua pasukan itu. Dan akhirnya kaum Bani Musthaliq bubar ketakutan, dan mereka mengalami kekalahan. Kaum muslimin terus mengejar mereka, dan akhirnya dapat menawan mereka semua.
Pada pertempuran itu tentara musyrikin yang mati sebanyak 10 orang, sedangkan di pihak kaum muslimin hanya 1 orang. Kemudian binatang ternak, harta benda dan wanita-wanita mereka menjadi ghanimah.
Setelah selesai peperangan binatang ternah yang terkumpul sebanyak 2.000 unta dan 5.000 kambing. Lalu Nabi SAW menyuruh budaknya yang bernama Syuqran supaya menggiring ternak tersebut ke Madinah. Adapun orang-orang yang tertawan sebanyak 200 keluarga. Lalu beliau menyuruh Buraidah supaya membawa mereka ke Madinah. Dan diantara para wanita yang tertawan tersebut ada seorang anak perempuan dari pembesar kaum tersebut yang bernama Barrah (Barirah) binti Harits bin Abu Dlirar kepala Bani Musthaliq.
Perlu diketahui bahwa dalam peperangan ini banyak kaum munafiqin yang ikut keluar bersama kaum muslimin, padahal pada peperangan-peperangan terdahulu biasanya mereka tidak mau ikut. Hal ini karena mereka sering melihat kemenangan yang diraih kaum muslimin sehingga mereka ingin mendapatkan barang rampasan.

Pertengkaran di dalam pasukan muslimin
Ibnu Sa’ad di dalam Thabaqat nya dan Ibnu Hisyam di dalam Sirah nya meriwayatkan bahwa seorang pelayan ‘Umar bin Khaththab RA, bernama Jahjah bin Mas’ud Al-Ghifariy bertengkar dengan Sinan bin Wabr Al-Juhaniy. Pertengkaran ini terjadi di dekat telaga Al-Muraisi’. Keduanya berusaha ingin saling membunuh sampai Sinan bin Wabr Al-Juhaniy berteriak, “Wahai kaum Anshar !”. Sedangkan pelayan ‘Umar bin Khaththab juga berteriak, “Wahai kaum Muhajirin !”. Mendengar kejadian ini, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul berang dan berkata kepada orang-orang munafiq yang mengelilinginya :
اَوَ فَعَلُوْهَا؟ قَدْ نَافَرُوْنَا وَ كَاثَرُوْنَا فِى دَارِنَا، وَ اللهِ مَا اَعَدَّنَا وَجَلاَبِيْبُ قُرَيْشٍ اِلاَّ كَمَا قَالُوْا: سَمِّنْ كَلْبَكَ يَاْكُلْكَ، اَمَا وَ اللهِ لَئِنْ رَجَعْنَا اِلَى اْلمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ اْلاَعَزُّ مِنْهَا اْلاَذَلَّ.
Apakah mereka (muhajirin) telah melakukannya ? Mereka telah menyaingi dan mengungguli jumlah kita di negeri kita. Demi Allah, antara kita dan orang-orang Quraisy ini tak ubahnya seperti apa yang dikatakan orang, “Gemukkan anjingmu, ia akan menerkammu”. Demi Allah, jika kita telah sampai di Madinah, orang yang mulia pasti akan mengusir orang-orang yang hina”.
Diantara orang yang mendengar ucapan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul ini ialah Zaid bin Arqam. Ia kemudian melaporkan berita tersebut kepada Rasulullah SAW. Pada saat itu ‘Umar berada di samping Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkan saja ‘Ibbad bin Bisyr untuk membunuhnya !”. Rasulullah SAW menjawab :
فَكَيْفَ يَا عُمَرُ اِذَا تَحَدَّثَ النَّاسُ اَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ اَصْحَابَهُ؟ لاَ.
Bagaimana wahai ‘Umar, jika orang-orang berbicara bahwa Muhammad telah membunuh shahabatnya ? Tidak.
Tirmidzi juga meriwayatkan bahwa : Salah seorang dari golongan Muhajirin mendorong seorang laki-laki dari Anshar, kemudian orang Muhajirin itu berkata, “Tolonglah aku, hai kaum Muhajirin !”. Dan orang Anshar berkata, “Tolonglah aku, hai kaum Anshar !”. Lalu Rasulullah SAW mendengar kejadian itu dan bersabda, “Apa ini, cara-cara jahiliyah ?”. Mereka berkata, “Seorang dari golongan Muhajirin mendorong seorang laki-laki dari golongan Anshar”. Kemudian beliau bersabda, “Tinggalkan yang demikian itu, sesungguhnya itu adalah cara-cara yang kotor”. Kemudian ‘Abdullah bin Ubay bin Salul mendengar kejadian itu, lalu ia berkata, “Apakah mereka benar-benar melakukannya ?. Demi Allah, sungguh jika kita kembali ke Madinah pastilah orang yang mulia akan mengusir orang yang hina”. Kemudian ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal leher orang munafiq ini”. Nabi SAW menjawab, “Biarkan dia, agar orang-orang tidak mengatakan bahwa Muhammad membunuh shahabatnya”. Dan juga selain ‘Umar yaitu ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay bin Salul berkata kepada bapaknya, “Demi Allah, kamu tidak boleh lolos sehingga mengakui bahwa kamu adalah orang yang hina dan bahwa Rasulullah lah yang mulia”. Lalu dia melakukannya”. [HR. Tirmidzi]
Kemudian Rasulullah SAW segera memerintahkan kaum muslimin agar cepat-cepat berangkat melanjutkan perjalanan. Lalu kaum muslimin pun berangkat mematuhi perintah.
Pada hari itu Nabi SAW dan kaum muslimin meneruskan perjalanan meskipun mereka dalam keadaan capek dan lelah sampai keesokan harinya. Pada keesokan harinya (pada siang hari), ketika mereka berhenti di suatu tempat, tidak seorang pun yang dapat menahan rasa kantuknya. Semua tertidur di tanah. Rasulullah SAW sengaja melakukan hal ini (mengajak berjalan sehari semalam) agar orang-orang melupakan ucapan yang telah diucapkan oleh ‘Abdullah bin Ubay bin Salul tersebut yang akan menimbulkan fitnah dan bencana besar bagi kaum muslimin.
‘Abdullah anak ‘Abdullah bin Ubay setelah mengetahui perbuatan ayahnya itu ketika akan sampai di Madinah, ia mendahului perjalanan bapaknya, karena ia bermaksud untuk menghalang-halanginya masuk ke Madinah sebelum mendapat idzin dari Nabi SAW.
'Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay berkata :
قِفْ ! فَوَ اللهِ، لاَ تَدْخُلْهَا حَتَّى يَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ ذلِكَ. البداية4: 546
“Berhenti ! Kamu tidak boleh masuk Madinah sehingga Rasulullah mengidzinkannya”.
Maka setelah Rasulullah datang di tempat itu, lalu ‘Abdullah bin Ubay bin Salul minta idzin kepada beliau, dan Nabi SAW pun  mengidzin-kannya. Barulah kemudian shahabat ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay melepaskan ayahnya, sehingga ‘Abdullah bin Ubay bin Salul bisa masuk kota Madinah.

Wahyu Allah yang diturunkan berkenaan dengan hal itu
Untuk menetapkan, mana yang benar dan mana yang dusta, maka ketika itu Allah menurunkan wahyu kepada beliau yang berbunyi :
اِذَا جَاءَكَ اْلمُنَافِقُوْنَ قَالُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللهِ، وَ اللهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُه، وَ اللهُ يَشْهَدُ اِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ لَكَاذِبُوْنَ(1) اتَّخَذُوْآ اَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللهِ، اِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ(2) ذلِكَ بِاَنَّهُمْ امَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا فَطُبِعَ عَلى قُلُوْبِهِمْ فَهُمْ لاَ يَفْقَهُوْنَ(3) وَ اِذَا رَاَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ اَجْسَامُهُمْ، وَ اِنْ يَّقُوْلُوْا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ، يَحْسَبُوْنَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ، هُمُ اْلعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ، قَاتَلَهُمُ اللهُ اَنّى يُؤْفَكُوْنَ(4) وَ اِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُوْلُ اللهِ لَوَّوْا رُءُوْسَهُمْ، وَ رَاَيْتَهُمْ يَصُدُّوْنَ وَ هُمْ مُّسْتَكْبِرُوْنَ(5) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ اَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ اَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَّغْفِرَ اللهُ لَهُمْ، اِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِى اْلقَوْمَ اْلفَاسِقِيْنَ(6) هُمُ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لاَ تُنْفِقُوْا عَلى مَنْ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ حَتّى يَنْفَضُّوْا، وَ ِللهِ خَزَآئِنُ السَّموتِ وَ اْلاَرْضِ وَ لَكِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ لاَ يَفْقَهُوْنَ(7) يَقُوْلُوْنَ لَئِنْ رَّجَعْنَا اِلى اْلمَدِيْنَةِ لَيُخْرِجَنَّ اْلاَعَزُّ مِنْهَا اْلاَذَلَّ، وَ ِللهِ اْلعِزَّةُ وَ لِرَسُوْلِه وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لكِنَّ اْلمُنَافِقِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ(8) المنافقون: 1-8
Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar orang pendusta. (1)
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan. (2)
Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti. (3)
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimana-kah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran) ? (4)
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu”, mereka membuang muka mereka, dan kamu lihat mereka berpaling, sedang mereka menyombongkan diri. (5)
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq. (6)
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbenda-haraan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami. (7)
Mereka berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min, tetapi orang-orang munafiq itu tiada mengetahui. (8) [QS. Al-Munaafiquun]
Menurut riwayat, bahwa tatkala Nabi SAW menerima wahyu ayat-ayat tersebut yang membenarkan shahabat Zaid bin Arqam, karena ia memang mengharap-harap kepada Allah supaya menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi SAW supaya kebenarannya diketahui oleh orang ramai dan kedustaan ‘Abdullah bin Ubay terbukti dengan nyata. Setelah nyata bahwa kebenaran ada pada Zaid bin Arqam, seketika itu Nabi SAW menarik telinga Zaid, lalu bersabda kepadanya, “Sempurnalah pendengaranmu, hai pemuda, dan Allah telah membenarkan perkataanmu dan mendustakan para orang munafiq”.

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 19, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak