POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-91) Perkawinan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy

Posted by

Ahad, 15 April 2001/21 Muharram 1422                  Brosur No. : 1082/1122/SI
Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-91)

Wahyu Allah yang diturunkan berkenaan dengan Haditsul Ifki.
Ayat-ayat yang diturunkan untuk membersihkan diri ‘Aisyah RA tersebut ialah surat An-Nuur : 11-21, yang artinya sebagai berikut :
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar. (11)
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”. (12)
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu ? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. (13)
Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa adzab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (14)
(Ingatlah) diwaktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut, dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (15)
Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu, "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar”. (16)
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, (17)
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (18)
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (19)
Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa adzab yang besar). (20)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaithan, maka sesungguhnya syaithan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (21) [QS. An-Nuur : 11-21]
Setelah turun ayat-ayat tersebut yang membersihkan diri ‘Aisyah juga membersihkan diri Sofwan bin Mu’aththal, lalu Nabi SAW menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang jelas-jelas menuduh ‘Aisyah berbuat keji. Maka pada waktu itu ada tiga orang yang dikenai hukuman, yaitu Hamnah binti Jahsy, Misthah bin Utsatsah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu masing-masing didera delapan puluh kali, sesuai dengan ayat 4 Surat An-Nuur yang telah turun sebelumnya.
وَ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اْلمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَاْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ، فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً وَّ لاَ تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً اَبَدًا، وَ اُولئِكَ هُمُ اْلفَاسِقُوْنَ(4)
اِلاَّ الَّذِيْنَ تَابُوْا مِنْ بَعْدِ ذلِكَ وَ اَصْلَحُوْا فَاِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ(5) النور
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasiq. (4)
kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5) [QS. An-Nuur]
Dengan dijatuhinya hukuman kepada orang-orang yang menuduh itu, maka rumah tangga Nabi SAW menjadi tenteram kembali seperti semula.

Tindakan Abu Bakar terhadap Misthah
Misthah bin  Utsatsah adalah masih kerabat dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, dan dia juga termasuk orang yang keperluan sehari-harinya menjadi tanggungan Abu Bakar karena miskin. Setelah Misthah ini termasuk orang yang menuduh ‘Aisyah berbuat keji, maka Abu Bakar bersumpah tidak akan memberi nafkah lagi kepadanya. Namun tindakan Abu Bakar yang demikian itu tidak dibenarkan oleh Allah. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW : 
وَ لاَ يَاْتَلِ اُولُو اْلفَضْلِ مِنْكُمْ وَ السَّعَةِ اَنْ يُّؤْتُوْا اُولِى اْلقُرْبى وَ اْلمَسكِيْنَ وَ اْلمُهجِرِيْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَ لْيَعْفُوْا وَ لْيَصْفَحُوْا، اَلاَ تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ(22) اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ اْلمُحْصَنتِ اْلغفِلتِ اْلمُؤْمِنتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَ اْلاخِرَةِ وَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ(23) يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَ اَيْدِيْهِمْ و َاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ(24) يَوْمَئِذٍ يُّوَفّيْهِمُ اللهُ دِيْنَهُمُ اْلحَقَّ وَ يَعْلَمُوْنَ اَنَّ اللهَ هُوَ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ(25) اْلخَبِيْثتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثتِ، وَ الطَّيّبتُ لِلطَّيّبِيْنَ وَ الطَّيّبُوْنَ لِلطَّيّبتِ، اُولئِكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ، لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ(26) النور
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (22)
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar, (23)
pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (24)
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (25)
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezqi yang mulia (surga). (26) [QS. An-Nuur].
Setelah turun ayat tersebut, maka Abu Bakar mengatakan : 
اِنّى اُحِبُّ اَنْ يَغْفِرَ اللهُ لِى
“Sesungguhnya aku senang bahwa Allah mengampuniku”.
Kemudian Abu Bakar mencabut sumpah yang telah terlanjur diucapkan, lalu kembali memberi nafkah kepada Misthah seperti semula.


Perkawinan Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti Jahsy
Zainab binti Jahsy adalah anak bibinya Nabi SAW, bernama Umaimah binti Abdul Muththalib. Pada waktu itu Nabi SAW mempunyai seorang anak angkat bernama Zaid, bekas budak pemberian dari Khadijah yang sebelum turunnya ayat yang melarang menganggap anak angkat seperti anaknya sendiri, ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Setelah Zaid  dewasa, lalu pada suatu hari beliau menyuruh supaya dia menikah dengan seorang perempuan bernama Zainab binti Jahsy tersebut. Nabi SAW lalu meminangkan untuk Zaid. Pinangan pertama kali ditolak oleh keluarganya, karena Zaid dianggap tidak seimbang kalau menjadi suami Zainab. Karena Zaid dianggap bukan seorang keturunan bangsawan, bahkan seorang bekas budak, sedangkan Zainab adalah seorang gadis rupawan dan keturunan bangsawan.
Karena penolakan mereka itu hanya berdasar kebiasaan jahiliyah saja, bukan karena tuntunan Islam, padahal diutusnya Nabi SAW itu untuk memberantas adat jahiliyah yang salah, maka kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya :
وَ مَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّ لاَ مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللهُ وَ رَسُوْلُه اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ اْلخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ، وَ مَنْ يَّعْصِ اللهَ وَ رَسُوْلَه فَقَدْ ضَلَّ ضَللاً مُّبِيْنًا. الاحزاب:36
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [QS. Al-Ahzab : 36]
Setelah ayat tersebut disampaikan oleh Nabi SAW kepada segenap kaum Muslimin, maka akhirnya keluarga Zainab mau menerima pinangan Zaid anak angkat Nabi SAW tersebut.
Setelah Zaid menjadi suami Zainab, seringkali Zainab menampakkan kesombongannya, menunjukkan kebangsawanannya dan merendah-kan suaminya.  Oleh karena Zaid merasa dirinya selalu dihina dan diremehkan oleh isterinya, dan setiap hari selalu mendengar perkataan yang tidak enak didengar, maka akhirnya Zaid pun mengadukan halnya kepada Nabi SAW. Berulang-ulang dia mengadukan kepada beliau SAW tentang Zainab, tetapi Nabi SAW hanya memberikan jawaban dan nasehat. “Tahanlah istrimu dan takutlah kepada Allah”. Demikianlah jawaban Nabi SAW bilamana menerima pengaduan Zaid.
Kemudian oleh karena Zaid semakin hari semakin tidak kuat lagi, akhirnya Nabi SAW mengijinkan Zaid untuk mencerai isterinya.

Perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsy
Telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada waktu itu, jika mengambil anak angkat, maka anak angkat tersebut dianggap seperti anaknya sendiri, baik tentang sebutan maupun tentang hak waris dan sebagainya. Dan dengan demikian si bapak angkat tidak boleh menikahi bekas istri anak angkatnya.
Kemudian hal itu diberantas oleh Allah SWT dengan firman-Nya :
.... وَ مَا جَعَلَ اَدْعِيَآءَكُمْ اَبْنَآءَكُمْ، ذلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ وَ اللهُ يَقُوْلُ اْلحَقَّ وَ هُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ(4) اُدْعُوْهُمْ ِلابَآئِهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ، فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْا ابآءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدّيْنِ، وَ مَوَالِيْكُمْ، وَ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِه وَ لكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْ، وَ كَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا(5) الاحزاب
...... dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (4)
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (5) [QS. Al-Ahzab : 4-5]
Setelah turun ayat tersebut maka sebutan Zaid bin Muhammad lalu diganti dengan Zaid bin Haritsah.
Kemudian setelah Zainab binti Jahsy dicerai oleh Zaid bin Haritsah, selang beberapa bulan, lalu Allah memerintahkan Nabi SAW supaya menikahi Zainab (bekas isteri anak angkat beliau). Tetapi hal tersebut tidak lekas dilaksanakan oleh Nabi SAW karena khawatir terhadap suara orang bahwa Nabi menikahi bekas isteri anak angkatnya.
Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau :
وَ اِذْ تَقُوْلُ لِلَّذِيْ اَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ وَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِ اَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَ اتَّقِ اللهَ وَ تُخْفِيْ فِيْ نَفْسِكَ مَا اللهُ مُبْدِيْهِ وَ تَخْشَى النَّاسَ وَ اللهُ اَحَقُّ اَنْ تَخْشيهُ، فَلَمَّا قَضى زَيْدٌ مّنْهَا وَطَرًا، زَوَّجْنكَهَا لِكَيْ لاَ يَكُوْنَ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِيْ اَزْوَاجِ اَدْعِيَائِهِمْ اِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا، وَ كَانَ اَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً(37) مَا كَانَ عَلَى النَّبِيّ مِنْ حَرَجٍ فِيْمَا فَرَضَ اللهُ لَه، سُنَّةَ اللهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ، وَ كَانَ اَمْرُ اللهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًا(38) الاحزاب
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (37)
Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (38) [QS. Al-Ahzab].
Dan ternyata setelah Nabi SAW menikahi Zainab binti Jahsy, maka ramailah suara orang-orang yang mengatakan bahwa Nabi SAW menikahi janda bekas istri anak angkatnya.
Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau SAW
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مّنْ رّجَالِكُمْ، وَ لكِنْ رَّسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّنَ، وَ كَانَ اللهُ بِكُلّ شَيْءٍ عَلِيْمًا الاحزاب:40
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS. Al-Ahzab : 40]
Demikianlah riwayat perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsy. Peristiwa tersebut menurut Tarikh Nuurul Yaqin terjadi pada tahun ke-5 Hijrah (tetapi ada pula yang mengatakan pada tahun ke-3 H). Walloohu a’lam.


[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: September 19, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak