Ahad,
26 Agustus 2001/07 Jumadil tsani 1422 Brosur no. :
1100/1140/SI
Nu’aim
bin Mas’ud menyatakan keislamannya
Pada
suatu hari seorang dari pasukan banu Ghathafan yang ikut menjadi tentara Ahzab
yakni Nu’aim bin Mas’ud secara sembunyi-sembunyi menemui Nabi SAW. Nu’aim pada
waktu itu sebenarnya sudah memeluk agama Islam, tetapi belum diketahui oleh
kaumnya. Maka setelah ia menghadap Nabi SAW lalu berkata :
يَا
رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى قَدْ اَسْلَمْتُ وَ اِنَّ قَوْمِى لَمْ يَعْلَمُوْا
بِاِسْلاَمِى، فَمُرْنِى بِمَا شِئْتَ. ابن هشام 4:188
Ya
Rasulullah, sesungguhnya saya telah memeluk Islam, tetapi kaum saya belum ada
yang mengetahuinya, maka dari itu perintahlah aku dengan apa yang engkau
kehendaki.
[Ibnu Hisyam 4 : 188]
Nabi
SAW percaya bahwa Nu’aim telah menganut Islam dengan tulus ikhlash, maka beliau
lalu bersabda :
اِنَّمَا
اَنْتَ فِيْنَا رَجُلٌ وَاحِدٌ، فَخَذّلْ عَنَّا اِنِ اسْتَطَعْتَ، فَاِنَّ
اْلحَرْبَ خُدْعَةٌ. ابن هشام 4:188
Sesungguhnya
kamu hanya seorang diri, termasuk golongan kami, maka dari itu lemahkan mereka
itu agar tidak memerangi kami jika kamu mampu. Karena sesungguhnya peperangan
adalah tipu daya.
[Ibnu Hisyam 4:188]
Dengan
adanya perintah Nabi SAW tersebut, kemudian Nu’aim bin Mas’ud pergi kepada kaum
Yahudi Banu Quraidhah. Perlu diketahui bahwa di masa Jahiliyah Nu’aim bin Mas’ud
mempunyai hubungan yang erat dengan mereka. Nu’aim lalu berkata, “Kalian
telah mengetahui kesetiaanku kepada kalian, terutama antara kita ini”.
Mereka menjawab, “Benar, dan antara kita tidak ada prasangka buruk”.
Nu’aim berkata, “Sesungguhnya orang-orang Quraisy dan Ghathafan, mereka itu
tidak seperti kalian. Negeri ini adalah negeri kalian, di dalamnya ada harta
benda, anak-anak dan istri-istri kalian. Dan kamu sekalian tidak bisa pindah ke
negeri lain. Sedangkan orang-orang Quraisy dan Ghathafan, mereka itu datang
untuk memerangi Muhammad dan pengikutnya, padahal kalian membantu mereka untuk
hal itu. Negeri mereka, harta benda mereka dan istri-istri mereka di negeri
lain, maka mereka itu tidak seperti kalian. Jika mereka mendapat kemenangan,
mereka akan menjarah barang-barang dan membawanya ke negeri mereka. Tetapi jika
mereka mendapat kekalahan, mereka akan lari ke negeri mereka dan meninggalkan
kalian sendirian, padahal jika kalian ditinggal mereka pulang ke negerinya,
kalian tidak mampu melawan Muhammad dan pengikutnya. Maka janganlah kalian
terus-menerus membantu mereka untuk
memerangi Muhammad dan pengikutnya, kecuali jika mereka mau menyerahkan beberapa
orang dari ketua mereka sebagai jaminan bahwa mereka tidak akan meninggalkan
kalian sebelum perang selesai”.
Setelah
mendengar usul yang dikemukakan Nu’aim itu kaum Yahudi banu Quridhah lalu
menyahut, “Sungguh, pendapatmu itu sangat baik”.
Setelah
berhasil mempengaruhi kaum Yahudi banu Quraidhah, Nu’aim lalu berangkat ke
tempat perkemahan musyrikin Quraisy, mendatangi kepala-kepala mereka, dengan
tujuan yang sama. Oleh karena kaum Quraisy pun belum mengetahui bahwa Nu’aim
telah menjadi pengikut Islam, bahkan pada lahirnya termasuk salah seorang dari
balatentara Ahzab yang memerangi kaum muslimin, maka kedatangannya disambut
dengan baik oleh mereka.
Kemudian
Nu’aim bin Mas’ud berkata kepada Abu Sufyan bin Harb dan para pembesar Quraisy :
Sungguh kamu sekalian telah mengetahui kesetiaanku kepada kalian, dan
permusuhanku kepada Muhammad. Sesungguhnya telah sampai kepadaku suatu berita
yang harus aku sampaikan kepda kalian. Dan hal itu semata-mata nasehat untuk
kalian, maka kalian harus merahasiakannya. Mereka menjawab, “Ya, akan kami
lakukan”. Nu’aim berkata, “Ketahuilah bahwa orang-orang Yahudi banu
Quraidhah telah merasa menyesal terhadap apa yang mereka perbuat yaitu membantu
kalian dalam memerangi Muhammad, dan mereka telah mengirimkan utusan kepada
Muhammad dengan menyatakan : Sesungguhnya kami merasa menyesal atas apa yang
kami perbuat, maka apakah engkau setuju apabila kami menangkap para pembesar
Quraisy dan Ghathafan lalu kami serahkan kepadamu supaya engkau penggal
leher-leher mereka ?”.
Dan
Muhammad pun telah menjawab, “Ya. Maka jika nanti orang-orang Yahudi Banu
Quraidhah mengirimkan utusan untuk meminta beberapa orang dari kalian sebagai
jaminan, janganlah engkau serahkan seorangpun kepada
mereka”.
Kemudian
dari tempat perkemahan kaum Quraisy itu Nu’aim berangkat ke tempat perkemahan
banu Ghathafan. Setibanya di sana, ia menemui para pemimpinnya. Lalu ia
mengemukakan kepada mereka seperti yang telah dikemukakan kepada ketua kaum
Quraisy. Akhirnya segala apa yang dikemukakan Nu’aim itu diterima dengan baik
dan mendapat perhatian sepenuhnya oleh para kepala kaum banu
Ghathafan.
Untuk
menyatakan benar atau tidaknya perkataan-perkataan yang dikatakan Nu’aim bin
Mas’ud kepada para pemuka Quraisy dan para pemuka banu Ghathafan itu, maka kaum
Quraisy dan kaum banu Ghathafan menyuruh seorang gembong musyrikin Quraisy yang
bernama ‘Ikrimah bin Abu Jahl beserta beberapa orang dari golongan Quraisy dan
golongan banu Ghathafan untuk datang menemui Ka’ab bin Asad kepala kaum Yahudi
banu Quraidhah, untuk menyampaikan pesan Abu Sufyan.
Setelah
‘Ikrimah bertemu dengan Ka’ab, ia berkata, “Kami atas nama kaum Quraisy dan
banu Ghathafan akan menyampaikan harapan kami kepada tuan. Kami sudah lama
melakukan pengepungan atas diri Muhammad dan kaum pengikutnya, dan kami selama
ini selalu menantikan kesanggupan tuan untuk mengadakan serangan terhadap
mereka. Oleh karena itu, kami telah mengambil keputusan, bahwa besok pagi tuan
supaya mulai melakukan serangan atas mereka, dan kami akan bersama-sama tuan,
karena kini sudah saatnya mereka harus dihancurkan”.
Karena
pada hari itu hari Jum’at, maka Ka’ab menjawab, “Besok adalah hari Sabtu
sedang pada hari Sabtu, bagi kami adalah suatu hari yang dilarang dipergunakan
untuk mengerjakan sesuatu apapun, selain beribadah, apalagi untuk berperang. Dan
dalam hal itu kami tidak mau bersama-sama kalian memerangi Muhammad sehingga
kalian menyerahkan beberapa orang kepada kami sebagai jaminan hingga kita
berhasil menghancurkan Muhammad. Karena kami khawatir jika perang itu
betul-betul terjadi, lalu kalian pulang ke negeri kalian dengan meninggalkan
kami begitu saja”.
Setelah
para utusan itu kembali dan menyampaikan jawaban dari banu Quraidhah tersebut,
maka orang-orang Quraisy dan Ghathafan berkata, “Demi Allah, sesungguhnya
yang disampaikan oleh Nu’aim bin Mas’ud kepada kalian adalah
benar”.
Kemudian
golongan Quraisy dan Ghathafan mengirim utusan lagi untuk memberi jawaban,
“Sesungguhnya kami, demi Allah, tidak akan menyerahkan seorang pun kepada
kalian. Jika kalian ingin berperang, maka berperanglah sendiri
!”.
Kemudian
para ketua banu Quraidhah berkata, “Sesungguhnya yang disampaikan oleh Nu’aim
bin Mas’ud kepada kalian adalah benar. Mereka itu hanya ingin berperang, jika
mendapat kemenangan, mereka akan membawa barang-barang jarahan ke negeri mereka.
Tetapi jika mereka mengalami kekalahan, mereka akan lari ke negeri mereka dan
meninggalkan kalian sendirian di negeri kalian”.
Kemudian
banu Quraidhah mengirimkan utusan untuk menyampaikan balasan kepada kaum Quraisy
dan Ghathafan, “Sesungguhnya kami, demi Allah tidak akan memerangi Muhammad
bersama-sama kalian sehingga kalian mau menyerahkan jaminan kepada
kami”.
Oleh
karena kaum Quraisy dan kaum banu Ghathafan tidak bersedia dan tidak mau
memenuhi permintaan kaum Yahudi banu Quraidhah, maka akhirnya keluarlah kaum
Yahudi banu Quraidhah dari persekutuan balatentara Ahzab. Dengan pengunduran
diri kaum Yahudi banu Quraidhah itu, maka tentara Ahzab tinggal kaum Quraisy dan
kaum banu Ghathafan. Abu Sufyan dikala itu selaku panglima tertinggi dari
pasukan Ahzab tetap akan melaksanakan rencana menggempur kota Madinah dan
melakukan penyerangan secara besar-besaran terhadap kaum muslimin. Oleh karena
itu, maka ia melanjutkan pembicaraannya dengan para ketua kaum banu
Ghathafan.
Kaum
banu Ghathafan waktu itu sudah timbul perasaan ragu-ragu dan berat untuk
bergerak menyerang kaum muslimin, karena mereka masih berharap sepertiga dari
hasil kurma Madinah yang pernah dijanjikan oleh Nabi SAW kepada
mereka.
Datangnya
pertolongan Allah.
Setelah
tentara Islam menderita berbagai kesulitan dan kesengsaraan selama beberapa
minggu karena pengepungan tentara musyrikin, dengan tidak disangka-sangka
datanglah pertolongan Allah.
Pada
siang hari terjadi perpecahan antara kaum banu Quraidhah dengan kaum Quraisy dan
kaum banu Ghathafan, dan juga antara kaum Quraisy dengan kaum banu Ghathafan,
yang semuanya itu berakhir dengan kembali ke tempat masing-masing dengan
perasaan tidak senang diantara mereka, maka pada malam harinya datanglah suatu
bencana kepada mereka.
Pada
malam itu datanglah angin taufan yang amat hebat, udara sangat dingin dan
disertai hujan yang lebat, kilat dan petir sambar-menyambar dengan gemuruh, dan
perkemahan tentara Ahzab diserang angin taufan disertai debu dan pasir.
Kubu-kubu dan kemah-kemah mereka satu persatu rebah ditumbangkan angin,
lampu-lampu penerangan mereka pun padam sehingga menyebabkan keadaan bertambah
gelap gulita. Suasana semakin mencekam, alat-alat perbekalan mereka menjadi
berantakan, kocar-kacir terlempar kesana-kemari, binatang-binatang kendaraan
mereka bubar berlari-lari, sehingga mereka bertambah gentar dan takut. Angin
badai berlangsung terus-menerus menimpa tempat-tempat perkemahan mereka,
akibatnya mereka menjadi kacau-balau.
Dalam
kekalutan, kekacauan dan keributan yang ditimbulkan oleh badai, hujan, kilat dan
halilintar yang menyambar-nyambar itu, seorang pembersar Quraisy yang turut
dalam angkatan perang itu, yakni Thulaifah bin Khuwailid menemui para kawannya
yang sedang dalam ketakutan. Ia menyatakan pendapatnya dan mengajak kepada para
kawannya supaya meninggalkan kemahnya yang dipandang sial itu. Ia berkata,
“Hai para tentara Quraisy, di sini Muhammad telah mulai menjatuhkan siksanya
atas kamu, maka dari itu sekarang ini juga jagalah keselamatan dirimu
masing-masing. Sekali lagi, jagalah keselamatan dirimu masing-masing
!”.
Abu
Sufyan, selaku panglima tertinggi mereka berkata, “Hai kaum Quraisy,
sesungguhnya sekarang ini di sini bukan tempat tinggal yang aman. Kuda dan unta
alat pengangkut kita sudah binasa. Banu Quraidhah telah meninggalkan kita, dan
sudah kita ketahui hal-hal yang kita benci dari mereka itu. Sekarang datang pula
kepada kita angin taufan yang sangat hebat, sebagaimana yang telah kamu saksikan
sendiri. Oleh sebab itu, maka marilah kita tinggalkan tempat yang celaka
ini”.
Dengan
adanya perintah dari Abu Sufyan tersebut, maka pada malam itu juga di
tengah-tengah hujan lebat dan badai itu, balatentara kaum Quraisy meninggalkan
tempat tersebut dengan membawa alat-alat mereka yang dapat
dibawanya.
Menurut
riwayat, bahwa dikala telah terjadi perselisihan dan perpecahan diantara
balatentara Ahzab, pada malam itu juga Nabi SAW menyuruh seorang shahabatnya
untuk menyelidiki keadaan mereka dan apa yang akan diperbuat oleh mereka.
Menurut
riwayat muslim disebutkan :
Dari
Ibrahim At-Taimiy, dari bapaknya, dia berkata : Suatu hari aku sedang berada di
samping Hudzaifah, mendadak muncul seorang laki-laki dan berkata, “Seandainya
aku mendapati Rasulullah SAW niscaya aku akan ikut berperang dan membela beliau
mati-matian”. Mendengar ucapan laki-laki itu Hudzaifah berkata, “Kamu akan
sanggup melakukan itu ? Pada malam pertempuran Ahzab kami bersama-sama dengan
Rasulullah SAW. Malam itu angin bertiup kencang dan dingin sekali. Rasulullah
SAW bersabda, “Adakah seseorang yang dapat membawakan berita musuh kepadaku,
maka pada hari qiyamat kelak Allah akan menjadikan dia bersamaku ?”. Mendengar
itu kami semua diam, tidak ada seorangpun dari kami yang bicara. Kemudian
Rasulullah SAW kembali bersabda, “Adakah seseorang yang dapat membawakan berita
musuh kepadaku, maka Allah akan menjadikannya bersamaku pada hari qiyamat kelak
?”. Kami semua diam, tidak ada seorangpun dari kami yang bicara. Kemudian
Rasulullah SAW kembali bersabda, “Adakah seseorang yang dapat membawakan berita
musuh kepadaku, maka Allah akan menjadikannya bersamaku pada hari qiyamat kelak
?”. Kami semua tetap diam, tidak ada seorangpun yang bicara. Akhirnya Rasulullah
SAW bersabda, “Berdirilah hai Hudzaifah, carikanlah berita musuh untukku”.
Ketika namaku dipanggil, maka mau tidak mau aku harus melaksanakan perintah
tersebut. Beliau bersabda, “Pergilah, dan bawalah berita musuh kepadaku. Dan
jangan sekali-kali membuat kaget mereka”. Ketika aku beranjak dari sisi beliau
sepertinya aku sedang berjalan pada air panas. Tidak lama kemudian aku pun sudah
sampai di tempat musuh. Pertama-tama yang aku lihat dengan jelas ialah Abu
Sufyan yang tengah asyik memanasi punggungnya dengan api unggun. Diam-diam aku
mulai memasang anak panah ke busur. Aku ingin sekali untuk memanahnya. Lalu aku
ingat pesan Rasulullah SAW, “Janganlah membikin kaget mereka”. Padahal sekiranya
aku jadi memanahnya pasti akan mengenainya. Lalu aku kembali dan seperti ketika
berangkat, aku seakan-akan sedang berjalan pada air panas. Selesai melaporkan
berita musuh kepada Rasulullah SAW tubuhku terasa menggigil sekali. Melihat itu
Rasulullah SAW lalu mengenakan padaku mantel yang biasa beliau pakai untuk
shalat. Setelah itu aku bisa tidur pulas. Setelah pagi, aku mendengar Rasulullah
SAW membangunkan aku, “Bangun hai si tukang tidur !”.
[HR. Muslim, di dalam Kitab Jihad was Sair, bab Perang Ahzab, juz 3, hal.
1414]
Setelah
pasukan banu Ghathafan mengetahui bahwa tentara kaum Quraisy telah meninggalkan
tempat mereka dan pulang dengan terburu-buru, maka mereka pun meninggalkan
tempat, pulang ke qabilah masing-masing.
Demikianlah
keadaan balatentara Ahzab, sebelum mereka menyerang kaum muslimin dan kota
Madinah, pada pagi harinya di tempat perkemahan mereka telah bersih, tidak ada
seorang pun yang tinggal.
Waktu
itu tentara Islam belum mengerti, bahwa balatentara Ahzab yang besar jumlahnya,
pada malam itu telah diusir dan dimusnahkan oleh angin badai yang luar biasa
itu. Tentara Islam sangat terkejut ketika pada pagi harinya melihat
tempat-tempat perkemahan mereka telah kosong, tidak ada yang tertinggal selain
dari tali-tali dan tenda-tenda kemah di sana-sini.
Bukan
main kegembiraan kaum muslimin di kala itu, dan mereka masing-masing bersyukur
kepada Allah SWT atas pertolongan-Nya.
Demikianlah
akhir dari peperangan Ahzab. Ketika Nabi SAW dan balatentara Islam akan kembali
ke Madinah, beliau bersabda di hadapan para shahabat :
لَنْ
تَغْزُوْكُمْ قُرَيْشٌ بَعْدَ عَامِكُمْ وَ لكِنَّكُمْ تَغْزُوْنَهُمْ
Kaum
Quraisy tidak akan berani memerangi kamu sekalian sesudah tahun ini, tetapi
kalianlah yang akan memerangi mereka.
[Al-Bidayah juz 4, hal. 99]
Yakni
sesudah tahun itu, kaum Quraisy tidak akan berani lagi memerangi kaum muslimin.
Karena kekuatan mereka telah lenyap musnah. Bahkan kaum muslimin yang akan
memerangi mereka, insya Allah.
Demikianlah,
riwayat Perang Khandaq atau Perang Ahzab yang terjadi pada bulan Syawwal tahun
kelima hijriyah.
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak