Ahad,
08 Juli 2001/16 Rabiul akhir 1422
Brosur no. : 1094/1134/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-95)
Peringatan
Nabi SAW terhadap kaum Yahudi Banu Quraidlah.
Setelah
Nabi SAW mendengar berita bahwa kaum Yahudi Banu Quraidlah telah memutus tali
persahabatan dan perdamaian dengan kaum muslimin serta memihak kaum musyrikin,
maka beliau mengutus Sa’ad bin Mu’adz (ketua kaum Aus) dan Sa’ad bin ‘Ubadah
(ketua kaum Khazraj) dan disertai shahabat ‘Abdullah bin Rawahah dan Khawwat bin
Jubair untuk menemui kaum Yahudi banu Quraidlah. Nabi SAW berpesan kepada
keempat orang utusan itu sebagai berikut :
اِنْطَلِقُوْا
حَتَّى تَنْظُرُوْا اَحَقَّ مَا بَلَغَنَا عَنْ هؤُلاَءِ اْلقَوْمِ اَمْ لاَ.
فَاِنْ كَانَ حَقًّا فَاَلْحِنُوْا لِى لَحْنًا اَعْرِفُهُ. وَ لاَ تَفُتُّوْا فِى
اَعْضَادِ النَّاسِ. وَ اِنْ كَانُوْا عَلَى اْلوَفَاءِ فِيْمَا بَيْنَنَا وَ
بَيْنَهُمْ فَاجْهَرُوْا بِهِ لِلنَّاسِ. ابن هشام 4:178-179
Pergilah
kalian kepada mereka sehingga kalian melihat sendiri, apakah benar berita yang
sampai kepada kita tentang mereka itu, ataukah berita itu hanya isu saja. Jika
berita itu benar, maka sampaikanlah kepadaku dengan sandi yang aku dapat
mengetahuinya, dan jangan kalian melemahkan kekuatan semangat orang banyak. Dan
jika mereka itu tetap setia, tidak menyalahi perjanjian antara kita dan mereka,
maka siarkanlah kepada orang banyak.
[Ibnu Hisyam 4 : 178-179]
Kemudian
para shahabat tersebut berangkat menuju ke perkampungan Yahudi banu Quraidlah.
Kedatangan mereka ternyata tidak disambut dengan baik dan sopan, bahkan disambut
dengan kekejian dan caci maki. Maka Sa’ad bin Mu’adz mengingatkan mereka agar
mereka tetap memelihara tali persahabatan dengan kaum muslimin dan meninggalkan
langkah yang keliru itu. Tetapi peringatan Sa’ad bin Mu’adz ini mereka tolak
dengan kata-kata yang tidak baik, “Kembalikanlah lebih dulu saudara-saudara kami
banu Nadlir !”.
Sa’ad
bin Mu’adz memperingatkan lagi kepada Ka’ab bin Asad (kepala banu Quraidlah)
dengan perkataan yang lembut, “Hendaklah kalian memperhatikan benar-benar bahwa
kecurangan yang kalian lakukan itu akan mengakibatkan kecelakaan bagi kalian
sendiri, akan menyebabkan kalian mengalami nasib seperti kaum banu
Nadlir”.
Peringatan
yang baik dari Sa’ad bin Mu’adz itu mereka jawab dengan sombong, “Siapa
Rasulullah itu ? Kami tidak mempunyai perjanjian dan persahabatan dengan
Muhammad sedikitpun”.
Berhubung
dengan kekasaran kaum banu Quraidlah dan kesombongan Ka’ab itu maka terjadilah
pertengkaran mulut, saling caci antara utusan Nabi dengan mereka. Setelah
pertengkaran antara Sa’ad bin Mu’adz dengan mereka hampir memuncak, maka Sa’ad
bin ‘Ubadah mengingatkan Sa’ad bin Mu’adz, “Tinggalkanlah pertengkaran ini,
tidak usah kita caci-maki mereka, karena tidak ada
gunanya”.
Kemudian
utusan Nabi SAW tersebut kembali dan melapor kepada Nabi SAW tentang kebenaran
berita-berita yang telah sampai kepada beliau. Kamu Yahudi banu Quraidlah sudah
bertukar haluan, mereka berkhianat sebagaimana kaum ‘Adlal dan Qarah pada
peristiwa Ar-Raji’.
Setelah
menerima laporan yang menyedihkan itu Nabi SAW bersabda :
اَللهُ
اَكْبَرُ، اَبْشِرُوْا يَا مَعْشَرَ اْلمُسْلِمِيْنَ. ابن هشام 4:179
Allah
Maha Besar, bergembiralah kalian wahai kaum muslimin.
Pengepungan
tentara Ahzab terhadap kaum muslimin.
Dengan
memihaknya kaum Yahudi banu Quraidlah kepada tentara Ahzab itu maka hidup
kembali lah semangat tentara musyrikin untuk menyerang tentara Islam, mereka
mulai mempersiapkan diri untuk mengadakan serangan umum terhadap kota
Madinah.
Tentara
Islam pada umumnya sangat marah setelah mendengar berita bahwa kaum Yahudi banu
Quraidlah telah memihak tentara kaum musyrikin, ditambah pula setelah mereka
melihat bahwa tentara Ahzab telah siap untuk mengadakan
serangan.
Pada
saat itu musuh Islam bertambah besar jumlahnya, sedang tentara Islam menjadi
berkurang karena kaum munafiqin yang pura-pura ikut menjadi tentara Islam telah
mengundurkan diri dan pulang ke rumahnya.
Kemudian
timbul persangkaan yang kurang baik dari sebagian tentara Islam kepada Nabi SAW,
ditambah lagi adanya hasutan dari kaum munafiqin yang menganjurkan supaya pulang
saja. Salah seorang shahabat Nabi yang bernama Mu’attib bin Qusyair
menghambur-hamburkan kata-kata yang kurang baik terhadap Nabi. Ia berkata
:
كَانَ
مُحَمَّدٌ يَعِدُنَا اَنْ نَأْكُلَ كُنُوْزَ قِسْرَى وَ قَيْصَرَ، وَ اَحَدُنَا
اْليَوْمَ لاَ يَأْمَنُ عَنْ نَفْسِهِ اَنْ يَذْهَبَ اِلَى اْلغَائِطِ. ابن هشام 4:
179
Dahulu
Muhammad pernah menjanjikan kepada kita akan menelan perbendaharaan raja Kisra
(Persia) dan kaisar (Romawi), tetapi kenyataannya sekarang untuk pergi ke tempat
buang air saja kita tidak merasa aman atas diri kita sendiri.
[Ibnu Hisyam 4 : 179]
Salah
seorang diantara kaum muslimin yang bernama Aus bin Qaidhiy berkata kepada Nabi
SAW :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ بُيُوْتَنَا عَوْرَةٌ مِنَ اْلعَدُوّ. فَأْذَنْ لَنَا اَنْ
نَخْرُجَ فَنَرْجِعَ اِلَى دَارِنَا فَاِنَّهَا خَارِجٌ مِنَ اْلمَدِيْنَةِ. ابن
هشام 4:180
Ya
Rasulullah, sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada yang menjaga) dari
musuh, maka izinkanlah bagi kami keluar dari tempat ini, untuk kembali ke
kampung kami karena terletak di luar kota Madinah”. [Ibnu
Hisyam 4 : 180]
Di
samping itu ada juga perasaan khawatir yang timbul dari sebagian kaum muslimin
sendiri, bahwa kalau kota Madinah itu terus-menerus dikepung musuh, tentulah
akan kehabisan persediaan bahan makanan, yang akhirnya menyebabkan banyak orang
yang mati kelaparan.
Demikianlah
keadaan Madinah dan kaum muslimin ketika dikepung musuh sampai dua puluh hari
lebih. Maka ada diantara kaum muslimin yang tipis imannya dalam saat menghadapi
kegentingan semacam ini menjadi khawatir dan cemas.
Berkenaan
dengan kejadian ini Allah menurunkan firman-Nya :
اِذْ
جَآءُوْكُمْ مّنْ فَوْقِكُمْ وَ مِنْ اَسْفَلَ مِنْكُمْ وَ اِذْ زَاغَتِ
اْلاَبْصَارُ وَ بَلَغَتِ اْلقُلُوْبُ اْلحَنَاجِرَ وَ تَظُنُّوْنَ بِاللهِ
الظُّنُوْنَا(10) هُنَالِكَ ابْتُلِيَ اْلمُؤْمِنُوْنَ وَ زُلْزِلُوْا زِلْزَالاً
شَدِيْدًا(11) وَ اِذْ يَقُوْلُ اْلمُنَافِقُوْنَ وَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ
مَّرَضٌ مَّا وَ عَدَنَا اللهُ وَ رَسُوْلُه اِلاَّ غُرُوْرًا(12) وَ اِذْ قَالَتْ
طَّائِفَةٌ مّنْهُمْ ياَهْلَ يَثْرِبَ لاَ مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوْا وَ
يَسْتَأْذِنُ فَرِيْقٌ مّنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُوْلُوْنَ اِنَّ بُيُوْتَنَا
عَوْرَةٌ وَّ مَا هِيَ بِعَوْرَةٍ، اِنْ يُّرِيْدُوْنَ اِلاَّ فِرَارًا(13)
الاحزاب
Ketika
mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
(10)
Di
situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan
yang sangat. (11)
Dan
(ingatlah) ketika orang-orang munafiq dan orang-orang yang berpenyakit dalam
hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan
tipu daya". (12)
Dan
(ingatlah) ketika segolongan diantara mereka berkata, "Hai penduduk Yatsrib
(Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu". Dan sebagian dari
mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata,
"Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu
sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (13)
[QS.
Al-Ahzab : 10-13]
Usaha
Nabi Muhammad SAW untuk berdamai.
Karena
keadaan yang dihadapi oleh kaum muslimin semakin berbahaya, dan Nabi SAW pun
telah melihat dan mengerti bahwa tidak lama lagi balatentara Ahzab akan menyerbu
kota Madinah secara besar-besaran, dan beliau pun mengerti pula bahwa yang
segera menyerang itu tentu tentara Quraisy dan tentara Ghathafan, bukankaum
Yahudi banu Nadlir atau banu Quraidlah, maka pada saat itu beliau berpikir akan
mengadakan perdamaian dengan kaum banu Ghathafan, agar mereka itu mau
mengundurkan diri tidak mengikut tentara Ahzab.
Pada
saat itu Nabi SAW mengutus shahabatnya, untuk datang kepada ‘Uyainah bin Hishn
dan Harits bin ‘Auf, keduanya pemuka banu Ghathafan untuk menyampaikan suatu
usul kepada mereka itu. Adapun usul yang dikemukakan oleh Nabi SAW ialah bahwa
kaum banu Ghathafan supaya mengundurkan diri saja dari balatentara Ahzab.
Apabila mereka berdua mau menerima usul ini, maka sepertiga dari hasil kurma
kota Madinah pada tahun itu akan diberikan kepada mereka.
Kemudian
usul itu mereka terima dan akan dipertimbangkan. Akhirnya usul itu diterima
dengan baik, dan akan ditulis surat perjanjian. Tetapi mendadak terpikirlah oleh
Nabi SAW sebaiknya soal perjanjian damai dengan kaum Ghathafan ini dibicarakan
dulu dengan dua orang shahabat yang menjadi ketua kaum Anshar (Sa’ad bin Mu’adz
dan Sa’ad bin ‘Ubadah).
Kedua
orang shahabat itu lalu dipanggil Nabi SAW. Setelah mereka berdua datang, lalu
diberitahu maksud belum mengadakan perjanjian dengan kaum Ghathafan, dan sebagai
syaratnya sepertiga hasil kurma kota Madinah pada tahun itu akan diberikan
kepada mereka. Lalu kedua orang shahabat
itu bertanya kepada beliau :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اَمْرًا تُحِبُّهُ فَنَصْنَعُهُ اَمْ شَيْئًا اَمَرَكَ اللهُ بِهِ
لاَ بُدَّ لَنَا مِنَ اْلعَمَلِ بِهِ، اَمْ شَيْئًا تَصْنَعُهُ لَنَا ؟ ابن هشام 4
: 180
Ya
Rasulullah, apakah ini suatu urusan yang engkau sukai lalu supaya kami
melakukannya, atau sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah yang tidak boleh
tidak kami harus mengerjakannya, ataukah hanya sesuatu urusan yang engkau
lakukan untuk kami ?
Lalu
Nabi SAW menjawab :
بَلْ
شَيْءٌ اَصْنَعُهُ لَكُمْ. وَ اللهِ مَا اَصْنَعُ ذلِكَ اِلاَّ ِلاَنّى رَأَيْتُ
اْلعَرَبَ قَدْ رَمَتْكُمْ عَنْ قَوْسٍ وَاحِدَةٍ وَ كَالَبُوْكُمْ مِنْ كُلّ
جَانِبٍ. فَاَرَدْتُ اَنْ اُكْسِرَ عَنْكُمْ مِنْ شَوْكَتِهِمْ اِلَى اَمْرٍ مَا.
ابن هشام 4:180-181
Ini
sesuatu urusan yang aku lakukan untuk kalian. Demi Allah, saya tidak akan
melakukan yang demikian itu melainkan karena sesungguhnya saya telah melihat
bangsa ‘Arab telah serentak memanah kamu dari satu busur dan mereka telah
mengepung kamu secara ketat dari segala penjuru. Oleh sebab itu saya akan
memecahkan kekuatan mereka dengan cara apasaja.
Setelah
kedua shahabat itu mendengar jawaban Nabi SAW yang demikian itu, maka Sa’ad bin
Mu’adz menyatakan pendapatnya kepada beliau :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِنْ كَانَ اللهُ اَمَرَكَ بِهذَا فَسَمْعًا وَ طَاعَةً. وَ اِنْ
كَانَ تَصْنَعُهُ لَنَا فَلاَ حَاجَةَ لَنَا فِيْهِ.
Ya
Rasulullah, jika Allah memerintahkan kepada engkau dengan urusan ini, maka kami
mendengar dan mengikuti, dan jika hal itu sesuatu yang engkau lakukan untuk
kami, maka kami tidak ada hajat padanya.
Nabi
SAW bersabda :
لَوْ
اَمَرَنِى اللهُ مَا شَاوَرْتُكُمَا
Jika
Allah telah memerintahkan kepadaku, niscaya aku tidak merundingkan dengan kamu
berdua.
Sa’ad
bin Mu’adz berkata :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، قَدْ كُنَّا نَحْنُ وَ هؤُلاَءِ اْلقَوْمِ عَلَى الشّرْكِ بِاللهِ
وَ عِبَادَةِ اْلاَوْثَانِ، لاَ نَعْبُدُ اللهَ وَ لاَ نَعْرِفُهُ وَ هُمْ لاَ
يَطْمَعُوْنَ اَنْ يَأْكُلُوْا تَمْرَةً مِنْهَا اِلاَّ قِرًى اَوْ بَيْعًا.
اَفَحِيْنَ اَكْرَمَنَا اللهُ بِاْلاِسْلاَمِ وَ هَدينَا لَهُ وَ اَعَزَّنَا بِكَ
وَ بِهِ نُعْطِيْهِمْ اَمْوَالَنَا، وَ اللهِ مَا لَنَا بِهذَا مِنْ حَاجَةٍ. وَ
اللهِ لاَ نُعْطِيْهِمْ اِلاَّ السَّيْفَ حَتَّى يَحْكُمُ اللهُ بَيْنَنَا وَ
بَيْنَهُمْ.
Ya
Rasulullah, sesungguhnya kami dan mereka itu dahulu satu kaum dalam kemusyrikan
kepada Allah dan menyembah arca-arca. Kami tidak menyembah Allah dan kami tidak
pula mengeal-Nya. Dan mereka itu tidak mengharapkan akan memakan buah kurma dari
kota Madinah ini, melainkan dengan jalan bertukar atau membeli. Maka tatkala
Allah telah memuliakan kami dengan Islam dan telah memberi hidayah kepada kami,
dan Dia telah memuliakan kami dengan sebab engkau, apakah dengannya kami supaya
memberikan harta benda kami kepada mereka ? Demi Allah, bagi kami tidak akan
rela yang demikian itu. Demi Allah, kami tidak akan memberikan kepada mereka itu
melainkan pedang sehingga Allah memberi keputusan antara kami dan
mereka.
Mendengar
jawaban Sa’ad bin Mu’adz yang demikian itu, Nabi SAW bersabda
:
فَاَنْتَ
وَ ذَاكَ
Sungguh
hebat engkau ini.
Dengan
tindakan Sa'ad bin Mu’adz yang demikian tegas itu Nabi SAW menyetujuinya, dan
perjanjian damai yang telah direncanakan oleh beliau dengan banu Ghathafan tidak
jadi diadakan. Maka tentara Islam dan kota Madinah tetap dikepung dan dikurung
balatentara Ahzab yang besar jumlahnya itu.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak