POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE
POST TITLE

Halal Haram Dalam Islam (ke-44) Main-main dalam thalaq

Posted by

Ahad, 22 April 2001/28 Muharram 1422           Brosur no. : 1083/1123/IF
Halal Haram Dalam Islam (ke-44)


Main-main dalam thalaq
وَ اِنْ عَزَمُوا الطَّلاَقَ فَاِنَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. البقرة:227
Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) thalaq, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengatahui. [QS. Al-Baqarah : 227]
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللهُ بِاللَّغْوِ فِيْ اَيْمَانِكُمْ وَ لكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوْبُكُمْ، وَ اللهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ. البقرة:225
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. [QS. Al-Baqarah : 225]
لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللهُ بِاللَّغْوِ فِيْ اَيْمَانِكُمْ وَ لكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ اْلاَيْمَانَ . المائدة:89
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu segaja, [QS. Al-Maaidah : 89]
قَالَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنّيَّاتِ وَ اِنَّمَا لِكُلّ امْرِئٍ مَا نَوَى.... الجماعة
‘Umar bin Khaththab berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya tiap-tiap sesuatu tergantung apa yang diniatkan”. [HR. Jama’ah]
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ طَلاَقَ وَ لاَ عَتَاقَ فِى اِغْلاَقٍ. احمد و ابو داود و ابن ماجه فى نيل الاوطار 6:264
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada thalaq dan tidak ada memerdekakan budak dalam keadaan tidak normal akal”. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 264]
وَ قَالَ عُثْمَانُ: لَيْسَ لِلْمَجْنُوْنِ وَ لاَ سَكْرَانَ طَلاَقٌ. البخارى
Dan ‘Utsman berkata, “Tidak ada thalaq bagi orang yang majnun (gila) dan orang yang sedang mabuk”. [HR. Bukhari]
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: طَلاَقُ السَّكْرَانِ وَ اْلمُسْتَكْرَهِ لَيْسَ بِجَائِزٍ. وَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فِيْمَنْ يُكْرِهُهُ اللُّصُوْصُ فَيُطَلّقُ، فَلَيْسَ بِشَيْءٍ. البخارى، فى نيل الاوطار 6:265
Ibnu ‘Abbas berkata, “Thalaqnya orang yang mabuk dan orang yang dipaksa itu tidak sah”. Dan Ibnu ‘Abbas berkata tentang orang yang dipaksa oleh orang-orang jahat (untuk menthalaq istrinya) lalu ia pun menthalaqnya, maka hal itu tidak apa-apa (tidak jatuh thalaqnya). [HR. Bukhari, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 265]
قَالَ عَلِيٌّ: كُلُّ الطَّلاَقِ جَائِزٌ اِلاَّ طَلاَقَ اْلمَعْتُوْهِ. البخارى فى صحيحه
Ali RA berkata : Setiap thalaq dipandang jatuh kecuali thalaqnya orang yang tidak normal akalnya”. [HR. Bukhari dalam kitab shahihnya]
عَنْ قُدَامَةَ بْنِ اِبْرَاهِيْمَ اَنَّ رَجُلاً عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ تَدَلَّى يَشْتَارُ عَسَلاً فَاَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فَجَلَسَتْ عَلَى اْلحَبْلِ فَقَالَتْ لِيُطَلّقَنَّهَا ثَلاَثًا وَ اِلاَّ قَطَعَتِ اْلحَبْلَ. فَذَكَّرَهَا اللهَ وَ اْلاِسْلاَمَ فَاَبَتْ. فَطَلَّقَهَا ثَلاَثًا. ثُمَّ خَرَجَ اِلَى عُمَرَ فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ، فَقَالَ: اِرْجِعْ اِلَى اَهْلِكَ، فَلَيْسَ هذَا بِطَلاَقٍ. سعيد بن منصور و ابو عبيد القاسم بن سلام، فى نيل الاوطار 6:265
Dari Qudamah bin Ibrahim, bahwasanya ada seorang laki-laki di jaman ‘Umar bin Khaththab menggantung pada tali untuk mengambil madu lebah, lalu istrinya menghadap kepadanya sambil duduk diatas tali tersebut seraya meminta supaya suaminya menthalaqnya tiga kali (sekaligus) dan jika tidak maka tali itu akan ia potong. Kemudian suaminya mengingatkannya supaya ia ingat kepada Allah dan Islam, tetapi perempuan itu tetap menolak, lalu laki-laki itu menthalaqnya tiga kali (sekaligus). Kemudian orang laki-laki itu pergi menemui ‘Umar menyampaikan hal itu kepadanya. Maka ‘Umar berkata, “Kembalilah kepada istrimu, karena yang begini ini bukan thalaq”. [HR. Sa’d bin Manshur dan Abu ‘Ubaid Al-Qashim bin Salam, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 265]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَ هَزْلُهُنَّ جِدٌّ: النّكَاحُ وَ الطَّلاَقُ وَ الرَّجْعَةُ. الخمسة الا النسائى و قال الترمذى خديث حسن غريب
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara, sungguh-sungguh jadi sungguhan dan main-main jadi sungguhan. Yaitu nikah, thalaq dan ruju’ ”. [HR. Khamsah kecuali Nasai, dan Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan gharib]
قَالَ فُضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: ثَلاَثٌ لاَ يَجُوْزُ فِيْهِنَّ اللَّعِبُ: اَلطَّلاَقُ وَ النّكَاحُ وَ اْلعِتْقُ. الطبرانى، ضعيف
Dari Fudlalah bin ‘Ubaid, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang tidak boleh dibuat permainan, yaitu thalaq, nikah dan memerdekakan budak”. [HR. Thabrani, dla’if karena di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi’ah yang dilemahkan oleh ahli hadits]
و للحارث بن ابى اسامة من حديث عبادة بن الصامت رفعه: لاَ يَجُوْزُ اللَّعِبُ فِيْ ثَلاَثٍ: اَلطَّلاَقُ وَالنّكَاحُ وَاْلعِتَقُ. فَمَنْ قَالَهُنَّ فَقَدْ وَجَبْنَ. سنده ضعيف
Dan bagi Harits bin Abu Usamah dari hadits ‘Ubadah bin Shamit, ia merafa’kannya (hadits itu dari Rasulullah SAW), “Tidak boleh untuk main-main dalam tiga perkara, yaitu thalaq, nikah dan memerdekakan budak. Dan barangsiapa yang mengucapkannya, maka jadilah”. [Sanadnya dla’if, dalam Bulughul Maram hadits no. 1111]
عَنْ اَبِى ذَرّ رَفَعَهُ: مَنْ طَلَّقَ وَ هُوَ لاَعِبٌ فَطَلاَقُهُ جَائِزٌ. وَ مَنْ اَعْتَقَ وَ هُوَ لاَعِبٌ فَعِتْقُهُ جَائِزٌ. وَ مَنْ نَكَحَ وَ هُوَ لاَعِبٌ فَنِكَاحُهُ جَائِزٌ. عبد الرزاق و فى اسناده انقطاع، فى نيل الاوطار 6:264
Dari Abu Dzarr, ia merafa’kannya, “Barangsiapa menthalaq dengan main-main, maka thalaqnya itu jadi, dan barangsiapa memerdekakan budak dengan main-main, maka kemerdekaan itu jadi, dan barangsiapa menikah dengan main-main, maka nikahnya itu jadi”. [HR. Abdur Razzaq, munqathi’ (terputus), dalam Nailul Authar juz 6, hal. 264]
Keterangan :
1.  Dari dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa thalaq yang sah adalah thalaq yang dilakukan dengan sungguh-sungguh. Dan thalaq yang dilakukan dengan main-main atau diwaktu tidak sadar atau tidak normal akalnya atau dipaksa, adalah tidak sah.
2.  Adapun maksud hadits yang menyatakan “Ada tiga perkara, sungguh-sungguh jadi sungguhan, dan main-main jadi sungguhan ...” maksudnya adalah, “Thalaq, nikah, dan memerdekakan budak  maupun ruju’ adalah merupakan urusan yang besar, maka tidak boleh orang main-main dengan ketiga hal tersebut. Maka apabila akan melakukan ketiga perkara tersebut hendaklah melakukannya dengan serius (sungguh-sungguh).

Tentang Khulu’
Khulu’ menurut bahasa ialah melepas. Adapun khulu’ menurut istilah syara’ ialah seorang istri meminta kepada suami supaya dirinya diceraikan dengan memberikan suatu tebusan (‘iwadl), misalnya mengembalikan mahar yang dulu diberikan oleh suaminya.
.... فَاِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِه. البقرة:229
.... jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. [QS. Al-Baqarah : 229]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنّى مَا اَعْتِبُ عَلَيْهِ فِى خُلُقٍ وَ لاَ دِيْنٍ، وَ لَكِنّى اَكْرَهُ اْلكُفْرَ فِى اْلاِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَتَرُدّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِقْبَلِ اْلحَدِيْقَةَ وَ طَلّقْهَا تَطْلِيْقَةً. البخارى و النسائى، فى نيل الاوطار 6:276
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mencela dia (suamiku) tentang akhlaq dan agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam”. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Maukah kamu mengembalikan kebunmu kepadanya ?”. Ia menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah SAW bersabda (kepada Tsabit), “Terimalah kebunmu itu dan thalaqlah dia sekali”. [HR. Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 276]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ جَمِيْلَةَ بِنْتَ سَلُوْلٍ اَتَتِ النَّبِيَّ ص فَقَالَتْ: وَ اللهِ مَا اَعْتِبُ عَلَى ثَابِتٍ فِى دِيْنٍ وَ لاَ خُلُقٍ وَ لكِنّى اَكْرَهُ اْلكُفْرَ فِى اْلاِسْلاَمِ، لاَ اُطِيْقُهُ بُغْضًا. فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ ص: اَتَرُدّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. فَاَمَرَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ يَأْخُذَ مِنْهَا حَدِيْقَتَهُ وَ لاَ يَزْدَادَ. ابن ماجه
Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Jamilah binti Salul datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Demi Allah, aku tidak mencela kepada Tsabit tentang agama dan akhlaqnya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam, aku tidak kuat menahan rasa benci kepadanya”. Lalu Nabi SAW bertanya, “Maukah kamu mengembalikan kebunnya kepadanya ?” Ia menjawab, “Ya”. Kemudian Rasulullah SAW menyuruh Tsabit agar mengambil kembali kebunnya dari Jamilah, dan tidak minta tambahan”. HR. Ibnu Majah]
عَنِ الرُّبَيّعِ بِنْتِ مُعَوّذٍ اَنَّ ثَابِتَ بْنَ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ ضَرَبَ امْرَأَتَهُ فَكَسَرَ يَدَهَا وَ هِيَ جَمِيْلَةُ بِنْتُ عَبْدِ اللهِ بْنِ اُبَيّ، فَاَتَى اَخُوْهَا يَشْتَكِيْهِ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص: فَاَرْسَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِلَى ثَابِتٍ فَقَالَ لَهُ: خُذِ الَّذِيْ لَهَا عَلَيْكَ وَ خَلّ سَبِيْلَهَا. قَالَ: نَعَمْ. فَاَمَرَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ تَتَرَبَّصَ حَيْضَةً وَاحِدَةً وَ تَلْحَقَ بِاَهْلِهَا. النسائى، فى نيل الاوطار 6:277
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz bahwasanya Tsabit bin Qais bin Syammas memukul tangan istrinya yang bernama Jamilah binti ‘Abdullah bin Ubaiy sehingga patah, kemudian saudaranya datang kepada Rasulullah SAW untuk mengadukannya, lalu Rasulullah SAW mengutus (seseorang) kepada Tsabit, kemudian Nabi SAW bersabda kepadanya, “Ambillah kembali apa yang pernah kamu berikan kepada istrimu, dan lepaskanlah dia”. Tsabit menjawab, “Ya”. Lalu Rasulullah SAW menyuruh Jamilah agar menunggu satu kali haidl dan pulang kepada keluarganya”. [HR. Nasai, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 277]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ اخْتَلَعَتْ مِنْ زَوْجِهَا، فَاَمَرَهَا النَّبِيُّ ص اَنْ تَعْتَدَّ بِحَيْضَةٍ. ابو داود و الترمذى و قال: حديث حسن غريب
Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya istri Tsabit bin Qais menebus dirinya dari suaminya, kemudian Nabi SAW menyuruhnya supaya ber’iddah sekali haidl. [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits hasan gharib, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 277]
عَنِ الرُّبَيّعِ بِنْتِ مُعَوّذٍ اَنَّهَا اخْتَلَعَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص فَاَمَرَهَا النَّبِيُّ ص اَوْ اُمِرَتْ اَنْ تَعْتَدَّ بِحَيْضَةٍ. الترمذى و قال: حديث الربيع الصحيح انها امرت ان تعتد بحيضة، فى نيل الاوطار 6:277
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, bahwasanya ia pernah menebus dirinya (khulu’) di masa Rasulullah SAW, kemudian Nabi SAW menyuruhnya atau dia disuruh agar ber’iddah sekali haidl. [HR. Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits Rubayyi’ ini sah, bahwa ia disuruh oleh Nabi SAW agar ber’iddah dengan sekali haidl, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 277]
عَنْ اَبِى الزُّبَيْرِ اَنَّ ثَابِتَ بْنَ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ كَانَتْ عِنْدَهُ بِنْتُ عَبْدِ اللهِ بْنِ اُبَيّ بْنِ سَلُوْلٍ وَ كَانَ اَصْدَقَهَا حَدِيْقَةٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ ص اَتَرُدّيْنَ عَلَيْهِ حَدِيْقَتَهُ الَّتِى اَعْطَاكِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَ زِيَادَةً. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: اَمَّا الزّيَادَةُ فَلاَ، وَ لكِنْ حَدِيْقَتُهُ. قَالَتْ: نَعَمْ. فَاَخَذَهَا لَهُ. وَ خَلَّى سَبِيْلَهَا. فَلَمَّا بَلَغَ ذلِكَ ثَابِتَ بْنَ قَيْسٍ قَالَ: قَبِلْتُ قَضَاءَ رَسُوْلِ اللهِ ص. الدارقطنى باسناد صحيح و قال: سمعه ابو الزبير من غير واحد، فى نيل الاوطار 6:277
Dari Abu Zubair bahwasanya Tsabit bin Qais bin Syammas mempunyai istri anak perempuan dari ‘Abdullah bin Ubaiy bin Salul. Dahulu ia memberikan mahar kepada istrinya berupa sebuah kebun. Kemudian Nabi SAW bertanya (kepada si istri), “Maukah kamu mengembalikan kebun pemberian suamimu itu ?”. Ia menjawab, “Ya, dan akan saya tambah”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Adapun tambahan itu tidak usah, cukup kebunnya saja”. Ia berkata, “Ya”. Kemudian Nabi SAW mengambil kebun itu untuk diberikan kepada Tsabit dan beliau menceraikannya. Kemudian setelah hal itu sampai kepada Tsabit bin Qais, ia berkata, “Sungguh aku menerima putusan Rasulullah SAW”. [HR. Daruquthni dengan sanad yang sah, ia berkata, “Hadits ini didengar oleh Abu Zubair tidak hanya dari seorang saja”, dalam Nailul Authar juz 6, hal. 277].

[Bersambung]


Demo Blog NJW V2 Updated at: November 11, 2019

0 komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah yang bijak