Ahad,
01 Agustus 1999/18 Rabi’uts Tsani 1420 Brosur no. :
993/1033/IF
Halal
Haram Dalam Islam (ke-17)
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ اْلاَشْجَعِيِّ قَالَ: كُنَّا نَرْقِى فِى
اْلجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِى ذلِكَ؟ فَقَالَ:
اِعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ. لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ
شِرْكٌ. مسلم
Dari
‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy ia berkata, “Dahulu kami biasa melakukan jampi-jampi
di masa Jahiliyah, lalu kami bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau
tentang yang demikian itu ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Perlihatkanlah dulu
kepadaku bagaimana jampi-jampi kalian. Tidak mengapa menjampi selama tidak
mengandung syirik”.
[HR. Muslim 4:1727]
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ اَنَّ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ
اللهِ ص كَانُوْا فِى سَفَرٍ فَمَرُّوْا بِحَيٍّ مِنْ اَحْيَاءِ اْلعَرَبِ
فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَلَمْ يُضِيْفُوْهُمْ. فَقَالُوْا لَهُمْ: هَلْ فِيْكُمْ
رَاقٍ؟ فَاِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ لَدِيْغٌ اَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ:
نَعَمْ، فَاَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ،
فَاُعْطِيَ قَطِيْعًا مِنْ غَنَمٍ، فَاَبَى اَنْ يَقْبَلَهَا وَ قَالَ: حَتَّى
اَذْكُرَ ذلِكَ لِلنَّبِيِّ ص فَاَتَى النَّبِيَّ ص فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ اللهِ مَا رَقَيْتُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ.
فَتَبَسَّمَ وَ قَالَ: وَ مَا اَدْرَاكَ اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ ثُمَّ قَالَ خُذُوْا
مِنْهُمْ وَ اضْرِبُوْا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. و فى رواية : فَجَعَلَ يَقْرَأُ
اُمَّ اْلقُرْآنِ، وَ يَجْمَعُ بُزَاقَهُ، وَ يَتْفُلُ فَبَرَأَ الرَّجُلُ.
مسلم
Dari
Abu Sa’id Al-Khudriy bahwasanya beberapa orang diantara shahabat Rasulullah SAW
sedang dalam perjalanan (musafir) lalu mereka melewati suatu kampung dari
kampung-kampung Arab. Mereka berharap bisa menjadi tamu di kampung tersebut,
tetapi penduduk kampung itu tidak mau menerimanya. Lalu penduduk kampung
tersebut bertanya kepada mereka, “Apakah diantara kalian ada orang yang bisa
menjampi ?”. Karena kepala kampung di sini baru terkena sengatan. Seorang dari
rombongan sahabat itu menjawab, “Ya, ada”. Lalu shahabat tersebut datang kepada
kepala kampung tersebut dan menjampinya dengan Surat Al-Fatihah. Ternyata kepala
kampung itu sembuh, lalu shahabat tersebut diberi upah beberapa ekor kambing.
Tetapi shahabat yang menjampinya itu tidak mau mengambilnya dan berkata, “Saya
akan menyam-paikannya dulu kepada Nabi SAW”. Kemudian dia datang kepada Nabi SAW
dan menceritakan hal tersebut kepada beliau. Ia berkata, “Ya Rasulullah, demi
Allah saya tidak menjampi kecuali dengan membacakan surat Al-Fatihah”. Maka Nabi
SAW tersenyum dan bersabda, “Darimana kau tahu bahwa surat Al-Fatihah itu bisa
untuk menjampi ?”. Lalu beliau bersabda, “Ambillah (kambing-kambing itu) dari
mereka dan ikutkan saya dalam pembagian kalian”. Dan dalam riwayat lain
disebutkan, shahabat itu membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) dan mengumpulkan
ludahnya lalu meludahkannya, maka sembuhlah kepala kampung itu.
[HR. Muslim 4:1727, Bukhari dan Ibnu Hibban. Dan di dalam Ibnu Hiibban
diterangkan bahwa kambing tersebut 30 ekor]
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: نَزَلْنَا مَنْزِلاً
فَاَتَتْنَا امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: اِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ سَلِيْمٌ لُدِغَ. فَهَلْ
فِيْكُمْ مِنْ رَاقٍ؟ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا. مَا كُنَّا نَظُنُّهُ
يُحْسِنُ رُقْيَةً. فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ فَاَعْطَوْهُ
غَنَمًا، وَ سَقَوْنَا لَبَنًا فَقُلْنَا: اَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً؟ فَقَالَ:
مَا رَقَيْتُهُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. قَالَ، فَقُلْتُ: لاَ
تُحَرِّكُوْهَا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ ص فَاَتَيْنَا النَّبِيَّ ص فَذَكَرْنَا
ذلِكَ لَهُ، فَقَالَ: مَا كَانَ يَدْرِيْهِ اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اِقْسِمُوْا وَ
اضْرِبُوْا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. مسلم
Dari
Abu Sa’id Al-Kudriy, ia berkata, “Kami sedang beristirahat di suatu tempat,
tiba-tiba seorang wanita datang kepada kami dan berkata, “Sesungguhnya kepala
kampung kami tersengat kalajengking. Apakah diantara kalian ada yang bisa
menjampi ?”. Maka seseorang diantara kami berdiri lalu pergi bersama wanita itu.
Kami tidak menduga sebelumnya, bahwa teman kami itu pandai menjampi. Lalu dia
menjampi kepala kampung itu dengan membaca surat Al-Fatihah, maka sembuh. Lalu
orang-orang kampung memberinya kambing dan memberi kami minum susu. Kami
bertanya kepada teman kami, “Apakah engkau memang pandai menjampi ?”. Dia
menjawab, “Aku hanya menjampinya dengan surat Al-Fatihah”. Aku (Abu Sa’id)
berkata, “Jangan kalian apa-apakan dulu kambing itu sebelum kita datang melapor
kepada Nabi SAW”. Kemudian kami datang kepada Nabi SAW dan menuturkan hal itu
kepada beliau. Mendengar penuturan kami beliau bersabda, “Bukankah tidak ada
yang memberitahu, bahwa surat Al-Fatihah itu bisa untuk menjampi ? Bagilah
kambing-kambing itu dan berilah aku bagian bersamamu”.
[HR. Muslim 4:1728]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَأْمُرُنِى اَنْ
اَسْتَرْقِيَ مِنَ اْلعَيْنِ. مسلم
Dari
Aisyah ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menyuruhku untuk meminta jampi dari
sakit mata”.
[HR. Muslim 4:1725]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فِى الرُّقَى قَالَ: رُخِّصَ فِى اْلحُمَةِ وَ
النَّمْلَةِ وَ اْلعَيْنِ. مسلم
Dari
Anas bin Malik, ia berkata tentang menjampi, “Diidzinkan untuk mengatasi racun,
luka di lambung dan mata”.
[HR. Muslim 4:1725]
عَنْ اَبِى الزُّبَيْرِ اَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ
يَقُوْلُ: اَرْخَصَ النَّبِيُّ ص فِى رُقْيَةِ اْلحَيَّةِ لِبَنِى عَمْرٍو، قَالَ
اَبُو الزُّبَيْرِ: وَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ: لَدَغَتْ
رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ وَ نَحْنُ جُلُوْسٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالَ رَجُلٌ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَرْقِى؟ قَالَ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ
اَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ. مسلم
Dari
Abuz Zubair bahwasanya ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Nabi SAW
memberi idzin untuk menjampi ular kepada Bani ‘Amr”. Abuz Zubair berkata, “Aku
mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang diantara kami tersengat
kalajengking. Ketika itu kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu ada
orang bertanya, “Ya Rasulullah, bolehkah aku menjampinya ?” Rasulullah SAW
bersabda, “Barangsiapa diantara kalian sanggup menolong saudaranya (kawannya),
hendaklah dia lakukan”.
[HR. Muslim 4:1726]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ
عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِى بِهَا مِنَ اْلعَقْرَبِ وَ اِنَّكَ
نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَعَرَضُوْهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَا اَرَى
بَأْسًا مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ اَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ.
مسلم
Dari
Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW melarang jampi-jampi. Lalu datanglah keluarga
‘Amr bin Hazm kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, kami
mempunyai mantra yang bisa untuk menjampi sengatan kalajengking. Sedangkan
engkau melarang jampi-jampi”. Lalu mereka memperlihatkan jampi-jampi mereka
kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku kira tidak apa-apa.
Barangsiapa diantara kalian bisa menolong saudaranya, hendaklah dia
lakukan”.
[HR. Muslim 4:1726]
Keterangan
:
Dari
hadits-hadits diatas bisa dipahami bahwa ruqyah (jampi-jampi) yang tidak
mengandung syirik itu tidak dilarang. Menurut riwayat Bukhari Nabi SAW biasa
melakukan ruqyah ketika akan tidur, yaitu melaksanakan suwuk (menghembus pada
kedua tapak tangan yang disatukan dan membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan
An-Naas, lalu mengusapkan ke seluruh badan semaksimalnya). Dan ketika Nabi SAW
menjenguk orang sakit, beliau juga melakukan ruqyah dengan membaca doa bagi
orang sakit.
Petunjuk
Nabi SAW Tentang Wabah Yang Berjangkit Di Suatu Daerah
عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ اَبِى وَقَّاصٍ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّهُ
سَمِعَهُ يَسْأَلُ اُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ: مَاذَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص
فِى الطَّاعُوْنِ؟ فَقَالَ اُسَامَةُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلطَّاعُوْنُ
رِجْزٌ اَوْ عَذَابٌ اُرْسِلَ عَلَى بَنِى اِسْرَائِيْلَ اَوْ عَلَى مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَ
اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ.
مسلم
Dari
‘Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash, dari ayahnya, bahwasanya dia mendengar (Sa’ad
bin Abu Waqqash) bertanya kepada Usamah bin Zaid, “Apa yang kamu dengar dari
Rasulullah SAW tentang penyakit tha’un ?”. Usamah menjawab, Rasulullah SAW
bersabda, “Penyakit tha’un (lepra) itu ialah suatu hukuman atau siksaan yang
ditimpakan kepada kaum Bani Israil, atau kepada ummat-ummat sebelum kalian. Maka
apabila kalian mendengar penyakit tha’un itu melanda suatu daerah, janganlah
kalian datang ke daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah sedangkan kamu
berada padanya, maka janganlah kalian keluar lari dari daerah
itu”.
[HR. Muslim 4:1737]
عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
اَلطَّاعُوْنُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ
عِبَادِهِ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلاَ تَدْخُلُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ
بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَفِرُّوْا مِنْهُ. مسلم
Dari
Usamah bin Zaid, ia berkata : Rasulullah SAW besabda, “Penyakit tha’un (lepra)
adalah tandanya hukuman (siksa). Dengan penyakit tersebut Allah Azza wa Jalla
menguji manusia dari hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian mendengar penyakit
tersebut menimpa (suatu daerah), janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan
apabila menimpa suatu daerah sedangkan (pada waktu itu) kamu berada padanya,
maka janganlah kalian lari darinya”.
[HR. Muslim 4:1738]
عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِنَّ
هذَا اْلوَجَعَ اَوِ السَّقَمَ رِجْزٌ عُذِّبَ بِهِ بَعْضُ اْلاُمَمِ قَبْلَكُمْ.
ثُمَّ بَقِيَ بَعْدُ بِاْلاَرْضِ فَيَذْهَبُ اْلمَرَّةَ وَ يَأْتِى اْلاُخْرَى.
فَمَنْ سَمِعَ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ يَقْدَمَنَّ عَلَيْهِ وَ مَنْ وَقَعَ بِاَرْضٍ
وَ هُوَ بِهَا فَلاَ يُخْرِجَنَّهُ اْلفِرَارُ مِنْهُ. مسلم
Dari
Usamah bin Zaid, dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Sesungguhnya sakit (lepra) ini atau penyakit
ini adalah suatu siksa (hukuman) yang dengannya sebagian ummat-ummat sebelum
kalian dahulu disiksa. Kemudian setelah itu penyakit tersebut menetap di bumi.
Lalu penyakit itu suatu saat hilang, dan suatu saat datang lagi. Maka
barangsiapa yang mendengar bahwa penyakit tha’un tersebut menimpa di suatu
daerah, janganlah sekali-kali ia datang kepadanya. Dan barangsiapa yang berada
di suatu daerah yang sedang ditimpa penyakit tersebut, maka jangan sekali-kali
dia keluar karena ingin menghindari”.
[HR. Muslim 4:1738]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، اَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ خَرَجَ
اِلَى الشَّامِ حَتَّى اِذَا كَانَ بِسَرْغٍ لَقِيَهُ اَهْلُ اْلاَجْنَادِ اَبُوْ
عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ وَ اَصْحَابُهُ. فَاَخْبَرَهُ اَنَّ اْلوَبَاءَ قَدْ
وَقَعَ بِالشَّامِ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَقَالَ عُمَرُ: اُدْعُ لِيَ
اْلمُهَاجِرِيْنَ اْلاَوَّلِيْنَ. فَدَعَوْتُهُمْ، فَاسْتَشَارَهُمْ وَ
اَخْبَرَهُمْ اَنَّ اْلوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ. فَاخْتَلَفُوْا، فَقَالَ
بَعْضُهُمْ: قَدْ خَرَجْتَ ِلاَمْرٍ وَ لاَ نَرَى اَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ. وَ قَالَ
بَعْضُهُمْ: مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص. وَ لاَ
نَرَى اَنْ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ. فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى.
ثُمَّ قَالَ: اُدْعُ لِيَ اْلاَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ لَهُ. فَاسْتَشَارَهُمْ
فَسَلَكُوْا سَبِيْلَ اْلمُهَاجِرِيْنَ، وَ اخْتَلَفُوْا كَاخْتِلاَفِهِمْ.
فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى. ثُمَّ قَالَ: اُدْعُ لِى مَنْ كَانَ ههُنَا مِنْ
مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مَهَاجِرَةِ اْلفَتْحِ. فَدَعَوْتُهُمْ فَلَمْ يَخْتَلِفْ
عَلَيْهِ رَجُلاَنِ. فَقَالُوْا نَرَى اَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَ لاَ
تُقْدِمْهُمْ عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ. فَنَادَى عُمَرُ فِى النَّاسِ. اِنِّى
مُصْبِحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَاَصْبِحُوْا عَلَيْهِ. فَقَالَ اَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ
اْلجَرَّاحِ: أَ فِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: لَوْ غَيْرُكَ
قَالَهَا يَا اَبَا عُبَيْدَةَ. (وَ كَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ). نَعَمْ،
نَفِرُّ مِنْ قَدَرِ اللهِ اِلَى قَدَرِ اللهِ. أَ رَاَيْتَ لَوْ كَانَتْ لَكَ
اِبِلٌ فَهَبَطْتَ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ اِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ وَ اْلاُخْرَى
جَدْبَةٌ أَ لَيْسَ اِنْ رَعَيْتَ اْلخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ، وَ اِنْ
رَعَيْتَ اْلجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ؟ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمنِ
بْنُ عَوْفٍ، وَ كَانَ مُتَغَيِّبًا فِى بَعْضِ حَاجَتِهِ، فَقَالَ: اِنَّ عِنْدِى
مِنْ هذَا عِلْمًا. سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ
بِاَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا
فَلاَ تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. قَالَ: فَحَمِدَ اللهَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ
ثُمَّ انْصَرَفَ. مسلم
Dari
Abdullah bin Abbas, bahwasanya Umar bin Khaththab pergi ke negeri Syam. Ketika
Umar sampai di kota Saragh (kota di pinggiran Syam dari arah Hijaz), dia ditemui
oleh pimpinan-pimpinan beberapa kota di Syam, yaitu Ubaidah bin Jarrah dan shahabat-shahabatnya.
Mereka memberitahu Umar bahwa wabah sedang berjangkit di negeri Syam. Ibnu Abbas
berkata, “Umar lalu berkata, “Panggilkan untukku orang-orang Muhajirin yang
pertama”. Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar bermusyawarah dengan mereka
dan memberitahu mereka bahwa wabah telah berjangkit di negeri Syam. Lalu mereka
berbeda pendapat. Sebagian mereka berkata, “Sungguh engkau keluar untuk suatu
urusan yang penting, maka kami tidak setuju kalau kamu kembali”. Dan sebagian
mereka berkata, “Engkau diikuti oleh orang banyak dan shahabat-shahabat
Rasulullah SAW, maka kami tidak setuju kalau kamu membawa mereka itu menuju ke
wabah ini”. Lalu Umar berkata, “Tinggalkanlah aku”. Kemudian dia berkata,
“Panggilkan untukku orang-orang Anshar”. (Ibnu Abbas) berkata, “Lalu aku
panggilkan mereka. Kemudian Umar bermusyawarah dengan mereka. Dan ternyata
orang-orang Anshar itupun sama seperti orang-orang Muhajirin tadi, yaitu
orang-orang Anshar itu berbeda pendapat seperti orang-orang Muhajirin”. Maka
Umar berkata, “Tinggalkanlah aku !”. Kemudian Umar berkata, “Panggilkan untukku
sesepuh-sesepuh Quraisy yang hijrah pada waktu Fathu Mekkah (orang-orang yang
masuk Islam sebelum Fathu Makkah) !” Maka aku panggilkan mereka itu. Dan
ternyata mereka itu satu pendapat, tidak terjadi perbedaan pendapat diantara dua
orang. Mereka berkata : “Kami berpendapat, bahwasanya engkau harus kembali
membawa orang-orang ini dan jangan engkau membawa mereka datang ke wabah itu”.
Kemudian Umar menyeru kepada orang
banyak, “Sesungguhnya aku bersiap-siap naik kendaraan untuk pulang, maka
bersiap-siaplah kalian !”. Maka Abu Ubaidah bin Jarrah berkata, “Apakah akan
lari dari taqdir Allah ?”. Umar menjawab, “Seandainya bukan kamu yang mengatakan
begitu hai Abu Ubaidah, (saya tidak heran)”. Dan Umar tidak suka berselisih
dengannya. (Umar berkata ), “Ya, kita lari dari taqdir Allah menuju kepada
taqdir Allah yang lain. Bagaimana pendapatmu, kalau kamu mempunyai onta yang
kamu bawa turun ke suatu lembah yang mempunyai dua sisi, yang satu subur dan
yang satunya lagi tandus. Bukankah jika kamu menggembalakannya pada sisi yang
subur itu berarti kamu menggembalakannya dengan taqdir Allah ? Dan jika kamu
menggembalakannya pada sisi yang tandus itupun berarti kamu menggembala-kannya
dengan taqdir Allah ?”. Kemudian Abdurrahman bin Auf datang dari sesuatu
keperluannya. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai ilmu tentang hal
ini. Saya pernah mendengar Raulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendengar di
suatu daerah (terjangkit wabah), maka janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan
apabila wabah itu berjangkit di suatu daerah sedang kamu berada padanya, maka
janganlah kalian keluar melarikan diri dari daerah tersebut”. (Ibnu Abbas)
berkata, “Lalu Umar bin Khaththab memuji Allah, kemudian meninggalkan tempat
itu”.
[HR. Muslim : IV : 1740]
~oO[
A ]Oo~
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak