Ahad,
01 Oktober 2000/03 Rajab 1421
Brosur no. : 1053/1093/IF
Halal
Haram Dalam Islam (ke-37)
a.
Haram dinikah karena hubungan nasab.
حُرّمَتْ
عَلَيْكُمْ اُمَّهَاتُكُمْ وَ بَنَاتُكُمْ وَ اَخَوَاتُكُمْ وَ عَمَّاتُكُمْ وَ
خَالاَتُكُمْ وَ بَنَاتُ اْلاَخِ وَ بَنَاتُ اْلاُخْتِ. النساء:23
Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan,
[QS. An-Nisaa’ : 23]
Berdasar
ayat di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena hubungan
nasab itu sebagai berikut :
1. Ibu. Yang dimaksud adalah wanita yang
melahirkannya. Termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu
dan seterusnya ke atas.
2. Anak perempuan. Yang dimaksud adalah
wanita yang lahir karenanya, termasuk cucu perempuan dari pihak laki-laki maupun
dari pihak perempuan dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan, seayah seibu, seayah
saja atau seibu saja.
4. ‘Ammah, yaitu saudara perempuan
ayah, baik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu
saja.
5. Khaalah, yaitu saudara perempuan ibu,
baik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu
saja.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki
(keponakan), dan seterusnya ke bawah.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
(keponakan), dan seterusnya ke bawah.
b.
Haram dinikahi karena ada hubungan sepesusuan
Firman
Allah :
وَ
اُمَّهَاتُكُمُ الّتِيْ اَرْضَعْنَكُمْ وَ اَخَوَاتُكُمْ مّنَ الرَّضَاعَةِ. .
النساء:23
Diharamkan
atas kamu ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan
sepesusuan.
[QS. An-Nisa : 23]
Dan
sabda Rasulullah SAW :
يَحْرُمُ
مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ. البخارى و مسلم و ابو داود و احمد
و النسائى و ابن ماجه
“Diharamkan
karena hubungan susuan sebagaimana yang diharamkan karena hubungan
nasab”.
[HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Nasai dan Ibnu
Majah]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص اُرِيْدَ عَلَى اِبْنَةِ حَمْزَةَ فَقَالَ:
اِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِى، اِنَّهَا اِبْنَةُ اَخِى مِنَ الرَّضَاعَةِ. وَ يَحْرُمُ
مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ الرَّحِمِ. مسلم 2:1071
Dari
Ibnu ‘Abbas bahwasanya para shahabat menginginkan Nabi SAW menikahi anak
perempuan Hamzah. Maka beliau SAW bersabda, “Sesungguhnya dia tidak halal
bagiku, karena dia adalah anak saudaraku sepesusuan. Sedangkan, haram sebab
susuan itu sebagaimana haram sebab nasab (keluarga)”.
[HR. Muslim II : 1071]
عَنْ
عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا اَخْبَرَتْهُ اَنَّ عَمَّهَا مِنَ الرَّضَاعَةِ
يُسَمَّى اَفْلَحَ اِسْتَأْذَنَ عَلَيْهَا فَحَجَبَتْهُ. فَاَخْبَرَتْ رَسُوْلَ
اللهِ ص، فَقَالَ لَهَا: لاَ تَحْجِبِى مِنْهُ، فَاِنَّهُ يَحْرُمُ مِنَ
الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ. مسلم
Dari
‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwasanya ia mengkhabarkan kepada ‘Urwah, bahwa paman
susunya yang bernama Aflah minta ijin pada ‘Aisyah untuk menemuinya. Lalu
‘Aisyah berhijab darinya. Kemudian ‘Aisyah memberitahukan hal itu kepada
Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, “Kamu tidak perlu berhijab darinya, karena
haram sebab susuan itu sebagaimana haram sebab nasab”.
[HR. Muslim II : 1071]
Berdasarkan
ayat dan hadits di atas, dapat dipahami bahwa haramnya wanita untuk dinikahi
karena hubungan pesusuan ini sabagai berikut :
1. Ibu susu, yakni ibu yang menyusuinya.
Maksudnya ialah wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu
bagi anak yang disusui itu, sehingga haram keduanya melakukan
perkawinan.
2. Nenek susu, yakni ibu dari wanita yang
pernah menyusui atau ibu dari suami wanita yang pernah
menyusuinya.
3. Anak susu, yakni wanita yang pernah
disusui istrinya. Termasuk juga cucu dari anak susu
tersebut.
4. Bibi susu. Yakni saudara perempuan dari
wanita yang menyusuinya atau saudara perempuan suaminya wanita yang
menyusuinya.
5.
Keponakan susu, yakni anak perempuan dari saudara
sepesusuan.
6.
Saudara sepesusuan.
c.
Haram dinikahi karena hubungan mushaharah (perkawinan)
Firman
Allah SWT :
وَ
اُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَ رَبَائِبُكُمُ الّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مّنْ
نّسَائِكُمُ الّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَ حَلاَئِلُ اَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ
اَصْلاَبِكُمْ. النساء:23
ibu-ibu
istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu).
[QS. An-Nisaa’ : 23]
وَ
لاَ تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ ابَاؤُكُمْ مّنَ النّسَآءِ اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ،
اِنَّه كَانَ فَاحِشَةً وَّ مَقْتًا وَّ سَآءَ سَبِيْلاً. النساء:22
Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali
pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
[An-Nisaa’ : 22]
Dari
dalil-dalil di atas dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena
hubungan mushaharah adalah sebagai berikut :
1. Mertua perempuan dan seterusnya ke
atas.
2. Anak tiri, dengan syarath kalau telah
terjadi hubungan kelamin dengan ibu dari anak tiri
tersebut.
3. Menantu, yakni istri anaknya, istri
cucunya dan seterusnya ke bawah.
4. Ibu tiri, yakni bekas istri ayah (Untuk
ini tidak disyarathkan harus telah ada hubungan kelamin antara ayah dan ibu tiri
tersebut).
2.
Wanita yang sementara haram dinikahi
Maksudnya
ialah wanita yang ada sebab-sebab tertentu yang mana selama sebab-sebab itu
masih ada, wanita tersebut tidak boleh dinikahi. Tetapi bilamana sebab-sebab itu
telah hilang, maka boleh dinikahinya.
Mereka
itu adalah sebagai berikut :
1. Memadukan seorang wanita dengan saudaranya
atau dengan bibinya.
وَ
اَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ اْلاُخْتَيْنِ، اِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ. اِنَّ اللهَ كَانَ
غَفُوْرًا رَّحِيْمًا. النساء:23
Dan
(diharamkan) menghimpunkan dalam perkawinan dua wanita yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
[QS. An-Nisaa’ : 23]
عَنْ
فَيْرُوْزَ الدَّيْلَمِيِّ اَنَّهُ اَدْرَكَهُ اْلاِسْلاَمَ وَ تَحْتَهُ اُخْتَانِ،
فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص: طَلِّقْ اَيَّتَهُمَا شِئْتَ. احمد و ابو داود و
ابن ماجه و الترمذى
Dari
Fairuz Ad-Dailamiy, bahwa ia masuk Islam dengan kedua istrinya yang bersaudara.
Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Thalaqlah salah seorang dari keduanya
yang kamu kehendaki”.
[HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ اْلمَرْأَةِ
وَ عَمَّتِهَا، وَ لاَ بَيْنَ اْلمَرْأَةِ وَ خَالَتِهَا. البخارى و مسلم و اللفظ
له
Dari
Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh dimadu seorang
wanita dengan saudara perempuan ayah wanita itu dan seorang wanita dengan
saudara perempuan ibu wanita itu”.
[HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadh ini bagi Muslim]
2.
Wanita yang bersuami.
Firman
Allah SWT :
وَ
اْلمُحْصَنَاتُ مِنَ النّسَآءِ اِلاَّ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللهِ
عَلَيْكُمْ. النساء:24
dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas
kamu.
[QS. An-Nisaa’ : 24]
3.
Wanita yang masih di dalam iddah
Adapun
tentang iddah wanita adalah sebagai berikut :
a.
Wanita yang haidl, iddahnya 3 kali quru’ (tiga kali suci/tiga kali
haidl).
وَ
اْلمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ، وَ لاَ يَحِلُّ
لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللهُ فِيْ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ
يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَ اْليَوْمِ اْلاخِرِ وَ بُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدّهِنَّ
فِيْ ذلِكَ اِنْ اَرَادُوْا اِصْلاَحًا. البقرة:228
Wanita-wanita
yang dithalaq hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah.
[QS. Al-Baqarah : 228]
b.
Wanita yang ditinggal mati suaminya, iddahnya 4 bulan 10
hari.
وَ
الَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَ يَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ
بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَ عَشْرًا. البقرة:234
Orang-orang
yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para
istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh
hari.
[QS. Al-Baqarah : 234]
c. Wanita yang telah berhenti dari haidl atau
tidak haidl, iddahnya 3 bulan.
وَ
الّئِ يَئِسْنَ مِنَ اْلمَحِيْضِ مِنْ نّسَآئِكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ
ثَلاَثَةُ اَشْهُرٍ وَّ الّئِ لَمْ يَحِضْنَ. الطلاق:4
Dan
perempuan-perempuan yang tidak haidl lagi (menopause) diantara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah
mereka adalah tiga bulan. Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haidl.
[QS. Ath-Thalaaq : 4]
d.
Wanita yang hamil, iddahnya hingga melahirkan
kandungannya.
وَ
اُولاَتُ اْلاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّ، وَ مَنْ يَّتَّقِ
اللهَ يَجْعَلْ لَّه مِنْ اَمْرِه يُسْرًا. الطلاق:4
Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
[QS. Ath-Thalaaq : 4]
4.
Wanita yang sudah dithalaq tiga kali.
الطَّلاَقُ
مَرَّتَانِ فَاِمْسَاكٌ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌ بِاِحْسَانٍ.
البقرة:229
Thalaq
yang dapat (dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi secara ma’ruf
atau menceraikan secara baik.
[QS. Al-Baqarah : 229]
فَاِنْ
طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَه، فَاِنْ
طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا اَنْ يَّتَرَاجَعَا اِنْ ظَنَّا اَنْ
يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ وَ تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ يُبَيّنُهَا لِقَوْمٍ
يَّعْلَمُوْنَ. البقرة:230
Kemudian
jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada
kaum yang (mau) mengetahui.
[QS. Al-Baqarah : 230]
5.
Wanita musyrik sehingga beriman
وَ
لاَ تَنْكِحُوا اْلمُشْرِكَاتِ حَتّى يُؤْمِنَّ وَ َلاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ
مّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّ لَوْ اَعْجَبَتْكُمْ. البقرة:221
Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu.
[QS. Al-Baqarah : 221]
Demikianlah
tentang wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi. Disamping itu perlu diingat
bahwa wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik atau kafir.
[Lihat QS. Al-Mumtahanah : 10 dan QS.
Al-Baqarah : 221]
~oO[
A ]Oo~
[Bersambung]
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentarlah yang bijak