Ahad,
05 Agustus 2001/15 Jumadil ula 1422 Brosur no. :
1097/1137/SI
Tarikh
Nabi Muhammad SAW (ke-96)
‘Amru
bin Abdu Wudd menyeberangi parit.
Rasulullah
SAW dan kaum muslimin terus dikepung musuا, tetapi belum terjadi pertempuran,
kecuali hanya saling memanah dari kejauhan. Kemudian beberapa penunggang kuda
Quraisy yaitu ‘Amr bin Abdu Wudd, ‘Ikrimah bin Abu Jahl, Hubair bin Abu Wahab
dan Dlirar bin Khaththab bersama-sama mencari cara untuk menyerang. Mereka pergi
dengan mengendarai kuda sehingga melewati perkampungan banu Kinanah. Kemudian
mereka berkata, “Bersiap-siaplah kalian wahai banu Kinanah, untuk berperang,
nanti kalian akan mengetahui dari para penunggang kuda pada hari ini. Kemudian
mereka memacu kudanya sehingga berhenti di tepi khandaq. Setelah mereka
melihatnya, mereka mengatakan :
وَ
اللهِ اِنَّ هذِهِ لَمَكِيْدَةٌ مَا كَانَتِ اْلعَرَبُ تَكِيْدُهَا. ابن هشام 4:
182
Demi
Allah, ini adalah cara pertahanan yang belum pernah dilakukan oleh orang-orang
‘Arab sejak dulu.
[Ibnu Hisyam 4 : 182]
Kemudian
para penunggang kuda itu menyusuri parit memilih parit yang agak sempit,
kemudian mereka memacu kudanya menyeberangi parit, lalu berkeliling di Sabkhah,
antara khandaq dan Sal’in.
Kemudian
‘Ali bin Abu Thalib RA dengan beberapa kaum muslimin mendatangi mereka, lalu
memegang kendali kuda mereka sehingga kuda-kuda itu berhenti di dekat
mereka.
‘Amr
bin Abdu Wudd adalah tokoh Quraisy yang dulu pernah ikut perang Badr dan pada
perang Badr tersebut dia mendapat luka-luka sehingga berbekas pada tubuhnya,
tetapi pada perang Uhud dia tidak ikut keluar, maka pada perang Khandaq ini dia
keluar dengan memakai tanda khusus supaya diketahui
keberadaannya.
Setelah
dia berhenti, lalu bertanya, “Siapa yang akan maju perang tanding melawanku ?”.
Lalu Ali bin Abu Thalib siap untuk melawannya. ‘Ali berkata, “Hai ‘Amr,
sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Allah bahwa tidaklah seorang laki-laki
Quraisy mengajakmu kepada salah satu dari dua pilihan yang dibutuhkan kecuali
kamu pasti menerimanya”. Dia menjawab, “Benar”.
‘Ali
berkata kepada ‘Amr bin Abdu Wudd, “Sesungguhnya aku mengajakmu kepada Allah,
kepada Rasul-Nya dan kepada Islam”. Ia menjawab, “Aku tidak butuh semua itu !”.
‘Ali berkata, “Kalau begitu aku mengajakmu untuk turun”. ‘Amr bin Abdu Wudd
berkata, “Kenapa hai anak saudaraku ? Demi Allah aku tidak suka membunuhmu”.
‘Ali berkata kepadanya, “Tetapi demi Allah, aku suka membunuhmu”. Kemudian ‘Amr
bin Abdu Wudd sangat marah, lalu turun dari kudanya dan memukulkan tangannya
pada wajahnya. Kemudian maju menghampiri ‘Ali, lalu keduanya berperang, dan
akhirnya ‘Ali berhasil mengalahkan dan membunuhnya. Adapun penunggang kuda yang
lain lari ketakutan.
Di
dalam riwayat lain disebutkan sebagai berikut :
‘Amr
bin Abdu Wudd dengan mengenakan topi baja menyeberangi khandaq sambil
berteriak-teriak menantang tentara muslimin serta memperolok-olok dengan
kata-kata yang keji, ia berkata, “Siapa diantara kamu yang sanggup berperang
tanding ?”.
'Ali
bin Abu Thalib segera meminta idzin kepada Nabi SAW seraya berkata, “Ya
Rasulullah, saya yang akan melawannya”.
Nabi
SAW bersabda, “Duduklah, dia itu ‘Amr bin Abdu Wudd”.
‘Amr
berteriak lagi, “Siapakah yang akan maju bertanding ? Mana surgamu yang telah
kamu sangkakan itu, bahwa jika kamu mati akan memasukinya ? Kenapa tidak ada
seorang pun diantara kamu yang berani bertanding dengan aku
?”.
Mendengar
perkataan ‘Amr yang sombong itu ‘Ali berdiri sambil berkata, “Ya Rasulullah,
saya yang akan melawan dia”. Nabi SAW bersabda, “Duduklah
‘Ali”.
Dan
ketiga kalinya ‘Amr berteriak-teriak lagi dengan bersyair, antara lain berbunyi
:
لَقَدْ
بُحِحْتُ مِنَ النّدَاءِ
بِجَمْعِكُمْ هَلْ مِنْ مُبَارِزٍ؟
اِنَّ
الشَّجَاعَةَ فِى اْلفَتَى وَ
اْلجُوْدُ مِنْ خَيْرِ اْلغَرَائِزِ
Demi
sesungguhnya telah dibuat serak suaraku,
lantaran
memanggil-manggil pasukanmu,
Adakah
orang yang akan mau berperang tanding ?
Sesungguhnya
keberanian ada pada pemuda
Dan
kedermawanan adalah sebaik-baik perangai.
Setelah
mendengar suara tantangan ‘Amr yang begitu pedas itu ‘Ali tidak tahan lagi dan
segera berdiri tegak seraya meminta idzin kepada Nabi SAW untuk menandingi ‘Amr.
Tetapi Nabi SAW bersabda, “Dia itu ‘Amr bin Abdu Wudd”.
Ali
menyahut dengan tegas, “Sekalipun ‘Amr bin Abdu Wudd”.
Akhirnya
Nabi SAW memberi idzin kepada ‘Ali, lalu ia pun mendatangi ‘Amr sambil berkata
dengan syair, diantaranya :
لاَ
تَعْجَلَنَّ فَقَدْ اَتَاكَ
مُجِيْبُ صَوْتِكَ غَيْرُ عَاجِزٍ
فِى نِيَّةٍ وَ بَصِيْرَةٍ وَ الصّدْقُ مُنْجِى كُلَّ
فَائِزٍ
Janganlah
kamu terburu-buru,
maka
sekarang telah datang kepadamu,
yang
menjawab suaramu bukan orang yang lemah,
Yang
punya kemauan dan kecerdasan,
dan
kebenaran itu yang menyelamatkan tiap-tiap yang menang.
Setelah
‘Amr mengetahui bahwa yang datang itu ‘Ali, maka ia bertanya, “Siapa kamu ?”.
Ali menyahut, “Saya ‘Ali”. “Apakah ibnu Abdi Manaf ?”, tanya ‘Amr. “Saya ‘Ali
bin Abu Thalib”, jawab ‘Ali.
‘Amr
berkata, “Hai anak saudaraku, aku menginginkan orang yang selain kamu.
Paman-pamanmu atau orang yang lebih tua dari kamu. Karena saya tidak suka
mengalirkan darahmu”.
‘Ali
menjawab dengan tegas, “Tetapi saya demi Allah, amat suka mengalirkan
darahmu”.
Oleh
karena ‘Amr ketika itu berkuda, maka ia diminta supaya turun. Lalu ‘Amr turun
dari kudanya, dengan pedang terhunus sangat marah kepada
‘Ali.
Lalu
keduanya berperang dengan hebat. Ketika itu ‘Ali memakai perisai terbuat dari
kulit. Lalu ‘Amr memukulnya dengan pedang dan mengenai perisainya, akhirnya ‘Ali
berhasil memukulnya dengan pedang pada bahunya sehingga ‘Amr bin Abdu Wudd roboh
hingga tewas di tengah-tengah kepulan debu. [Ibnu Hisyam juz 4. hal.
183]
Setelah
dapat mengalahkan ‘Amr, ‘Ali bertakbir, “Allaahu Akbar”, dan serentak tentara
muslimin menyambut dengan takbir pula.
Dengan
tewasnya ‘Amr bin Abdu Wudd pemimpin barisan berkuda yang gagah perkasa itu,
maka bubarlah barisan mereka dalam keadaan kacau-balau, kembali melompati parit
yang telah mereka seberangi itu untuk melarikan diri.
Setelah
‘Ikrimah bin Abu Jahl melihat ‘Amr tewas, ia melarikan diri sambil melemparkan
tombaknya karena takut.
Pada
sore harinya datanglah seorang dari pemuka pasukan Quraisy, Naufal bin
‘Abdullah, mencoba menyeberangi parit, tetapi dikejar oleh Zubair sampai dapat
dipegang dan dibunuh dengan pedangnya. Menurut riwayat lain kematian Naufal bin
‘Abdullah ini lantaran kudanya tergelincir jatuh ke dalam parit, lalu mati
bersama kudanya.
Menurut
riwayat, jenazah ‘Amr bin Abdu Wudd oleh Abu Sufyan akan diambil dengan
perantaraan tentara musyrikin, tetapi ia meminta idzin lebih dulu kepada Nabi
Muhammad SAW dan akan membayar 10.000 (dirham). Permintaan itu diperkenankan
Nabi SAW dan tidak usah bayar. Nabi SAW bersabda :
هُوَ
لَكُمْ، لاَ نَأْكُلُ ثَمَنَ اْلمَوْتَى. البداية 4: 490
Ambillah
mayat itu, dan kami tidak akan menerima harganya.
Kaum
muslimin menghadapi bahaya besar.
Balatentara
Ahzab walaupun sudah mendapat tanda-tanda kekalahan dalam peperangan itu,
seperti matinya ‘Amr bin Abdu Wudd, namun mereka belum sadar bahwa kekalahan
akan menimpa mereka. Mereka masih membanggakan banyaknya jumlah balatentara dan
kekuatan mereka, terutama sesudah kaum Yahudi banu Quraidhah memihak kepada
mereka.
Hari
demi hari semangat menyerang dari pasukan Ahzab semakin bergelora dan mengganas,
sehingga keadaan kota Madinah bertambah genting dan kaum muslimin menghadapi
kesulitan yang luar biasa.
Ditambah
lagi beberapa orang dari kaum Yahudi banu Quraidhah yang keluar dari bentengnya
untuk menakut-nakuti dan mengganggu kaum muslimin, terutama kaum wanita yang
tetap tinggal di rumah masing-masing.
Sehubungan
dengan kelakuan kaum Yahudi yang jahat itu, maka dikala itu kekhawatiran kaum
muslimin semakin menjadi-jadi, karena yang tinggal di Madinah adalah orang yang
telah berusia lanjut, anak-anak dan orang-orang perempuan, sedangkan segenap
orang lelaki pergi ke garis depan, menghadapi serangan musuh yang datang dari
luar.
Menurut
riwayat, yang menjadi syair balatentara Islam dikala itu ialah
:
حم،
لاَ يُنْصَرُوْنَ
Haa
miim, mereka tidak akan ditolong.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 185]
Maksudnya
ialah balatentara Ahzab tidak akan diberi pertolongan
Allah.
Sa’ad
bin Mu’adz terkena panah.
Diriwayatkan,
pada saat itu Sa’ad bin Mu’adz salah seorang ketua kaum Anshar di Madinah,
terkena anak panah musuh di urat nadi tangannya. Karena kebetulan ia memakai
baju besi yang pendek lengannya, dan anak panah itu dilepas oleh Hibban bin Qais
bin ‘Ariqah. Ketika anak panah itu mengenai Sa’ad, ia (Hibban) berkata,
“Terimalah, anak panah dariku, dan aku adalah Ibnul ‘Ariqah !”. Ketika itu Sa’ad
menyahut, :
عَرَّقَ
اللهُ وَجْهَكَ فِى النَّارِ. ابن هشام 4:186
“Semoga
Allah mengalirkan peluh mukamu di dalam api neraka !”.
Dan
di kala itu Sa’ad berdoa kepada Allah :
اَللّهُمَّ
اِنْ كُنْتَ اَبْقَيْتَ مِنْ حَرْبِ قُرَيْشٍ شَيْئًا فَاَبْقِنِى لَهَا، فَاِنَّهُ
لاَ قَوْمَ اَحَبُّ اِلَيَّ اَنْ اُجَاهِدَهُمْ مِنْ قَوْمٍ آذَوْا رَسُوْلَكَ وَ
كَذَّبُوْهُ وَ اَخْرَجُوْهُ. اَللّهُمَّ وَ اِنْ كُنْتَ قَدْ وَضَعْتَ اْلحَرْبَ
بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ فَاجْعَلْهُ لِى شَهَادَةً. وَ لاَ تُمِتْنِى حَتَّى
تُقِرَّ عَيْنِى مِنْ بَنِى قُرَيْظَةَ. ابن هشام 4: 186
“Ya
Allah, jika Engkau meneruskan memerangi kaum Quraisy dengan sesuatu, maka
berilah kesempatan kepadaku untuk memerangi mereka, karena sesungguhnya tidak
ada kaum yang paling aku sukai memeranginya selain dari kaum yang telah
menyakiti utusan-Mu, mendustakannya dan yang telah mengusirnya. Ya Allah, namun
jika Engkau telah menyudahi peperangan antara kami dengan mereka, maka
jadikanlah aku mati syahid, dan janganlah Engkau matikan aku sebelum mataku
senang melihat kekalahan kaum Yahudi banu Quraidhah”.
[Ibnu Hisyam juz 4, hal. 186]
Demikianlah
semangat Sa’ad dalam memerangi kaum Quraisy dan dalam usaha memusnahkan kaum
Yahudi banu Quraidhah. Semangat yang diucapkan berupa doa ini besar sekali
pengaruhnya bagi kaum muslimin yang mendengarnya.
Nabi
SAW berdoa kepada Allah.
Pihak
musuh waktu itu mengepung dari segela penjuru, terdiri dari bangsa Arab
musyrikin dan kaum Yahudi. Pada saat itu tidak ada lain yang dinanti-nantikan
melainkan pertolongan Allah saja. Tekanan yang demikian ini tidak akan surut
jika tidak mendapat pertolongan Allah. Maka Nabi SAW tidak putus-putusnya
memohon kepada Allah SWT dengan khusyu’ beliau berdoa :
اَللّهُمَّ
مُنْزِلَ اْلكِتَابِ، سَرِيْعَ اْلحِسَابِ، اِهْزِمِ اْلاَحْزَابَ. اَللّهُمَّ
اهْزِمْهُمْ وَ انْصُرْنَا عَلَيْهِمْ، وَ زَلْزِلْهُمْ. البخارى و مسلم، فى نور
اليقين:149
Ya
Allah, yang menurunkan Kitab, yang cepat menghisab, musnahkanlah Ahzab
(balatentara musuh) ! Ya Allah, musnahkanlah mereka, tolonglah kami untuk
mengalahkan mereka dan goncangkanlah mereka itu !.
[HR. Bukhari dan Muslim, dalam Nurul Yaqin : 149]
Kemudian
Nabi SAW berdiri dan bersabda :
يَااَيُّهَا
النَّاسُ، لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ اْلعَدُوّ، وَ اسْأَلُوا اللهَ اْلعَافِيَةَ،
فَاِنْ لَقِيْتُمُ اْلعَدُوَّ فَاصْبِرُوْا وَ اعْلَمُوْا اَنَّ اْلجَنَّةَ تَحْتَ
ظِلاَلِ السُّيُوْفِ.
Hai
manusia, janganlah kamu menginginkan bertemu dengan musuh, dan mohonlah kalian
kepada Allah agar terlepas dari marabahaya. Apabila kalian bertemu dengan musuh,
maka bershabarlah dalam menghadapi mereka, dan ketahuilah bahwasanya surga itu
dibawah bayangan pedang.
[HR. Bukhari dan Muslim, Nurul Yaqin : 149-150]
Dan
Nabi SAW juga berdoa :
يَا
صَرِيْخَ اْلمَكْرُوْبِيْنَ، يَا مُجِيْبَ اْلمُضْطَرّيْنَ، اِكْشِفْ هَمّى وَ
غَمّى وَ كَرْبِى، فَاِنَّكَ تَرَى مَا نَزَلَ بِى وَ بِاَصْحَابِى.
Wahai
Tuhan yang menolong orang-orang yang disusahkan, wahai Tuhan yang meluluskan
permohonan orang-orang yang disengsarakan, lenyapkanlah kesusahanku, kedukaanku,
dan kesempitanku, karena sesungguhnya Engkau melihat apa yang menimpa kepadaku
dan kepada para shahabatku.
[HR. Bukhari dan Muslim, Nurul Yaqin : 150]
Dan
diriwayatkan pula, bahwa di kala itu ada diantara kaum muslimin yang berkata
kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, keadaan kami sudah sedemikian sempitnya dan
nafas-nafas kami seakan-akan sudan naik sampai ke kerongkongan, maka apakah yang
sebaiknya kami baca ?
Nabi
SAW bersabda :
نَعَمْ،
اَللّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وَ آمِنْ رَوْعَاتِنَا. احمد
Ya...,
(bacalah): Alloohummas tur ‘aurootinaa , wa aamin rou’aatinaa (Ya Allah,
tutupilah ‘aurat-’aurat kami dan selamatkanlah kami dari ketakutan
kami).
[HR. Ahmad, dalam Al-Bidayah juz 4, hal. 494]
Dalam
riwayat lain Nabi SAW berdoa :
لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، اَعَزَّ جُنْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَ غَلَبَ
اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ، فَلاَ شَيْءَ بَعْدَهُ. البخارى عن ابى هريرة، فى البداية
4: 495
Tidak
ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Yang menguatkan tentara-Nya, Yang menolong
hamba-Nya, Yang mengalahkan tentara Ahzab dengan sendiri-Nya dan tidak ada yang
membantu-Nya.
[HR. Bukhari dari Abu Hurairah, di dalam Al-Bidayah juz 4, hal.
495]
Permohonan
Nabi SAW kepada Allah tersebut tidak hanya terhenti dalam doa saja, tetapi juga
disertai dengan usaha yang
sungguh-sungguh agar dapat mencapai kemenangan.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak